***
Dua kantung besar berisi belanjaan menggantung di tangan Mino, sedang di tangan Lisa aada sekotak kue ulang tahun juga sebuah kotak berisi Wine produksi tahun 1995. Kedua orang itu berjalan di lorong apartemen setelah sebelumnya kesulitan karena semua belanjaan itu di motor. Jam delapan sebentar lagi tiba, namun tidak satupun dari mereka yang terlihat panik. Awalnya Mino menyuruh Lisa untuk menaruh dulu barang-barang belanjaan mereka di rumah Lisa. Mino bilang ia akan menelepon Bobby dan menanyakan dulu kode pintunya. Saat itu Mino belum tahu kalau Lisa sudah hafal kode pintu rumah Bobby.
Awalnya Mino terkejut karena Lisa mengetahui kode pintu rumah Bobby, namun beberapa detik kemudian Mino kembali terkejut karena rumah Bobby yang sangat kotor⸺ untuk ukuran standar Mino. Sisa makanan, bungkus camilan, kaleng-kaleng bekas, botol minuman sampai puntung rokok bertengger di atas meja ruang tegah.
"Ini masih lebih baik dibanding saat pertama kita masuk ke sini," komentar Lisa. Gadis itu menaruh bawaannya di atas meja makan, setelahnya ia membuka jendela sekaligus pintu besar yang menghubungkan bagian dalam rumah dengan balkon. "Pertama kita harus bersih-bersih, jam berapa Bobby oppa akan pulang?"
"Tetap saja ini kotor," Mino bersikeras dengan ekspresi jijiknya. "Aku akan menjemputnya jam tujuh malam nanti," jawabnya.
"Apa yang oppa katakan sampai Bobby oppa mau di jemput?" tanya Lisa sembari membawa kompor portabel ke balkon. Mino belum menjawab pertanyaan Lisa, namun perhatian gadis itu sudah teralihkan oleh tetangga Bobby yang tampan. "Eh? Jiyong oppa! Halo oppa!" seru Lisa sembari melambaikan tangannya pada Jiyong yang tengah merokok di balkon apartemennya sendiri.
"Oh hai..." jawab Jiyong sedikit canggung dan buru-buru mematikan rokoknya. Entah apa yang pria itu pikirkan, tapi rasanya merokok di depan gadis kecil seperti Lisa adalah sebuah kesalahan. Bahkan tanpa tahu usia gadis itu yang sebenarnya, hanya dengan melihat sikapnya, Jiyong bisa menyimpulkan kalau Lisa hanya seorang anak-anak.
"Aku bilang padanya kalau aku ada urusan di dekat restorannya, dan menawarinya tumpangan pulang," cerita Mino sembari berjalan ke balkon, menghampiri Lisa yang masih tersenyum pada Jiyong dengan kompor portabel di tangannya.
"Oppa, kemarilah, merokok saja di sini," ajak Lisa. "Ayolah... tidak perlu sungkan, loncat- uhm... maksudku masuk saja lewat pintu depan, ada banyak camilan di sini, Mino oppa juga merokok," desak Lisa, tidak mudah ditolak.
Jiyong yang tidak bisa menolak setelah mendengar tawa renyah Lisa kemudian mengangguk, berjalan ke dalam rumahnya dan menutup pintu balkonnya. Jiyong belum ingin melompat kemudian terlibat dalam kecelakaan mengerikan seperti jatuh dari lantai dua puluh. Beberapa detik setelahnya ia menekan bel pintu rumah Bobby, hanya sekali tekan karena dalam waktu beberapa detik seseorang sudah membukakan pintu untuknya.
"Selamat datang..." ucap Lisa sembari membukakan pintu, sementara Mino tengah memasukan beberapa belanjaan ke lemari es kosong milik Bobby. Mino kadang heran, kenapa Bobby lebih suka menyimpan sisa makanan basi dibanding memasukannya ke dalam lemari es. Lisa terkekeh, "rasanya aneh menerima tamu di rumah orang lain," ucapnya sembari bergeser, memeberi jalan masuk untuk Jiyong. Lisa mempersilahkan Jiyong duduk di meja piknik yang ada di balkon bersama Mino dan keduanya ia persilahkan juga untuk merokok di sana.
"Duduk saja di sini dan merokok atau mengobrol saja," tutur Lisa sembari menaruh sebuah asbak di antara mereka. Setelahnya, Lisa yang masih berdiri di sebelah meja mendaftar tugas-tugasnya. "Sampah sudah dibuang, kompor sudah, daging dan sosis ada di lemari es, bir dan minuman lainnya sudah di lemari es, kue juga sudah di lemari es, apa lagi? Tidak boleh meniup balon atau memasang pita?"
"Bobby tidak suka balon, kau yang bilang begitu," ucap Mino sembari membuka kaleng bir yang diberikan Lisa padanya. Gadis itu memberi Mino dan Jiyong masing-masing satu kaleng bir.
"Ah iya... bagaimana dengan pita?"
