***
Lisa sudah hampir satu tahun hidup di rumah sakit jiwa. Hidup bersama dengan orang-orang yang sudah berhenti mengurusi masalah sosial mereka, hidup dengan mereka yang menghabiskan waktunya untuk menghela nafas berat mereka. Diperlakukan sama seperti mereka yang lebih ingin berhenti bernafas dibanding hanya bisa menghela nafas berat. Sudah banyak adegan bunuh diri yang Lisa lihat, mulai dari melompat dari atap, menyayat pergelangan tangan, overdosis obat, menenggak racun, selama hidupnya di rumah sakit jiwa, Lisa sudah melihat semua itu.
Awalnya, Lisa merasa sedih atas kematian orang-orang itu, ia merasa mereka semua mati dengan cara yang tidak adil, Lisa dapat merasakan keputusasaan mereka. Namun semakin lama ia tinggal di rumah sakit jiwa itu, ia menyadari hal lain— bahwa kematian orang-orang itu tidak merubah apapun.
"Oppa, kau tahu apa yang terjadi di rumah sakit ketika ada orang depresi yang bunuh diri?" tanya Lisa sembari bersandar di pintu mobil, melihat bayangannya sendiri di kaca spion samping. Jiyong sudah lebih dulu mengantar Seunghyun dan keponakannya pulang, lalu sekarang menyetir keapartemen mereka.
"Dua jam pertama beberapa orang-orang yang mengetahui kejadian itu akan menangisi kepergian orang depresi itu. Memandangi jasadnya, dan membayangkan bagaimana kalau mereka yang terbaring di sana. Kemudian saat prosesi pemakaman, mereka juga menangis, namun hanya untuk formalitas. Begitu prosesi pemakaman berakhir, air mata mereka juga berhenti, mata mereka benar-benar mirip seperti kran air yang bisa di buka dan di tutup sesuai kebutuhan. Kemudian orang-orang yang masih hidup itu mulai membicarakannya, 'akhirnya dia bunuh diri sungguhan, sudah berkali-kali dia berusaha bunuh diri tapi tidak pernah berani, dia sebenarnya orang yang penakut, tapi akhirnya dia berhenti merepotkan orang lain' beberapa perawat mengatkan hal itu beberapa jam setelah prosesi pemakaman berakhir. Satu atau dua perawat yang mungkin sudah sangat lelah dengan pekerjaan mereka. Lalu para pasien depresi lainnya mulai membanggakan dirinya sendiri 'dia benar-benar bodoh, dia memilih mati hanya karena kekasihnya menikah dengan gadis lain' begitu yang mereka katakan. Tidak ada yang benar-benar peduli atas kematian orang itu, mereka hanya menggapnya sebagai hiburan, karena hampir setiap bulan ada yang mencoba untuk bunuh diri," cerita Lisa tanpa menunggu Jiyong bicara.
"Karena kita membahas ini, aku ingin bertanya padamu," ucap Jiyong meminggirkan mobilnya di tepi jalan "apa kau juga pernah mencoba bunuh diri?"
Lisa tidak menjawabnya, hanya menaikan kausnya dan menunjukan sebuah luka sayatan yang cukup panjang di bawah tulang rusuk bagian kirinya. Jiyong menghela nafasnya kemudian mengulurkan tangannya untuk menutup kembali perut Lisa.
"Setelah aku melakukannya, setelah aku hampir benar-benar mati karenanya, semua orang menghakimiku 'apa kau bodoh? Kau mencoba bunuh diri hanya karena pria berengsek yang berselingkuh? Ayolah itu berlebihan' hanya itu yang ku dengar selama aku di Jepang. Bahkan appaku mengatakan hal yang sama. Tidak ada yang benar-benar peduli pada ratusan alasan yang membuatmu ingin mengakhiri hidupmu. Aku yakin oppa juga punya banyak alasan sebelum akhirnya memutuskan untuk mencoba bunuh diri, tapi tidak akan yang mau repot-repot mencari ratusan alasan itu. Pada akhirnya ratusan alasan itu hanya akan terkubur bersama tubuhmu. Bahkan setelah mati pun, tidak akan ada yang menyadari sesulit apa hidupmu sebelum mumutuskan untuk bunuh diri."
"Kalau kau mengetahui semua itu, kalau kau tahu aku punya banyak alasan untuk melakukannya, kenapa kau menahanku? Harusnya kau tahu kalau aku-"
"Lalu setelah itu? Apa hanya karena aku tahu kau pasti punya ratusan alasan untuk bunuh diri lalu orang-orang akan mencari tahu alasanmu dan mencoba mengerti alasanmu oppa? Tidak, mereka akan bilang kau bunuh diri karena putus dengan Bora lalu menyalahkan Bora atas kematianmu, mereka akan bilang kau bunuh diri karena tidak tahan dengan tuntutan pekerjaanmu lalu menyalahkan agensimu, mereka akan menyalahkan orang-orang disekitarmu atau bahkan mereka bisa saja bilang kalau kau bunuh diri karena tidak sadar setelah menghisap ganja. Siapa yang peduli bagaimana rusaknya dirimu? G Dragon yang mereka kenal adalah orang yang bersinar di atas panggung, bukan seorang pria kesepian yang sedang berusaha melawan dirinya sendiri."
