Sasha yang Baik

769 63 5
                                    

Sasha POV

Akhirnya, selesai juga masa MOPD di sekolahku. Hari Senin nanti aku sudah mulai masuk sebagai siswa kelas X IPA dan menjadi calon anggota PMR juga Pencinta Alam di sekolahku. Masih calon karena nanti ada Latihan Dasar Kepemimpinan tiap ekskul sebagai syarat akan dilantiknya siswa baru menjadi anggota ekskul.

Seperti biasa bersama Yori dan Zulfa, aku menuju parkiran dimana ada mobil Iqbaal disitu, tempat aku janjian disuruh nungguin dia untuk pulang bareng.

"Udah Yor, Fa.. kalian pulang duluan aja. Aku nunggunya bisa sendiri kok." Ucapku pada Yori dan Zulfa.

"Yakin nih?? Tar kaya waktu itu lagi.."  jawab Zulfa cemas.

"Engga... Ini Iqbaal udah wa, sebentar lagi dia turun katanya." Balasku sambil tersenyum.

Mereka itu sangat baik padaku, peduli dan sangat perhatian.

"Ya udah deh kalo gitu, kita duluan ya.." ucap Yori.

"Sampe ketemu Senin ya.." seru Zulfa sambil melambaikan tangannya dan merekapun pergi meninggalkanku.

10 menit menunggu. Aku lihat Iqbaal berjalan agak tergesa, tapi dia tidak sendirian. Ada Jeni yang berjalan bersamanya. Agak aneh sih, tapi aku bersikap senormal mungkin. Aku ngga mau menunjukkan kekagetannku di hadapan mereka. Aku pasang tampang dengan berusaha senyum semanis mungkin ketika mereka sampai di hadapanku.

"Sha.. lama ngga?" Tanya Iqbaal padaku. Dan sepertinya Jeni tidak suka melihat keberadaanku.

"Engga kok.." jawabku.

"Yuk??" Ajak Iqbaal sambil membukakan pintu depan yang sepertinya untukku, tapi Jeni yang masuk duluan. Iqbaal hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Jeni, kemudian membuka pintu belakang untukku.
"Disini dulu ya sayang.." ucap Iqbaal berbisik dan Akupun hanya mengangguk dan tersenyum padanya. 

Dibalik kemudinya Iqbaal memasang sabuk pengamannya dan menoleh ke arahku.

"Kita anterin Jeni dulu ya Sha, ke Rumah Sakit deket sini, ayahnya sakit." Terang Iqbaal.

"O iya kak," jawabku mengangguk. Dan aku bingung harus basa-basi apa mendengar berita itu, takut Jeni menganggapku hanya cari muka aja. Terlebih dia tadi dikantin sudah memperingatkanku. Lebih baik aku tidak banyak bicara.

"Kamu anterin dia dulu deh, baru kita ke RS.." rengek Jeni pada Iqbaal sambil memegang lengan Iqbaal, dan itu membuat dadaku sedikit panas.

"Enggak bisa Jen, kamu duluan.. baru Sasha.." tegas Iqbaal.

Aku sedikit merasa ngga enak pada Jeni. Tapi aku juga enggan untuk basa-basi dengannya. Aku ngga mau juga berdebat dengan Iqbaal mengenai keputusannya.

"Kamu ngga apa-apa kan Sha, aku anterin dulu Jeni,?" Tanya Iqbaal padaku.

Jeni melihat sinis ke arahku. Mungkin dia mau aku menuruti keinginannya.

"Ngga apa-apa kok.. kalau mau anterin aku dulu juga boleh." Ucapku kemudian karena ingin mengakhiri perdebatan ini dengan sedikit mengalah.

"Jangan sayang, nanti mamamu marah sama aku. Kan aku udah janji sama mama." Jawab Iqbaal yang sepertinya sengaja membuat Jeni harus mengerti. Dia sengaja memanggilku dengan sebutan sayang, dia juga dengan sengaja memanggil mamaku dengan sebutan mama, padahal kenyataannya dia masih memanggil mamaku Tante jika mengobrol dengan mama, meskipun mama menyebut dirinya mama ketika ngobrol dengan Iqbaal.

Aku hanya bisa mengangguk pelan dan kemudian menunduk memainkan ponselku. Aku ngga mau berdebat panjang dengan Iqbaal di hadapan Jeni. Dan Akupun juga ngga mau melihat reaksi Jeni terhadap ucapan Iqbaal tadi padaku.

