***
Jiyong melangkah keluar dari lamborghini hitamnya, dengan setelan jas hitam dan kemeja yang juga hitam. Rambut coklatnya ditata rapi dan kakinya dibalut dengan sepatu kulit coklat. Ia melangkahkan kakinya, berjalan membukakan pintu mobilnya untuk Lisa di sisi lain mobil. Dengan sedikit gugup karena sebuah alasan yang tidak begitu pasti, kedua orang itu melangkah berdampingan. Rambut yang sama-sama coklat, dengan pakaian yang juga sama-sama hitam menarik perhatian siapapun yang berdiri di sana. Mereka jadi pusat perhatian semua orang berpakaian putih di dalam ruang pesta tersebut.
"Dresscodenya putih tapi kau memaksaku memakai setelan hitam?" bisik Jiyong dan Lisa hanya tersenyum lantas mengangguk kecil. Begitu manis, begitu cantikhingga Jiyong tidak dapat mengeluh lagi. Lisa adalah tokoh utama dalam pesta itu dan wajar saja kalau ia ingin jadi pusat perhatiannya.
Namun belum sampai mereka sampai di depan orangtua Lisa, gadis itu sudah luar biasa gugup. Rasanya canggung berada di tengah-tengah sekumpulan orang yang menganggapnya gila. Rasanya sesak berada di sana setelah sebelumnya ia diperlakukan dengan begitu tidak adil. Kenangan-kenangan buruk menyerang Lisa dan Jiyong menyadarinya.
"Katakan padaku kalau kau sudah merasa tidak nyaman," bisik Jiyong, dengan lengan yang masih Lisa rangkul. Dengan senyum, pria itu mengusap punggung tangan Lisa, kemudian melanjutkan ucapannya, "kita bisa pulang kapan pun kau mau, jangan terlalu memaksakan diri, aku serius."
Seperti pesta-pesta formal lainnya, Lisa membawa Jiyong ke hadapan orangtuanya sebelum ia mulai menyapa tamu-tamu lainnya. Gadis itu mendapatkan ucapan selamat dari kedua orangtuanya kemudian mengenalkan Jiyong sebagai kekasihnya. Rasa gugup begitu menyesakan, tapi tentu tidak ada yang menyadari rasa sesak di balik senyum manisnya. "Selamat ulangtahun putriku, kau suka hadiah yang appa berikan?" tanya sang ayah yang kini memeluk putri kesayangannya itu. Putri kebanggaannya yang sempat dan masih hancur.
"Kenapa kau tidak memakai gaun yang eonnimu kirimkan?" tegur sang ibu, wanita baik, yang ingin memperlakukan kedua putrinya dengan adil. Selama hidupnya, hanya sang ibu yang tega memarahi Lisa, tentu bukan karena ia membenci Lisa, namun karena sang ayah terlalu menyayanginya dan lebih sering menutup mata atas kesalahan Lisa. "Dan kenapa kau memakai pakaian sependek itu? Ini bukan pesta musim panas, sayang," tegur sang ibu tentu dengan suara bisikan yang hanya sampai ke telinga Lisa.
"Maaf, aku tidak suka gaunnya dan hari ini ulangtahunku, kenapa aku harus memakai warna yang sama dengan semua orang? Aku jadi tidak terlihat spesial, iya kan appa?" ucap Lisa, membela diri, membenarkan sikapnya sekaligus mencari dukungan dari sang ayah.
"Tentu saja, ini hari ulangtahunmu jadi kau harus jadi yang paling spesial di sini. Memang kenapa kalau dia memakai gaun hitam? Putriku sangat cantik dengan gaun hitamnya," bela sang ayah seperti yang Lisa harapkan. Sikap sang ayah yang terkadang berlebihan membuat ibunya hanya mendesah kesal, pasrah akan keputusan suaminya yang sulit dibantah, dan Jennie hanya menatap iri pada kedekatan ayah dan adiknya itu.
"Appa... kenalkan ini kekasihku, Jiyong oppa, appa harus memperlakukannya dengan baik karena dia benar-benar pintar, dia membantuku menyelesaikan tugas akhir dan persiapan ujianku kemarin," ucap Lisa sembari mengenalkan Jiyong pada keluarganya, dan tentu saja itu bukan hal yang akan membuat Jiyong gugup setengah mati. Melayani pebisnis berumur adalah hal yang mudah untuknya. Karena ia juga salah satu pemegang saham dalam agensinya sehingga mau tidak mau berurusan dengan pebisnis berumur seperti ayah Lisa.
Jiyong dan Lisa dapat menguasai pesta itu dengan baik, memamerkan kemesraan tak berlebihan pada semua orang, menjadi pusat perhatian semua orang dan menjadi tokoh yang dibangga-banggakan ayah serta kakek Lisa pada seluruh rekan bisnis mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...