"Lisa-"
"Aku tidak membenci orang yang mati karena bunuh diri, aku menghormati keputusan mereka, mungkin mereka sudah tidak bisa menahan ratusan beban kecil di bahu mereka. Mungkin mati memang jalan terbaik yang bisa mereka pilih. Dibanding hidup dengan penuh beban, mati terdengar lebih menyenangkan. Tapi setiap kali melihat seseorang yang akan bunuh diri, mereka mengingatkanku pada diriku sendiri. Aku bisa merasakan ketakutan mereka, mereka juga takut untuk mengakhiri hidup mereka tapi seakan tidak punya pilihan lain, mereka menekan ketakutan itu."
Jiyonh melepas seat beltnya, mengulurkan tangannya dan memeluk Lisa. Jiyong tidak dapat memikirkan apapun saat itu, ia hanya ingin memeluk gadis yang terlihat sangat rapuh dihadapannya.
"Aku tahu aku tidak seharusnya mengatakannya sekarang, tapi dengarkan saja, hm?" pinta Jiyong sembari melepaskan pelukannya dari tubuh Lisa, menggenggam tangan bergetar gadis itu. "Aku tidak berjanji untuk menjagamu setiap saat, aku tidak berjanji untuk membuatmu bahagia setiap saat, tapi aku berjanji akan membantumu menghapus satu persatu alasanmu untuk mengakhiri hidupmu,"
"Bukankah oppa yang ingin bunuh diri?"
"Kau sudah menghapus ratusan alasanku untuk bunuh diri semalam, sekarang giliranku untuk menggagalkan rencana bunuh dirimu."
"Darimana oppa tahu kalau aku sedang memikirkan rencana bunuh diri?"
"Hanya orang gila yang bisa mengenali orang gila. Maksudku, aku bisa menebaknya, dari semua yang kau katakan sejak tadi. Kenapa kau sering sekali menangis? Apa itu membuatmu merasa lebih baik?" tanya Jiyong sembari mengusap pipi Lisa, msnghapus air mata yang sejak tadi mengalir di sana.
"Oppa baru saja bilang kalau aku orang gila? Ya! Enak saja! Aku tidak gila!" protes Lisa sembari menyingkirkan tangan Jiyong dari pipinya, mengerucutkan bibirnya membuat Jiyong terkekeh kemudian mengacak pelan poni gadis itu.
"Aku akan mengatakan pada semua orang kalau kita berkencan, jadi katakan hal yang sama,"
"Kenapa begitu? Enak saja... aku tidak-"
"Terserah... Toh beritanya sudah tersebar, kau belum lihat berita tentang aku yang datang ke pesta ulangtahunmu?" jawab Jiyong dengan nada santainya sembari kembali menyalakan mobilnya, kembali menyetir mobilnya. "Di mana restoran Bobby? Kurasa aku ingin makan di sana, kau membuatku mengeluarkan semua makananku setelah naik roller coaster tadi,"
"Ya! Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan makanan, bagaimana kalau orang-orang menulis-"
"Kau takut orang-orang tahu kalau kau pernah di rawat di rumah sakit jiwa? Kau takut mereka tahu kalau aku berkencan dengan gadis gila sepertimu?"
"Heish... kalau itu tidak akan ada yang tahu, appaku tidak akan membiarkan berita kalau putrinya gila tersebar, terapiku saja tidak terdaftar, appa membuatku jadi relawan tetap di rumah sakit untuk menutupi terapiku, kau pikir dia akan membiarkan harga sahamnya turun hanya karena kesehatan putrinya? Augh... bagaimana dengan karirmu? Bagaimana kalau-"
"Kalau begitu tidak perlu khawatir, tadi aku sempat khawatir kalau berita G Dragon berkencan dengan gadis gila akan jadi hot news tapi sepertinya itu tidak akan terjadi. Tenanglah, tidak akan ada masalah kalau mereka sudah tahu siapa dirimu sebenarnya."
Tuhan memang adil. Ia memberikan gadis baik untuk pria baik. Ia juga memberikan gadis gila untuk pria yang juga gila. Tapi kalau seorang gadis baik mendapatkan pria berengsek sebagai pasangannya, mungkin ia telah mengambil paket yang salah. Tentu bukan Tuhan yang salah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...