10

2.4K 360 12
                                    

***

Sinar matahari yang menyusup masuk melalui sela tirai membangunkan Lisa dari mimpinya. Gadis itu duduk di atas lantai kamarnya dan memandangi sekelilingnya. Matanya berhenti pada belasan pil yang berserakan di lantai lantas senyuman sinis terukir di bibirnya.

"Ternyata aku masih membutuhkanmu," gumam Lisa sembari mengambil satu persatu pil itu, memasukan kembali pil-pil yang jatuh ke dalam botolnya.

Setelah selesai dengan obat-obat itu Lisa melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Ia berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang pucat, memandangi mata sembabnya tanpa menghilangkan senyum sinis dari wajahnya. Tangannya meraih sebotol parfum pria yang ada di antara peralatan mandinya, ia semprotkan parfum itu di depan wajahnya. Menghirup aromanya kuat-kuat dengan mata yang terpejam rapat. Lisa tengah memikirkan kehadiran pemilik parfum itu sekarang.

"Kenapa kalian tidak membunuhku saja? Berengsek," gumamnya setelah menikmati aroma parfum milik pria yang dirindukannya. Setelahnya, gadis itu membasuh wajahnya, menanggalkan seluruh pakaiannya dan berdiri di bawah guyuran air yang dingin dari pancuran dalam kamar mandi.

Selesai membersihkan dirinya juga memakai pakaian bersihnya, Lisa meraih handphonenya. Ia panggil nomor telepon seseorang yang ada di kontak handphonenya⸺ pengacara keluarganya.

"Halo? Paman? Apa anda sedang sibuk? Maaf karena menelpon anda dijam sibuk begini," ucap Lisa begitu pria yang di teleponnya mengangkat panggilannya.

"Tidak nona, apa ada yang bisa saya lakukan untuk anda?" jawab pria itu, terdengar antusias karena ini kali pertama Lisa meneleponnya setelah sekian lama. Sedikit berbasa-basi, Lisa menanyakan kabar putra sang pengacara, membuat pria parub baya itu merasa diperhatikan oleh kliennya.

Kim Hanbin, nama anak sang pengacara. Usianya mungkin beberapa tahun lebih tua dari Lisa. Pemuda itu baru saja menyelesaikan ujian sarjananya dan akan diwisuda bulan depan. Setelah lulus dan diwisuda, mungkin Hanbin akan mengikuti jejak ayahnya, menjadi seorang pengacara. "Bagaimana dengan anda nona? Apa kembali kuliah membuat anda lebih baik?" tanya sang pengacara, membalas perhatian Lisa dengan perhatian lainnya. Menerima dan memberi, selalu begitu aturannya.

"Tentu saja, kembali ke Korea membuatku lebih baik, Paman. Tapi, bisa aku minta tolong?"

"Tentu, apa yang bisa saya lakukan untuk anda nona?"

"Begini, anda ingat satu-satunya temanku saat di Jepang? Kim Jisoo, bisakah anda mencarikannya untukku?"

"Kim Jisoo? Tentu saja, aku akan mencarinya, tapi apa anda tahu di mana dia sekarang? Maksudku, apa dia di Jepang? atau di Korea?"

"Maaf tapi aku tidak tahu di mana dia, apa anda tetap bisa mencarinya? Aku akan mengirimkan fotonya," pinta Lisa dan tentu saja sang pengacara keluarga harus menerima pekerjaan itu, sulit ataupun mudah.

Setelah selesai dengan panggilannya, Lisa melangkah keluar dari kamarnya. Rencananya Lisa hanya ingin pergi ke dapur, mencari apapun yang mungkin bisa ia makan di sana. Bersamaan dengan langkahnya ke dapur, bel pintunya berbunyi.

Tanpa mengatakan apapun, Jiyong buru-buru melangkah masuk begitu Lisa membukakan pintu rumahnya. Pria itu tanpa permisi lantas duduk di sofanya kemudian memberi tanda pada Lisa untuk segera menutup pintunya.

"Huh? Kenapa oppa ke sini pagi-pagi begini? Ini baru jam setengah sembilan pagi, belum waktunya aku menerima tamu," ucap Lisa setelah ia menutup pintu rumahnya.

"Biarkan aku bersembunyi sebentar di sini," ucap Jiyong sembari mematikan handphonenya. Lisa tidak memahami apa yang Jiyong katakan. Apartemen mereka sudah sangat bagus dalam urusan keamanan, harusnya tidak ada fans gila atau paparazi yang bisa masuk ke sana. Bahkan rentenir dan polisi pun tidak diizinkan sembarangan masuk. Lisa sama sekali tidak punya ide, dari siapa Jiyong bersembunyi sekarang.

LoserTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang