20. Festival Sekolah

130 34 89
                                    

Jeno mengedarkan pandangannya di lapangan. Mencari keberadaan Mayrine.

“Hey, mengapa kau menyendiri disini?”

Mayrine tersenyum, “Aku bosan menempel terus dengan Mark.”

Jeno bisa pastikan kalau Mayrine sedang berbohong. Darisini, Jeno bisa melihat Mark dan Chika memakai jaket OSISnya sambil melihat sekeliling.

“Kau tidak bertugas? Mark terus melihat kearahmu.” Mayrine menggerakkan dagunya.

Jeno hanya diam, ia tidak bisa mengatakan kalau Mark yang menyuruhnya kesini untuk melihat keadaan Mayrine.

“Sebentar lagi. Oh iya, aku hanya ingin bilang padamu. Jangan bersedih ya, ini festival sekolah. Ada banyak stand makanan dan minuman. Jika kau ingin beli ambil saja, tinggal bilang kalau aku atau Mark yang akan membayarnya nanti.”

Mayrine hanya tersenyum.

“Sudah? Itu kau ditunggu  Mark.”

Jeno sedikit kecewa dengan respon Mayrine, “Ya sudah, aku kesana dulu.” Jeno langsung berlari kearah Mark.

Mayrine tersenyum kecil, suara musik terdengar keras di lapangan ini. Semua orang bersenang-senang, kecuali dirinya.

“Ya, untuk perempuan yang membawa tas biru kecil coba menoleh kearah panggung.” Terlihat Jeno tersenyum kearahnya.

Sejak kapan Jeno menjadi MC? Bukannya dia sibuk menjadi panitia bersama Mark dan Chika?

Setelah itu beberapa orang berbisik.
“Biasanya Renjun yang menjadi DJ kalau ada event sekolah. Kemana dia sekarang?”

“Ah iya, biasanya aku melihat Mayrine dan Renjun bersama. Mereka masih pacaran?”

Dan banyak lagi cuitan yang terdengar di telinga Mayrine.  Mayrine ingin sekali menutup telinganya.
Seisi sekolah seakan mempertanyakan bagaimana hubungan dan kemana perginya Renjun. Tetapi Mayrine sendiri tak tahu kemana perginya Renjun.

Ini sudah memasuki hari ketiga Renjun tidak masuk sekolah tanpa keterangan yang jelas.

Dan Mayrine semakin resah. Ia takut Renjun benar-benar akan pergi darinya.

Mayrine hanya tersenyum, berusaha menyesuaikan diri dengan suasana sekolahnya. Bagaimanapun juga,ia tetap merindukan Renjun.

Chika diam, ia melihat sorot mata Mark  yang sendu sedang melihat kearah Mayrine.

“Ada apa? Kau ingin menemuinya?”

Mark tetap diam, “Kau marah jika aku menemui Mayrine?”

Chika menggeleng, “Untuk apa? Kau sahabatnya kan? Sudah temui saja dia sekarang.”  Chika mendorong bahu Mark.

Mark menepuk pundak Mayrine pelan.

“Sudah makan? Jangan melamun seperti itu. Perlu kuambilkan cermin? Keadaanmu terlihat kacau hm.”

Mayrine melihat mata Mark sejenak, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Mayrine langsung menghambur ke dada bidang Mark.  Mark sempat terdiam beberapa saat, lalu menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Mayrine.

“Maaf, Mark. Jangan tinggalkan aku.” Mayrine sudah tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.

“Hey, tidak ada yang meninggalkanmu. Aku masih disini.”

Sementara di seberang sana, Jeno merangkul pundak Chika. Menepuk-nepuknya perlahan.

“Jangan hal ini membuat kita, terutama kau menjadi tidak profesional. LPJ harus tetap berjalan, kita pengurus utama.  Mark dan Mayrine hanya berbaikan, tidak lebih.”

Chika mengangguk kecil, kalau Jeno mengira Chika  akan menangis dan merusak jadwal kegiatan hari ini, nyatanya tidak.

Chika tersenyum, “Aku tidak marah. Aku senang melihat mereka kembali berbaikan.”

Jeno tersenyum, “Kukira kau akan menangis. Kau perlu hanya perlu bersabar, Mark perlu waktu untuk berhenti mencintai Mayrine.”

Jeno melihat arloji hitam yang melingkar di tangan kanannya.
“Sial, sebentar lagi senior kemari.”
Jeno langsung mengambil posisi ke tempatnya bertugas.

Mendengar itu Chika langsung berlari kearah Mark, “Maaf jika mengganggu kalian, tapi lima belas menit lagi senior akan kemari. Ayo Mark, kita kembali.”

Mark melepaskan pelukannya, “Aku pergi dulu, pacarku sangat galak.”

Mayrine melemparkan tatapan tak percaya pada Mark. Sejak kapan tuan muda  Mark memiliki pacar?

“Siapa?” Mayrine berteriak ketika punggung Mark menjauh.

“Perempuan yang ada di sebelahku adalah pacarku.” Mark juga berteriak karena jarak mereka semakin jauh.

Karena teriakan Mark, seisi sekolah yang berada di halaman melihat kearah Chika dengan tatapan yang tak bisa dipercaya.

Sementara itu, Chika reflek menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Jika Chika memiliki empat tangan, maka dua tangan lainnya akan ia gunakan untuk menutup telinganya.

“Hey, jika kau menutup matamu maka kau akan menabrak,” Mark menyeimbangkan langkah kakinya dengan Chika yang mempercepat langkahnya.

Mark merangkul Chika perlahan, melepaskan tangan Chika yang menutupi wajahnya.

“Chik?”

Tangan Chika bergerak, ingin menjauhkan tangan Mark dari bahunya namun Mark mencegahnya.

“Ada apa Mark? Cepat katakan. Senior akan marah kalau melihat kita seperti ini.”

Sebenarnya bukan senior yang menjadi alasan Chika. Ia hanya belum terbiasa menjadi pusat perhatian. Lain kali ia harus bertanya dengan Mayrine bagaimana caranya agar tidak gugup saat dilihat oleh banyak orang saat bersama Mark.

Mark mengacak rambut Chika  perlahan, “Jangan malu. Tidak akan ada yang berani menyakitimu. Kau milikku sekarang.”

Chika bisa pastikan bukan hanya rambutnya yang berantakan, tapi hatinya juga.

“Mark, kembali ke tempatmu. Tujuh menit lagi senior akan kemari untuk mengecek kinerja kita.” Chika berusaha menormalkan detak jantungnya.

Mark mendekatkan dirinya kearah Chika. Sementara itu, Chika sudah menahan napasnya.

“Balikkan posisi kalung panitia milikmu. Orang lain tidak boleh melihatnya.”

Chika membalikkan kalung panitia miliknya, “Terima kasih bapak ketua.”

“Sama-sama nona muda.”

Setelah itu Mark berlari ke tempatnya tadi mengontrol acara.

Chika gemas dengan Mark, satu hal yang Chika ketahui hari ini. Mark tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

Ia berharap nanti ia tidak menulis nama Mark di LPJ miliknya karena terbayang kejadian tadi.

ᴵⁿˢᵒᵐⁿⁱᵃ 1  Ft.Huang Renjun✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang