***
Lisa membuka matanya, mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan pengelihatnya dengan cahaya dikamar itu. Tangannya mepuk ranjang di mana Jiyong seharusnya berbaring, namun pria itu tidak di sana. Dengan sedikit terkejut Lisa terlonjak bangun, mencari Jiyong yang di pikirnya kembali mencoba bunuh diri. Pria itu berbaring di sofa. Kepala gadis itu berdenyut karena alkohol yang di minumnya semalam, ditambah isi kepalanya yang terkejut karena harus langsung berfikir mencari Jiyong. Lisa membawa tubuhnya menghampiri Jiyong, duduk di atas karpet di depan sofa itu, menyandarkan kepalanya pada sofa kemudian meraih tangan kiri Jiyong- yang semalam ingin pria itu lukai.
"Dasar bodoh, untuk apa menyuruh Mino ke psikiater kalau dirimu sendiri berniat bunuh diri," gumam Lisa sembari mengelus punggung tangan Jiyong.
Orang yang punya luka paling dalam, biasanya menutupi lukanya itu dengan tawa, berpura-pura menjadi orang yang paling bahagia, berpura-pura menjadi orang yang paling tidak punya masalah. Berpura-pura jadi orang paling positif sealam semesta.
"Apa kau tidak tahu berapa ribu orang yang akan menangis kalau kau mati?" gumam Lisa pada pria yang terlihat sangat tenang dalam tidurnya.
"Jangan berfikir untuk melakukannya lagi ya... oppa bisa menemuiku kalau oppa lelah, aku akan membantumu menghilangkan rasa lelahmu. Kau tahu oppa? Kau benar-benar membuatku merasa buruk, aku sibuk memikirkan cara untuk membantu Mino dan Bobby oppa, sampai aku tidak tahu kalau ternyata kau juga butuh bantuan. Aku merasa sangat buruk karena kau terus membantuku, tanpa aku pernah bertanya bagaimana hari-harimu, ku pikir kau baik-baik saja. Aku menyesal karena mempercayai kata-katamu begitu saja... are you okay?"
"I'm okay," balas Jiyong masih dengan mata terpejam yang kini ditutupinya dengan lengannya sendiri. "Tutup tirainya, aku masih mengantuk,"
"I hate being okay. Because okay is not happy, but not bad enough for anyone to care," balas Lisa sembari melangkah menutup tirai dikamar itu, membuat kamar itu kembali gelap.
Lisa berlalu masuk ke dalam kamar mandi, membasuh wajahnya di sana dan bercermin, memandangi matanya yang sembab karena menangis. "Dasar gadis cengeng," gumamnya pada bayangannya sendiri. Seharusnya ia tidak mengambil jurusan bisnis, kalau ternyata orang orang didekatnya lebih membutuhkan seorang psikiater.
Lisa melangkah kembali keluar dari kamar Jiyong, melihat Bobby dan Mino yang masih tidur di balkon, membiarkan sinar matahari menjemur mereka. "Aku tidak akan bisa hidup kalau tidak ada kalian. Kalau saat di lift dulu aku tidak bertemu kalian bertiga, aku pasti sudah mati malam itu," gumam Lisa sembari memandangi wajah dua pria yang masih nyenyak terlelap.
Lisa memasak, membuat sup penghilang pengar. Ingatannya terus berlabuh pada kejadian di saat ia benar-benar merasa sangat marah sampai rasanya kematian terlihat lebih menyenangkan. Saat itu Lisa baru saja tiba di Korea, namun tidak ada seorangpun yang menjemputnya. Siapa lagi kalau bukan Jennie? Jennie membohongi orangtua mereka dengan mengatakan kalau Lisa akan datang di hari lain. Kemudian Jennie beralasan tidak bisa menjemput Lisa karena harus menemani Yoongi ke Jeju.
Hari itu Lisa sama sekali tidak punya uang dan merasa tidak ada seorangpun yang bisa di mintai tolong. Hingga akhirnya Jennie menelponnya dan menyuruh Lisa menghubunginya jika Lisa butuh sesuatu, setelah membuang harga dirinya, Lisa meminta uang pada perebut kekasihnya, dan membuat Jennie besar kepala.
Siapa yang butuh pelacur sialan itu? Aku punya tetangga. Tetangga yang akan mejadi keluarga terdekatku. Tetangga yang akan pertama kali menolongku, kalau aku dekat dengan tetanggaku, tidak perlu meminta pertolongan pelacur itu⸺ pikir Lisa malam itu, saat ia mengetahui kalau tetangganya ternyata sebaya dengannya. Ia masih punya sedikit harapan.
