Sasha pov
Berbeda dengan sikapnya kepada Jeni, sikap Iqbaal pada Zea sepertinya lebih bersahabat. Tepatnya, kadang Iqbaal masih ada seperti agak salting gitu kalau mereka lagi ngobrolin masa lalu mereka pada zaman SMP. Ya, masa-masa mereka saling baper dan jadian. Mereka sedang mengenang masa-masa itu, sampai sepertinya Iqbaal lupa kalau ada aku disampingnya.
Dia sibuk tertawa lepas sambil melihat Zea yang duduk di kursi belakang dari kaca spion dan kadang menggaruk-garuk tengkuknya hingga sesekali mengusap-usap hidungnya sambil melirik padaku yang berusaha asik sendiri dengan handphone di tanganku.
Tuhaaaan, Aku benar-benar ingin menghilang dari mobil ini.
Mungkin Zea masih bersikap seperti menghargai aku, karena kadang dia mengajakku dalam perbincangan mereka. Aku hanya menanggapinya dengan tersenyum dan sesekali mengangguk-anggukan kepalaku, walaupun jujur, aku tak tertarik dengan perbincangan mereka yang lebih seperti mengenang masa lalunya daripada hanya sekedar niat bercerita padaku.
"Aku mau pulang." Ucapku pelan saat berada di lampu merah dan perbincangan mereka sempat terhenti. Zea sepertinya sedang mengangkat telfon dari seseorang.
Iqbaal terlihat dari ujung mataku sepertinya menoleh padaku yang tak menatapnya, pandanganku lurus kedepan saat berbicara pelan padanya.
Tangannya terulur dan mengusap rambut di pucuk kepalaku pelan.
"Iya, ini kita kan mau pulang.." jawabnya lembut, yang sepertinya dia sudah mulai menyadari dan dapat merasakan ketidaknyamananku.
"Kita anterin Zea dulu ya,?" Lanjutnya.
"Anterin aku dulu aja!" Ucapku.
Kulihat Iqbaal menghela nafas. Tangannya mengusap punggung salah satu tanganku.
"Iya sayang, sabar dulu ya.." ucapnya pelan, ketika akhirnya Zea selesai menelfon dan Iqbaal melajukan mobilnya lagi setelah lampu hijau menyala.
Aku tak merespon ucapannya dan tetap memandang lurus kedepan. Sampai akhirnya menyadari kalau ini bukan jalan menuju rumahku.
Iqbaal tetap mengantarkan Zea terlebih dahulu dan tak mengindahkan ucapan kekesalanku padanya.
Aku berusaha tetap bersikap senormal mungkin ketika Zea kembali mengajakku ngobrol. Aku tak ingin memperlihatkan kebeteanku secara jelas di depan Zea.
"Kamu udah lama kenal Iqbaal?" Tanya Zea.
"Pas baru masuk sekolah aja.." ucapku tetap berusaha tersenyum.
"Dia aku yang ospek, dia anak baru di Bandung..." Ucap Iqbaal menambahkan.
"O ya? Emang aslinya darimana?" Tanya Zea yang ingin terlihat seperti tertarik dengan asal-usulku.
"Jakarta.." jawabku.
"Ohhh..." Zea mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kamu mau mampir dulu kan?? Udah lama sekali kan ngga pernah mampir." Ucap Zea sambil menepuk pundak Iqbaal ketika kami sampai di depan rumahnya."Emhhh..." Iqbaal menatapku yang sedang penasaran dengan jawabannya.
"Engga deh Zee, ini udah sore.." ucapnya."Yahhh, bentar aja deh.. pasti di dalem ada bundaku, kangen kue buatan bunda kaaan??" Ucap Zea memaksa. Sambil mengusap lengan Iqbaal, dan itu berhasil membuat dadaku makin terasa panas.
"Lain kali deh ya, kasian Sasha..udah sore." Jawab iqbaal meyakinkan Zea.
"Ya udah janji ya, kapan-kapan mampiir..." Jawab Zea akhirnya sambil menepuk pundak Iqbaal kembali dan segera turun dari mobil setelah melambaikan tangannya padaku.