***
Hari itu Lisa terus mengekori Jiyong. Bukan tanpa alasan bukan juga karena ia bosan, rasanya sulit sekali melepaskan Jiyong dari pandangan. Setiap kali matanya tidak bisa melihat Jiyong, Lisa mulai merasa gelisah, Lisa mulai memikirkan hal-hali mengerikan seperti gantung diri atau melompat dari balkon. Namun sikap berlebihan gadis itu justru membuat Jiyong risih. Bagaimana tidak? Lisa benar-benar mengekori Jiyong. Jiyong pergi kekamarnya, Lisa ikut di belakangnya, Jiyong mengambil cola di kulkas, Lisa mengekorinya di belakang, seperti anak anjing tersesat yang terus mengikuti pria baik hati yang pernah memberinya makan.
"Ya! Apa yang sebenarnya sedang kau lakukan? Kenapa kau terus mengikutiku?" kesal Jiyong. Ia sudah tidak tahan lagi dengan Lisa yang terus mengikutinya sampai ke depan kamar mandi. Lisa terdiam, bukan tidak ingin menjawab, namun tidak dapat menemukan jawaban yang Jiyong inginkan. Gadis itu hanya menatap Jiyong dengan wajahnya yang terlihat seperti hampir menangis, tanpa mengatakan apapun.
"Heish... kau khawatir aku akan melukai diriku sendiri? aku sudah tidak mabuk sekarang jadi aku tidak akan melakukannya, tidak perlu khawatir," ucap Jiyong seakan ia dapat membaca pikiran Lisa.
"Sungguh?" tanya Lisa sembari mengamati wajah Jiyong, "tapi aku sudah berjanji untuk tidak mempercayai oppa lagi," ucapnya dengan sungguh-sungguh.
"Kalau begitu jangan percaya," balas Jiyong sembari mengusap pelan rambut Lisa kemudian melangkah ke sofanya, duduk di sana dan menyalakan TV. Lisa mengekorinya, duduk di sebelah Jiyong namun tetap memandanginya. "Kau benar-benar bisa menyukaiku kalau terus melihatku seperti itu," tegur Jiyong karena gadis yang sejak tadi ia biarkannya justru membuatnya semakin merasa risih. "Sungguh, kau membuatku merasa tidak nyaman Lisa, bersikaplah seperti biasanya saja," pinta Jiyong, yang sudah tidak tahan lagi.
"Kalau begitu, oppa mau menemaniku ke rumah sakit?"
"Kenapa? Kau sakit?"
"Hari ini jadwalku terapi,"
"Harus sekarang?" tanya Jiyong dan Lisa mengangguk. Pria itu menghela nafasnya kemudian mengangguk dan kembali mematikan TV yang belum sempat di tontonnya. "Baiklah, aku ganti baju dulu," ucap Jiyong sementara Lisa berpamitan untuk mengambil barang-barangnya di rumah.
Lisa berlari ke apartemennya sendiri, mengambil tas juga dompetnya. Gadis itu berusaha untuk bergerak secepat yang ia bisa tapi Jiyong lebih dulu selesai. Pria itu menunggu Lisa, hanya memakai celana panjang di luar celana pendeknya kemudian mengambil jaket dan kunci mobilnya. Matanya tidak sengaja melihat sepatu Cinderella di atas rak dan tersenyum, tidak pernah menyangka kalau ia akan benar-benar menyukai Cinderella aneh itu.
Ah! Mungkin Jiyong memang tidak memiliki perasaan apapun untuk Lisa sebelumnya, setelah ia tahu kalau Lisa pemilik sepatu itu pun Jiyong sama sekali tidak pernah benar-benar memikirkan Lisa. Namun setelah ucapan Lisa semalam yang membuatnya merasa sangat tersentuh, Jiyong merasa mulai penasaran pada gadis satu itu.
Lisa keluar dari apartemennya setelah mengambil tas kecilnya, namun langkahnya terhenti karena melihat Yoongi yang akan menekan bel apartemennya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Lisa begitu melihat Yoongi.
"Kau akan pergi?"
"Hm... apa yang kau mau?"
"Tidak ada, aku hanya ingin melihatmu, aku mengkhawatirkanmu setelah pesta kemarin dan aku belum sempat memberikan ini kemarin," ucap Yoongi sembari memberikan sebuah kotak pada Lisa. Lisa menerima kotak itu, membuka penutupnya dan melihat sebuah tas hitam di dalamnya, itu hadiah ulangtahunnya.
"Terimakasih," singkat Lisa. "Tapi aku tidak ingin menerima rasa khawatirmu juga hadiahmu," ucap Lisa, berusaha tetap terlihat baik-baik saja di hadapan Yoongi. Gadis itu mengulurkan tangannya, hendak menggembalikan bingkisan yang ia terima namun Yoongi belum bergeming.
Yoongi terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun ia terlalu gugup untuk membuka mulutnya, suasana terlalu canggung karena reaksi Lisa di luar ekspetasinya. "Kau tidak menemukan cinta yang kau butuhkan dariku, lalu apa kau menemukan cinta yang kau butuhkan itu dari diri si pelacur- maksudku Jennie?" tanya Lisa membuat Yoongi memalingkan wajahnya, menekan lidahnya di langit-langit mulutnya. Menahan diri.
Yoongi menganggukan kepalanya. Pria itu menerima kembali bingkisan yang tadi ia berikan kemudian mengatakan kalau ia mengerti. Ia mengerti alasan Lisa enggan menerima perhatian serta hadiah darinya. "Hm... tapi kau terus membuatku merasa khawatir," ucap Yoongi membuat Lisa merasa sangat sesak, untuk beberapa detik Lisa berfikir untuk kembali merebut Yoongi dari Jennie, namun suara Jiyong kembali menyadarkannya.
"Kenapa kau mengkhawatirkan kekasih orang lain? Apa kau punya terlalu banyak waktu luang? Untuk memikirkan gadis lain selain istrimu?" sela Jiyong sembari berjalan menghampiri mereka berdua, merangkul bahu Lisa "kau sudah siap?"
"Hm..." gumam Lisa sembari mengamati wajah Jiyong.
"Urusan kalian sudah selesai? Atau aku masih harus menunggu kalian mengobrol?" tanya Jiyong sembari menatap Yoongi dengan tatapan tidak sukanya.
"Hm... sudah, aku hanya ingin memastikan kalau dia baik-baik saja, aku pergi," ucap Yoongi sembari beranjak pergi dari tempat itu namun Lisa menahannya.
"Kenapa aku harus bertemu denganmu lagi seperti ini? Kenapa kau terus menemuiku seperti ini? Haruskah aku merasa berterimakasih karena kau masih mengkhawatirkanku? Tapi saat bertemu denganmu seperti sekarang, kau tahu apa yang kurasakan? Aku berharap hari yang seperti nereka ini akan segera berakhir. Kalau kita bertemu lagi, mungkin aku akan jatuh cinta padamu lagi, mungkin aku akan melakukan segala cara untuk merebutmu lagi, jadi jangan mengkhawatirkanku lagi, jangan menemuiku lagi, aku takut. Kau tahu sudah berapa kali aku berfikir untuk benar-benar membunuh Jennie? Kau tahu sudah berapa kali aku membayangkan bagaimana rasanya mendorong Jennie dari balkon seperti yang diceritakannya pada orang-orang? Aku selalu memikirkan semua itu setiap malam. Kau dan Jennie membuatku takut. Aku takut akan berubah menjadi gadis mengerikan yang menginginkanmu. Aku takut semakin membenci Jennie dan benar-benar menjadi gila seperti yang kalian harapkan. Semakin sering aku melihat kalian, aku semakin takut, jadi tolong jangan muncul lagi di sini, jangan mengkhawatirkanku lagi, biarkan aku menjalani sendiri hidup tenangku," ucap Lisa tanpa memberi jeda pada Yoongi untuk menyela. Lisa menggandeng Jiyong, meninggalkan Yoongi yang masih berusaha mencerna pidatonya barusan.
"Jangan menanyakan apapun," pinta Lisa dengan suara yang sangat pelan pada Jiyong. Gadis itu telah membuat dada Yoongi semakin terasa sesak. Membuat Yoongi merasa tenggelam, jauh ke dasar kolam penuh air.
Seperti yang Lisa minta, Jiyong benar-benar tidak menanyakan apapun, ia hanya menyetir mobilnya keluar dari gedung apartemen itu sampai akhirnya handphonenya bergetar.
"Halo hyung?" ucap Jiyong setelah memasang earphonenya.
"Aku dan keponakanku akan pergi ke taman bermain, aku membaca pesanmu tadi pagi dan bagaimana kalau kau ikut bersamaku?" ucap Seunghyun setelah mendengar suara Jiyong di sisi lain panggilannya.
"Taman bermain? Everland?"
"Terlalu jauh, Seoul Land,"
"Sekarang juga? Sebentar-" ucapnya pada Seunghyun. "Kau mau pergi ke Seoul Land sekarang?" tanyanya, kali ini pada Lisa.
"Boleh," jawab Lisa tanpa melihat Jiyong, gadis itu masih sibuk menenangkan dirinya sendiri
"Lalu terapimu?"
"Bisa besok,"
"Baiklah. Hyung kau masih di sana? Aku ikut denganmu, langsung bertemu di tempatnya atau aku harus menjemputmu dulu?"
"Tentu saja jemput aku dulu, kau sedang bersama seseorang?"
"Hm... temanku, baiklah, aku akan tiba di rumahmu dua puluh menit lagi," ucap Jiyong sebelum ia menutup panggilannya dan memutar arah mobilnya menuju rumah Seunghyun.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Loser
FanfictionFanfiction untuk Kwon Jiyong dan Lalisa Sejujurnya, aku tidak pernah cocok dengan dunia, aku selalu sendirian. Sudah lama, sejak aku lupa akan cinta. Aku tidak lagi mendengarkan lagu cinta yang penuh Harapan. Kamu dan aku, kita berdua, hanya badut s...