Aku tau Iqbaal sangat sengaja berbicara seperti itu di hadapan Jeni. Mungin Iqbaal ingin sekali membuat Jeni mengerti tentang posisinya dia yang sekarang. Iqbaal yang sudah putus dengan Jeni, dan Iqbaal yang sudah mempunyai pacar baru. Yaitu aku.

Aku cukup senang dengan sikap tegasnya kali ini, tapi aku juga masih merasa ngga enak sama Jeni. Aku sedikit merasa iba padanya. Ah entahlah, apa perasaanku benar atau tidak. Tapi itu yang sesungguhnya aku rasakan.

Iqbaal POV

Aku sengaja ingin membuat Jeni mengerti posisiku saat ini. Sebenarnya aku sudah tidak mau berhubungan lagi dengan dia, tapi beribu cara dia lakukan untuk sekedar ingin dekat denganku.

Tapi sekarang aku harus sedikit tegas dengannya, aku juga ngga mau dia terus berlarut dengan perasaan lamanya padaku yang entah sudah menjadi tulus atau masih mau memanfaatkanku seperti dulu. Entahlah. Aku ngga mau ambil pusing lagi dengan hal itu.

Untunglah ada Sasha sekarang, kulihat tak sedikitpun dia menunjukkan rasa marah atau bahkan rasa cemburunya di depan Jeni. Dia terlihat bersikap lebih dewasa dibanding usianya yang dibawahku, bahkan lebih muda dari Jeni yang sekarang terlihat bertingkah sangat kekanak-kanakan.

Sampai di RS, Ali sepertinya harus ikut mengantar Jeni ke dalam. Rasanya tidak salah jika aku masih sedikit berlaku baik padanya. Aku menoleh ke belakang.

"Aku turun dulu sebentar nganterin Jeni, kamu mau ikut turun?" Tanyaku pada Sasha.

"Ah engga kak, aku nunggu disini aja" jawabnya. Dan ku harus mengerti untuk jawabannya kali ini dan tidak memaksanya ikut denganku ke dalam.

"Okey, tunggu sebentar ya.. aku ngga akan lama.." ucapku padanya sambil tersenyum dan sedikit mengedipkan mataku untuk menggodanya. Tapi kulihat dia malah tersenyum menunduk dan salting sepertinya. Dia selalu menggemaskan dengan sikapnya.

"Yuk, aku antar kamu kedalam." Ajakku pada Jeni yang sudah duluan turun tanpa kubukakan pintunya. Sepertinya dia jengah sekali melihat sikapku pada Sasha. Biarlah, biarkan Jeni mengerti dengan posisiku yang sekarang.

"Udah deh, kamu ngga usah nganterin aku!. Aku bisa sendiri. Kamu urusin aja anak baru yang kecentilan itu!!" Serunya kesal sekali sambil menunjuk ke arah Sasha yang masih duduk di dalam mobil.

Jeni pergi dengan tergesa dengan langkah kesalnya. Aku hanya bisa menggedigkan bahuku dan menggelengkan kepalaku melihat sikapnya. Aku juga kesal dengan ucapannya tentang Sasha.

Aku segera membuka Pintu belakang dimana Sasha masih duduk dan memperhatikanku dari dalam mobil.

"Pindah ke depan yuk.." ajakku pada Sasha dan segera membuka pintu depan untuknya.

Tanpa berbicara, Sasha mengambil tasnya dan keluar dari mobil. Menutup pintu belakang dan langsung duduk di depan. Aku menutup pintunya pelan.

Sasha memang perempuan yang sangat baik, sikapnya yang penurut membuatku semakin menyayanginya.
Aku takut sekali menyakiti perasaannya. Aku takut melukai hatinya yang sangat lembut.

Aku duduk dibalik kemudi dan bersiap melajukan mobilku meninggalkan Rumah Sakit.

"Maafin aku ya Sha..." Ucapku lembut padanya sambil memandang lekat wajahnya. Dia hanya berusaha tersenyum padaku.

"Ngga apa-apa kok kak, ngga perlu minta maaf.." katanya.

"Makasih..." Tanganku otomatis terulur untuk mengusap pucuk kepalanya. Entahlah makasih untuk apa. Tapi sepertinya ucapan itu harus aku sampaikan padanya. Untuk sikapnya yang sangat baik padaku dan untuk sikapnya yang baik juga pada Jeni hari ini.

Dia hanya mengangguk pelan dan tersenyum manis. Manis sekali. Seperti sikapnya hari ini.

Ah Shaaaaa, sikapmu membuatku semakin jatuh cinta setiap harinya. Dan semoga akan selalu seperti itu.

CINTA ALESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang