***
Ini adalah ulang tahun yang sama sekali tidak Bobby nantikan. Ia sudah bersyukur karena harus bekerja dihari ulang tahunnya, ia bersyukur karena tidak perlu merayakan hari lahirnya ini. Sejak kecil Bobby tidak menyukai hari ulang tahunnya, tidak pernah ada yang spesial di hari ulang tahunnya, tidak pernah ada perayaan untuk ulang tahunnya.
Kedua orangtuanya yang sibuk dengan hukum dan pekerjaan mereka tidak pernah sempat merayakan hari lahirnya. Mereka hanya akan mengirim hadiah berupa uang yang jumlahnya lumayan banyak dan membiarkan putranya merayakan ulang tahunnya sendirian. Mereka beranggapan putra mereka punya cukup banyak teman untuk merayakan hari penting itu. Mereka lupa, kalau Bobby tentu ingin merayakan hari ulang tahunnya bersama mereka.
Selama hidupnya, tentu pernah ada masa di mana Bobby menyukai hari ulang tahunnya. Sempat ada masa di mana Bobby menantikan hari ulang tahunnya. Namun sekarang, ia berharap hari ulang tahunnya tidak pernah datang.
"Selamat ulang tahun Bobby ku sayang!!"
Suara gadis itu tidak pernah hilang dari ingatannya. Gadis yang sempat membuat hari ulang tahunnya terasa berarti, terasa menyenangkan, terasa hangat dan penuh kebahagiaan. Bayangan akan sebuah pesta kecil, dengan kue berlilin, sekotak hadiah, balon dan topi pesta tidak pernah hilang dari ingatannya. Namun setelah gadis itu tidak ada lagi, bayangan itu bukan lagi ingatan yang menyenangkan.
Di hari ulang tahunnya sekarang Bobby hanya ingin bisa menghapus ingatan yang menyesakan itu sebagai hadiahnya.
Entah bagaimana alasan ilmiahnya, namun kenangan indah itu benar-benar menyesakan untuknya. Hal yang paling menyedihkan tentang ingatan manusia adalah kenyataan kalau kenangan yang awalnya indah bisa menjadi mimpi buruk suatu hari nanti. Kenyataan itu adalah harga yang harus dibayar oleh siapapun yang ingin membuat dan menyimpan sebuah kenangan.
"Ya! Kenapa lama sekali?! Aku bosan menunggumu hyung!" protes Bobby ketika motor Mino berhenti di hadapannya. Di tepi jalan, di depan restoran Italia depan kampus.
"Maaf, urusanku lebih lama dari perkiraanku. Lisa ingin pasta dengan kerang," ucap Mino sembari membuka kaca helmnya, "sudah kau siapkan?" tanyanya sembari memperhatikan pria yang berdiri di dekatnya. Sebuah tas kertas berisi pasta ada di tangan Bobby, sementara ransel yang tidak seberapa besar memeluk pria itu dari belakang, tersampir santai di punggungnya.
"Sudah, ayo pergi, aku lelah," jawab Bobby yang kemudian bergerak naik ke atas motor besar itu.
Selama perjalanan, tidak satupun dari keduanya yang bicara. Bobby sibuk menata perasaannya sendiri, sementara Mino memang sedang tidak ingin bicara. Tidak banyak yang bisa mereka bicarakan tanpa Lisa di sana. Mino juga tidak mungkin mengusap lutut Bobby kemudian bertanya bagaimana hari Bobby di persimpangan jalan, saat mereka menunggu lampu yang sebelumnya merah berubah jadi hijau.
Bobby tiba di rumah, membuka pintu rumahnya dan melihat rumah itu dalam keadaan gelap. Di hari-hari biasa, kegelapan itu tidak mengganggunya. Namun di hari ulang tahunnya, rumah yang gelap membuat kepalanya tersiksa oleh ingatan akan pesta kejutan yang pernah sangat membahagiakan itu. Dalam ingatan Bobby saat ini, rumah gelap itu terlihat seperti sebuah pesta yang menakutkan, balon-balon seperti monster, lilin-lilin kecil di atas seloyang kue terlihat seperti hutan yang terbakar, sangat mengerikan hingga sulit di tahan. Kepala Bobby selalu berdenyut sangat keras di hari ulang tahunnya.
"Kenapa kau tidak masuk?" tegur Mino karena Bobby terlalu lama berdiri di pintu. Mino sudah tidak sabar melihat reaksi bahagia Bobby atas pesta kejuatan yang mereka siapkan. Bobby mengiyakannya. Pria itu melangkah masuk kemudian menyalakan lampu, dan disaat bersamaan, Lisa juga Jiyong menyerukan kebahagiaan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...