Sasha POV
"Iya Sha, ini aku.."
"Udah balik, aku kembali Sha.."Dan sekarang dia sudah tepat berada di hadapanku. Wajahnya masih sama, namun sekarang dia tampak lebih dewasa.
Namun bayangan menyakitkan di masa lalu saat dia begitu saja menghilang dan meninggalkanku kini berkelibatan dalam fikiranku. Bagaimana dulu aku begitu terpuruk dan menyedihkan. Menunggunya, mencarinya, tiap malam tak berhenti menangis ketika harapan untuk menemukannya sama sekali tak ada, membuat mataku kini buram.
Air mata memenuhi kelopak mataku yang sudah memanas, aku menggelengkan kepalaku tak percaya.
"Aku Sean Sha, maafin aku..." dia berusaha mendekat dan akan meraih tanganku.
Refleks kakiku bergerak mundur dan kepalaku menggeleng kuat kali ini.
Aku sudah berusaha sekuat hati untuk kemudian melupakannya, dan mengapa hari ini dia berdiri di hadapanku seolah nyata??
Air mata lolos dari kedua mataku yang sekarang berkedip dan terus mengalir. Aku berusaha menahan dan menyekanya.
"Enggak.." ucapku dengan menggeleng kuat kepalaku.
Langkahku mundur dan menghindari tangannya yang hendak meraih tanganku.
Aku menerobos masuk dengan suara isakan yang lebih keras. Hatiku terasa perihhh, sakit sekali.
Aku berlari masuk dan naik ke dalam kamarku. Menutup pintu dengan keras, menguncinya dan menjatuhkan badanku di kasur.
Aku menenggelamkan wajahku dibalik bantal dan sekuat tenaga menahan agar jeritan tangisanku tidak terdengar sampai keluar kamarku.
Iqbaal POV
Aku sama sekali ngga ngerti. Apa yang sebenarnya terjadi di hadapanku.
Laki-laki itu mendekati Sasha, tapi Sasha malah menangis dan memilih untuk berlari masuk ke dalam rumah dan menghindarinya.
Kulihat laki-laki itu tampak bersalah dengan sikap Sasha barusan, dia hanya tetap berdiri dan memandang Sasha berlalu pergi darinya.
Kini dia berbalik memandangku, dan aku pun masih memandangnya dari tadi dengan bingung.
"Aku Sean.." ucapnya mengulurkan tangan padaku.
"Aku Iqbaal." Jawabku sambil menjabat uluran tangannya.
Mama Ida kemudian datang dan memecah kecanggungan di antara kami sekarang, yang bahkan baru bertemu dan tidak saling mengenal. Selain namanya barusan.
"Hei Baal, ayo sini masuk.." ajak mama Ida padaku.
"Maaf ya, sepertinya Sasha memilih untuk istirahat dan tidak mau diganggu." Ucapnya kemudian."Ya udah Mah ngga apa-apa, aku juga mau pamit pulang. Maaf tadi pagi ngga sempet pamit." Ucapku sambil mencium punggung tangan mama Ida.
"Iya ngga apa-apa nak, hati-hati yaa. Makasih udah ngajak Sasha jalan-jalan. Tadi pagi Sasha sangat bersemangat mau pergi sama kamu." Lanjut mama Ida yang kini membuatku merasa bersalah karena tadi sudah membuat Sasha bete dan membunuh semangatnya di pagi hari.
Aku mengangguk-anggukan kepalaku dan berusaha tersenyum tulus pada mama Ida. Aku memilih bergegas pergi pulang setelah pamitan dan meninggalkan begitu banyak pertanyaan tentang siapa sebenarnya laki-laki yang telah membuat Sasha menangis.
Tapi biarlah nanti aku mencari tahu itu, langsung dari Sasha.
Aku masih merasa bersalah juga pada Sasha yang belum sempat menyelesaikannya di perjalanan pulang tadi.
"Maafin aku Sha," batinku sambil menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi kurasa. Aku ingin segera sampai rumah, beristirahat, dan mencerna semua yang terjadi hari ini.
Sasha POV
"Sha, sayang..." aku mendengar suara mama memanggil dan mengetuk pintu kamarku. Aku belum berniat beranjak dari kasurku dan kudengar mama kembali mengetuk.