"Sepertinya Bobby juga tidak akan suka pita? Balon dan pita biasanya satu paket," komentar Jiyong.
"Tapi rasanya aneh pesta ulang tahun tanpa balon dan pita. Ah kembang api! Oppa di mana kembang api tadi?"
"Di plastik belanjaan, bersama keripik- ya! Kau tidak memasukannya ke dalam lemari es kan?" seru Mino membuat Lisa berlari ke arah dapur, membuka lemari es dan mengeluarkan sekantung camilan di sana.
Lisa tertawa di depan lemari es, lantas berucap, "untung saja belum lama, kembang apinya belum dingin," ucap Lisa sembari membawa sekotak kembang api ke balkon dan ikut duduk di sana.
"Ceroboh," komentar Mino dan Jiyong hanya menyembunyikan senyumnya dengan meminum birnya
"Ah hyung, tiga lamborghini di tempat parkir itu milikmu?" tanya Mino sembari mengeluarkan asap rokok dari mulut dan hidungnya.
"Hitam dan putih milikku, kenapa?"
"Ah... berarti lamborgini putih yang satunya milik Bobby? Bocah itu benar-benar aneh, dia punya tiga mobil tapi selalu pergi naik bus," komentar Mino.
"Itu milikku," ucap Lisa dengan wajah tidak berdosanya "oppa menggoresnya dengan motormu kan? Oppa mau ganti rugi?"
Apartemen mewah tidak akan lengkap tanpa tempat parkir yang juga mewah, atau minimal luas dan layak. Hal yang nyatanya membuat tempat parkir itu terlihat sangat mewah adalah mobil-mobil yang terparkir di sana. Dua Rolls Royce milik Jiyong dan Mino, dua buah Lamborghini Avendator SV milik Jiyong dan Lisa, sebuah Lamborghini Avendator putih milik Jiyong, satu Bentley Mansory yang juga milik Jiyong, kemudian Range Rover dan Ferrari California milik Bobby dan dua buah motor Ducati Monster 1100 berbeda warna milik Mino. Ada terlalu banyak kendaraan untuk ukuran empat orang penghuni⸺ sepuluh kendaraan, dengan pajak yang semuanya harus dibayar.
"Itu milikmu? Sungguh? Lalu kenapa aku tidak pernah melihatnya keluar tempat parkir?" tanya Mino dan Lisa hanya tersenyum malu. Gadis itu tidak punya lisensi untuk mengemudi.
"Tidak punya izin atau tidak bisa menyetir?" goda Jiyong.
"Tolong jangan diperjelas!" tegas Lisa yang tentunya mengundang tawa.
"Putri pemilik Perusahan Otomotif memang berbeda, mereka memakai mobil mewah hanya untuk pajangan di tempat parkir yang gelap," ledek Mino dan Lisa semakin menekuk wajahnya. "Jual saja mobilmu, lalu pakai uangnya untuk langganan taksi," susul Jiyong dan Lisa mendengus kesal karenanya. Lisa pernah bisa menyetir, gadis itu pernah menjadi pengemudi ulung. Hanya saja, saat ia tinggal di Jepang, ia tidak punya akses untuk mengemudi hingga ia lupa caranya mengemudi. Sepertinya Lisa memang berbakat dalam urusan mencairkan suasana. Mino yang sebelumnya pendiam, juga Jiyong yang sulit dijangkau tanpa sadar mulai menikmati obrolan mereka. Walau sebagian besar obrolan mereka hanya berisi ejekan-ejekan, tapi bisa menerima ejekan juga harus dimasukan dalam kategori kemampuan penting⸺ karena di sanalah kelebihan Lisa berada.
"Berapa lama kau tinggal di Jepang? Sampai lupa caranya menyetir?" tanya Jiyong.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan di Jepang? Sampai lupa caranya memakai mesin cuci dan sekarang lupa caranya menyetir?" tambah Mino sembari melihat jamnya. Sudah saatnya ia pergi menjemput Bobby. Sembari bangkit dan mematikan rokoknya, Mino merogoh saku celananya, mencari kunci motornya di sana. Sebelum pergi, pria itu menenggak habis birnya kemudian meraih jaket kulit hitamnya lantas berpamitan dan pergi dari sana.
"Hati-hati! Kalau sempat bawakan aku pasta yang ada kerangnya dari restoran Bobby oppa ya," pinta Lisa, mengantar Mino dengan lambaian tangannya setelah pria itu menyuruhnya untuk menyiapkan kue juga lilin. Mendengar permintaan Lisa, Mino hanya membentuk oke dengan jari telunjuk serta ibu jarinya, tanpa menoleh dan tanpa mengatakan apapun lagi.
"Jadi, apa yang kau lalukan di Jepang sampai melupakan caranya menyetir?" ulang Jiyong setelah Lisa kembali mencurahkan perhatiannya padanya. Gadis itu duduk di depan Jiyong dan hendak meminum birnya sendiri sekarang.
"Aku di Jepang untuk- Kenapa oppa penasaran?" jawab Lisa enggan memberi jawaban atas pertanyaan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...