***
Sebuah gedung empat puluh lantai berarsitektur mewah berdiri dengan begitu mempesona. Ia punya sungai dan hutan kota sebagai pekarangannya juga dilengkapi berbagai fasilitas nomor satu. Dimulai dari pusat perawatan tubuh, pusat kebugaran, restoran, café, minimarket, bahkan bar ada di gedung ini. Sebuah hunian paket lengkap yang diidamkan banyak orang. Galleria memang luar biasa.
Begitu masuk, melalui pintu utama di lantai satu, kita akan disambut oleh sebuah lobby yang begitu luas. Dua pria bertubuh tegap berjaga dipintu masuk, sedang dua wanita cantik berdiri di balik meja resepsionisnya. Lantainya yang selalu mengkilap memanjakan setiap sepatu yang lewat. Tanaman dalam pot-pot besar selalu tampak segar di tiap sudutnya, memanjakan mata siapa pun yang melintas. Beberapa lukisan juga memanjakan para penghuni gedung itu, mereka bergantung di dinding-dinding gedung, berpegang dengan begitu nyamannya.
Seorang gadis melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift kemudian menekan angka dua puluh pada dindingnya. Rambut cokelat dengan poni ratanya membuat ia terlihat seperti sebuah boneka. Cantik juga hidup. Ia sudah hidup selama dua puluh tahun sebagai putri bungsu seorang pengusaha kaya raya, gadis itu juga sempat tinggal di negeri Sakura sebelum akhirnya ia kembali dan sekarang akan menempati rumahnya sendiri.
"Lantai berapa?" tanya gadis itu kepada pria yang juga berdiri di dalam lift sepertinya. Pria punya rambut hitam yang tertutup topi, ia juga memakai kacamata hitam, serta masker hitam untuk menutupi wajahnya. Sebenarnya pria itu terlihat menakutkan dengan dandannya, tapi si gadis sama sekai tidak curiga, karena petugas keamanan dipintu depan pasti sudah mengenalinya saat ia masuk tadi. Tidak mungkin orang jahat akan berada di dalam lift itu bersamanya.
"Dua puluh," ucap pria itu dengan nada malas yang terdengar sedikit angkuh. Di tambah dengan gerak jemarinya yang tidak berhenti menari di atas layar handphone membuatnya terlihat begitu sombong.
"Di mana anda akan turun?" tanya gadis itu sekali lagi, tapi kali ini ia bicara dengan lebih sopan, karena pria yang diajaknya bicara memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih yang begitu rapi. Sama seperti ptia sombong sebelumnya, pria kedua ini juga memakai sebuah kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.
"Dua puluh," jawab si pria berjas sembari memaksakan bibirnya yang sedikit terluka untuk tersenyum.
Gadis kurus itu membalas senyumannya kemudian mengalihkan pandangannya untuk melihat seorang pria lain yang ada di sana. Kali ini seorang pria dengan celana jeans, jaket kulit dan sepasang sarung tangan hitam. Ada sebuah helm ditangannya, membuat si gadis berfikir kalau pria itu seorang penggemar motor. Sama seperti sebelumnya, si gadis cantik ini hendak menanyakan pertanyaan yang sama⸺ di mana ia akan turun⸺ namun pria itu sudah lebih dulu menjawabnya. "Lantai dua puluh juga. Aku tinggal di apartemen nomor 1, bagaimana denganmu?" ucap pria itu berusaha sedikit ramah walaupun tidak benar-benar terlihat nyaman berdiri di dalam lift itu bersama tiga orang dewasa dan sebuah koper besar.
"Oh? Halo... aku baru saja pindah ke apartemen nomor dua, namaku Lisa, Lalisa Kim," ucap gadis itu, sembari mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan.
"Aku Mino, Song Mino, apartemen nomor satu,"
"Ah... iya, kalau begitu salam kenal. Mereka pasti teman-temanmu," balas Lisa sembari menunjuk dua pria lain di sana dan Mino hanya tersenyum, tidak benar-benar punya jawaban atas pertanyaan itu.
"Ah bukan?" gumam Lisa, "maaf, apa anda tinggal dilantai dua puluh juga?" tanya Lisa pada si pria berjas.
Pria berjas itu tersenyum kemudian menganggukan kepalanya, "apartemen nomor tiga, Bobby Kim," jawabnya dengan begitu singkat namun masih berusaha tersenyum bersama bibirnya yang terluka itu.
"Wah... halo, aku Lisa di apartemen nomor dua," ulang Lisa. Ia kemudian beralih lagi, menatap pria yang menutupi seluruh wajahnya itu, hendak menanyakan hal yang sama. Sayangnya, pintu lift sudah lebih dulu terbuka dan si pria yang belum diketahui namanya itu sudah lebih dulu melangkah keluar dari lift.
Mino membantu Lisa membawakan kopernya dan menariknya sampai ke depan apartemen nomor dua. Sementara Lisa justru mengamati dua pintu di depannya. Ia melihat Bobby masuk ke apartemen nomor tiga, kemudian ia juga melihat si pria unik tadi masuk ke apartemen nomor empat yang berada tepat di depan apartemennya.
"Kau tidak mengenalinya?" tegur Mino yang sedari tadi memperhatikan arah pandangan Lisa.
"Siapa?"
"G Dragon."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...