***
Malam ini Lisa sudah mengganti pakaiannya, ia pakai sebuah celana pendek yang sengaja dipadukan dengan sebuah sweater hitam. Gadis itu duduk memandangi sungai han yang jauh di bawahnya, bersandar pada Jiyong yang juga memakai sweater hitam, namun dengan celana olahraga yang juga hitam. Lisa memeluk lututnya, sementara Jiyong bersandar di besi pembatas balkon apartemennya. Kursi yang sebelumnya ada di balkon itu sengaja dimasukan ke dalam apartemen dan mereka menggantinya dengan karpet bulu yang halus, duduk dilantai menikmati angin malam yang terasa hangat. Mereka hanya berdua? Tentu saja tidak. Ada Bobby dan Mino juga di sana, Bobby dengan sweater hitam pemberian Jiyong dan celana pendek yang juga bersandar di besi pembatas, berhadapan dengan Jiyong. Sementara Mino berbaring di sebelah Bobby, menaruh kepalanya di atas bantal sofa sambil menatap kanopi yang menutupi sebagian balkon di atasnya. Alunan lagu Loser menemani mereka yang mulai larut dalam pikiran masing-masing.
"Oppa, kalian tahu apa yang paling menyedihkan?" tanya Lisa tanpa mengalihkan pandangannya dari sungai di bawah. Tangannya memainkan korek dan sebatang rokok milik Jiyong, sudah hampir satu jam mereka duduk di sana, dan selama itu juga Lisa terus menimbang-nimbang untuk merokok atau tidak.
"Hidupku sudah sangat menyedihkan, untuk apa mencari yang lebih menyedihkan lagi?" tanya Bobby sembari menghembuskan asap rokok dari mulutnya. Memperhatikan kepulan asapnya, menunggu gumpalan itu hilang kemudian menghisap rokoknya sekali lagi.
"Oppa, aku akan menceritakan sebuah cerita tentang temanku. Beberapa waktu lalu dia putus dengan kekasihnya-"
"Apa ini tentang Jiyong hyung?" sela Mino.
"Bukan," jawab Lisa. "Hanya seseorang yang ku kenal, dia putus dengan kekasihnya, dia bilang itu sangat berat dan menyakitkan, bagaimana menurutmu?" tambahnya, menceritakan sendiri apa yang terjadi padanya.
"Bukan aku, aku biasa saja," ucap Jiyong sembari menaruh rokoknya yang sudah terbakar sampai ujung di dalam asbak.
"Dia mencintai kekasihnya, sangat mencintainya dari ujung kepala sampai ujung kaki, membanggakan kekasihnya pada semua temannya dan orang-orang bilang mereka pasangan sempurna, cerita bahagianya hanya sampai di sini. Hingga tiba pada satu titik di mana mereka menjadi sangat dekat, bertemu setiap hari, saling melihat wajah masing-masing saat bangun tidur, menggosok gigi bersama, lalu lama-kelamaan suasana di antara mereka menjadi sangat canggung. Kemudian suatu hari, dia mengatakan pada kekasihnya kalau malam itu dia tidak bisa pulang karena acara kampusnya, 'ah tentu saja sayang, jangan terlalu dekat dengan pria lain di kampus nanti ya' begitu katanya saat aku bilang kalau aku tidak akan pulang-" Lisa menghentikan ceritanya, karena baru saja menyadari kalau tanpa sadar ia salah bicara "apa aku baru saja bilang itu ceritaku? Tidak, tidak. Itu hanya cerita seseorang yang ku kenal,"
"Hm... itu cerita temanmu, lalu apa yang terjadi saat temanmu tidak pulang?" tanya Jiyong, berpura-pura mempercayai Lisa.
"Temanmu tetap pergi kekampus lalu mendekati pria lain?" tanya Mino yang juga ikut berpura-pura mempercayai Lisa. Bobby yakin kalau Lisa menyadari kepura-puran itu, namun ia lebih memilih untuk tidak mengatakan apapun.
"Hm, malam itu temanku berangkat ke acara kampusnya. Namun di tengah malam, ia merasa tidak bisa tidur di ruang kelas kampusnya, tidak ada ranjang di sana jadi dia memutuskan untuk menyetir pulang. Lalu begitu sampai di rumah, ia mendengar suara musik yang cukup kencang dari kamar kekasihnya-" lagi, Lisa berhenti bicara. Kali ini karena Bobby.
"Mereka tidak tidur dikamar yang sama?" sela Bobby dan Lisa menggeleng.
"Kekasih temanku tidak ingin tidur dengan temanku, katanya dia tidak ingin merusak seorang gadis seperti temanku," jawab Lisa, ia menghela nafasnya, lagi dan lagi, kemudian memutuskan untuk menyalakan rokoknya. Bobby akan bangun untuk menahannya, namun suara Jiyong menghentikannya. "Biarkan saja, hanya tembakau," ucap Jiyong sebelum Bobby sempat menahan Lisa.
"Aku ingin melanjutkan cerita temanku," protes Lisa sebelum ia melanjutkan ceritanya, mengeluarkan semua sesak yang ada di dadanya, membagi cerita yang tidak pernah di baginya dengan orang lain. "Temanku pikir kekasihnya hanya lupa mematikan musik itu seperti beberapa waktu yang lalu. Jadi gadis itu membiarkannya, baru saja gadis itu akan pergi tidur, namun dia merindukan kekasihnya, jadi diam-diam dia menyelinap masuk ke dalam kekasihnya, hanya berniat memandang wajah kekasihnya sebelum tidur. Namun saat temanku membuka pintu kamar itu, ia melihat kekasihnya tengah bercinta dengan gadis lain."