"Hmm... aromanya enak~" seru Mino yang baru saja bangun karena aroma masakan Lisa, pria itu menyibakan selimutnya, kemudian melangkah menuju dapur. Ia menghampiri Lisa kemudian memecahkan lamunannya
"Apa yang kau buat? Sup? Aah~ pengertian sekali, tahu saja oppa sakit kepala," puji Mino sembari duduk di meja makan, mengamati Lisa yang kini tersenyum sembari menyiapkan semangkuk sup untuk Mino.
"Perlu nasi?" tanya Lisa karena biasanya Mino tidak makan banyak saat sarapan. "Hm... setengah porsi saja," jawab Mino dan Lisa menurutinya. Lisa mengambilkan pria itu nasi, kemudian menyiapkan segelas air hangat yang ia campur dengan madu untuk Mino.
"Enak?" tanya Lisa sembari duduk di depan Mino, mengamati pria yang sedang makan itu, Lisa berharap tidak ada rencana bunuh diri di kepala Mino.
"Hm... enak, seperti biasanya," jawab Mino sembari menikmati nasi dan supnya.
"Syukurlah... Jangan menghabiskan telur dadarnya, Jiyong oppa suka telur dadar, tidak ada telur lagi di sini" ucap Lisa sembari melirik Bobby yang tengah menyeret tubuhnya ke meja makan. Pria itu bangun karena aroma makanannya, sama seperti Mino.
"Kau menginap di sini juga semalam?" tanya Bobby yang duduk di sebelah Mino, sementara Lisa mengambilkan semangkuk sup dan nasi untuk Bobby
"Hm... iya, tapi aku tidur di kamar... kenapa kalian tidur di balkon oppa?" sembari bertanya, gadis itu tertawa. Tawa yang terdengar ceria seperti biasanya walau sama sekali tidak ada kebahagiaan dalam hatinya. Perasaan khawatirnya pada Jiyong masih mendominasi seluruh iasi hati dan kepalanya.
"Ku pikir aku tidur di kamar semalam, semalam benar-benar sejuk dan seseorang memberiku selimut, ku pikir aku di kamarku sendiri," jawab Mino yang sudah lebih sadar dibanding Bobby yang terlihat masih sangat mengantuk.
"Mana Jiyong hyung?" tanya Bobby setelah menikmati sesuap supnya.
"Baru saja masuk kamar dan tidur di sana, aku akan membangunkannya dul-"
"Aku lapar..." seru Jiyong sembari membuka pintu kamarnya dan melihat tiga tamu tidak tahu dirinya justru sudah asik mengobrol di meja makannya. "Ya! Kalian pikir ini rumah kalian huh?? Berani sekali memasak dan sarapan di sini tanpa izinku," komentar Jiyong sembari duduk di kursi kosong, ikut bergabung dengan para tetangganya yang lain.
"Ini supmu, nasimu, dan ini telur dadar terakhir," ucap Lisa sembari mengeser telur dadar kesukaan Jiyong agar lebih dekat dengannya. Gadis itu membuat tiga gelas air madu lagi, kemudian menaruhnya di meja makan dan menyiapkan sup untuk dirinya sendiri.
"Apa rencanamu hari ini oppa?" tanya Lisa pada Bobby sembari menikmati sarapannya.
"Tidur," santai Bobby.
"Bagaimana denganmu oppa?" tanya Lisa pada Mino.
"Pergi latihan, mau ikut?"
"Tidak, bosan, kemana oppa akan pergi hari ini?" tanya Lisa pada Jiyong.
"Menemui temanku,"
"Siapa?" tanya Lisa setelah mendengar jawaban Jiyong.
"Tentu saja gadis incarannya," celetuk Bobby.
"Memang Jiyong hyung sedang mengincar siapa?" tambah Mino, sementara Lisa hanya mengedipkan matanya, menunggu Jiyong memberikan jawabannya.
"Big Bang-"
"Sungguh? Apa akan ada TOP oppa juga? Aku mau ikut aku mau ikut..." seru Lisa yang tiba-tiba sangat bersemangat, membuat tiga pria di sekitarnya terkejut. Gadis itu tertawa, sedikit terkekeh dengan malu-malu kemudian mengakui kalau ia menyukai Choi Seunghyun, sangat menyukainya. "Boleh ya aku ikut?" pinta Lisa sekali lagi.
"Iya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...