"Dan temanmu marah lalu memukuli pelacur itu?" tebak Mino.
Lisa tertawa, tawa miris untuk dirinya juga kebodohannya sendiri. "Tidak, gadis bodoh itu justru menutup pintu kamar itu, kembali mengambil kunci mobilnya dan pergi dari rumah. Menangis sendirian di jalan tol, hingga menabrak pembatas jalan. Orang-orang menganggapnya menyetir dalam keadaan mengantuk, tidak ada korban dalam kecelakaan tunggal itu, tapi setelah itu temanku berhenti menyetir mobil," cerita Lisa, tentu menjadi jawaban atas mobil mahal di tempat parkir yang tidak pernah ia pakai.
"Akhirnya mereka putus karena si pria tertangkap basah selingkuh? Payah, apa dia tidak punya uang untuk menyewa hotel?" hina Mino membuat Bobby berdecak kemudian. Bobby bilang Mino terdengar seperti seorang yang sudah sangat profesional dalam urusan sewa menyewa hotel.
"Siapa yang bilang mereka putus setelah itu? Gadis bodoh itu terlalu takut untuk mengatakan apa yang diketahuinya. Terlalu takut untuk kehilangan pria itu. Jadi dia membiarkannya. Mereka pasti akan bertengkar hebat karena perselingkuhan itu, mereka bisa saja putus saat itu, jadi gadis bodoh itu lebih memilih untuk menghindari pertengkaran. Setelah itu, setiap kali ia mendengar suara musik dari kamar kekasihnya, dadanya sesak, lalu mulai menangis sendirian. Lama kelamaan hampir setiap malam suara musik itu terdengar. Lama kelamaan gadis bodoh itu bisa mencium aroma parfum kekasihnya di tubuh gadis lain. Lama kelamaan gadis itu muak lalu mulai minum-minum, bergaul dengan orang orang yang sering bermalam di club dan pulang dalam keadaan mabuk atau pingsan di jalan. Tidak lama setelah gadis itu menemukan kebiasaan barunya itu, orangtuanya tahu, si pelacur itu mengadukan kebiasaan temanku pada orangtuanya. Orangtuanya marah lalu menganggap kebiasaan baru itu terjadi karena putri mereka berkencan dengan pria tidak baik. Orangtua temanku menyuruh temanku untuk memutuskan kekasihnya. Dan disaat temanku bingung memikirkan cara untuk mengakhiri hubungan mereka, si pelacur memberinya undangan pernikahan. Oppa tahu nama siapa yang tertulis di undangan itu? Min Yoongi dan Jennie Kim," ucap Lisa mengakhiri ceritanya sembari bangkit dari duduknya, berjalan masuk ke dalam apartemen Jiyong. Lisa mendorong dirinya masuk ke dalam kamar mandi, berpamitan dengan suara sesak dan meninggalkan kesunyian yang sesak di balkon.
"Dan akhirnya dia mengakui kalau dia bodoh," ucap Jiyong, menutup cerita menyedihkan Lisa. Layaknya sebuah epilog dengan akhir menyedihkan dalam sebuah drama satu babak.
"Jadi kakaknya yang merebut kekasihnya? Woah... pria itu benar-benar bermain api," komentar Mino sambil bergerak untuk bangkit dari pembaringannya. Mino berdiri dan menyandarkan dadanya pada pembatas balkon, melihat ke bawah dan mulai tersenyum, membayangkan kalau tubuhnya jatuh kebawah dan menghantam tanah dibawah sana. Ia pasti akan mati kalau jatuh dari lantai dua puluh, sama seperti Jisoo.
"Kalian pernah berfikir untuk melompat dari balkon?" tanya Mino membuat Bobby meremas kaleng birnya dengan keras. "Maaf, bukan maksudku untuk menyinggungmu," tambah Mino disaat ia menyadari perubahan suasana hati Bobby. Tentu Bobby pernah berfikir untuk melompat dari sana, berkali-kali ia memikirkan adegan itu dalam kepalanya.
"Oppa ingin tahu bagaimana rasanya jatuh kebawah?" tanya Lisa setelah kembali dari kamar mandi dengan wajah dan poni yang basah.
"Kau tidak menemukan handuk dikamar mandi?" tanya Jiyong sembari memberikan sekotak tissue pada Lisa, menyuruh gadis itu menyeka air di wajah dan poninya.
"Aku pernah membunuh seseorang," ucap Mino membuat tiga orang yang sedang bersantai dengannya menoleh, saling melempar tatapan tidak percaya lalu menatap punggung Mino dengan tatapan setajam pisau. "Eommaku yang sekarang adalah istri ketiga appaku. Eomma kandungku meninggal saat melahirkanku."
"Itu tidak berarti kau membunuh ibumu," ucap Bobby. Ia baru saja menghela nafas lega karena ucapan Mino, namun kelegaan itu ternyata tidak bertahan lama.
"Siapa yang bilang aku membunuhnya? Aku tahu aku tidak membunuhnya, tapi kelahiranku membuat appaku kehilangan kekasihnya. Aku membunuh istri kedua appaku," ucap Mino, kembali membuat tiga tetangganya kembali bertukar tatapan tidak percaya. Kelegaan yang sepersekian detik lalu dirasakan Bobby kini lenyap. Benar-benar lenyap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...