"mama masuk ya nak.." katanya lagi.
Aku beranjak dari kasur dan menyeka sisa air mataku, mengambil tisu di meja rias dan membersihkan wajahku. Hanya tampak mataku yang sembab dan sedikit bengkak akibat tangisanku tadi.
Aku membuka memutar kunci dan membuka kamarku, lalu aku kembali duduk di kasur.
Mama berjalan mendekatiku dan kemudian ikut duduk dikasur, di sampingku. Mama merengkuh bahuku. Dan kemudian berbicara dengan lembut padaku.
"Sean masih menunggu dibawah sayang, temuilah dia sebentar saja" ucap mama padaku.
Aku menggelengkan kepalaku. Dan menunduk melihat jari-jari kakiku, tanpa berbicara.
"Dia sudah menunggumu dari pagi, dan katanya dia akan segera berangkat kembali ke London dengan penerbangan besok malam." Ucapan mama membuatku mengangkat daguku dan menatap mama.
"Temuilah dia nak, kalian harus bicara.." ucap mama lembut. Lalu aku mengangguk samar.
Rasanya butuh kekuatan lebih, untuk aku kembali teringat dengan masa laluku. Masa lalu yang sudah berusaha aku simpan dan kubur dalam-dalam di hati dan fikiranku. Tapi sekarang dia kembali dan aku harus menemuinya. Apa-apaan ini. Semesta seolah sedang mengajakku bercanda kali ini.
"Sebentar lagi aku kebawah mah.." ucapku pelan.
"Baiklah sayang, mama dan Sean tunggu di bawah ya.." aku mengangguk dan kemudian menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci wajahku dan mengganti pakaianku.
***
Kini aku duduk di hadapannya, dibangku taman samping rumahku.
Dia tetap memandangku lekat, sementara aku lebih banyak menunduk memainkan gelas minumku dan menghindari tatapannya.
"Sha, apa kabar??" Tanyanya memecah kesunyian diantara kami.
"Baik.." jawabku pelan.
"Syukurlah.." ucapnya lagi.
"Aku senang sekali bisa bertemu lagi dengan kamu Sha.."Aku hanya mengangguk tanpa bicara.
"Kamu udah makan siang?" Tanyanya
Aku menggelengkan kepalaku.
"Kita keluar cari makan yuk?? Ini sudah jam 1, aku juga belum makan." Tambahnya lagi.
Aku berfikir sejenak, namun dia tidak memberiku waktu yang lama untuk berfikir. Dia kembali merayuku untuk mau pergi dengannya.
"Ayolah Sha, aku mohon...aku mau bicara sama kamu, mungkin tidak dirumahmu. Biar suasananya lebih netral untuk kita." Ucapnya lagi.
"Aku janji Sha, aku hanya ingin bicara dengan kamu. Aku janji aku ngga akan minta apapun dari kamu." Ucapnya meyakinkanku.
Aku mengangguk. Dan berusaha sekuat tenaga untuk dapat menjawab dan berbicara padanya.
"Aku ngambil tas dulu" ucapku yang sepertinya membuat dia bisa menarik nafas lega dan mengangguk.
"Okey, aku pamit dulu sama mamamu ya.." aku mengangguk dan berlalu meninggalkannya menuju kamarku.
***
Dia membawaku ke sebuah mall dekat pusat kota Bandung. Ini mengingatkanku yang sering menghabiskan waktu dengannya di berbagai mall di Jakarta. Dia memang lebih dewasa dariku. Perbedaan umur kami lumayan jauh untuk usiaku yang masih sekolah SMP waktu itu.
Aku memiliki hubungan dengannya ketika aku kelas 2 SMP dan dia kelas 2 SMA. Ya, usia kami berbeda 3 tahun.
Kami berteman sejak kami kecil, karena kami bertetangga. Rumah kami hanya terhalang oleh 2 rumah saja.Kala itu,aku hanya mempunyai dia sebagai satu-satunya teman laki-laki yang dekat denganku. Kami sering bermain dan mengaji bareng di sekitar komplek rumah kami, dia sering bermain kerumahku dan begitupun sebaliknya, kami sangat dekat dengan keluarga kami masing-masing, hingga akhirnya dia menyatakan perasaannya padaku dan kami sepakat untuk berpacaran saat itu waktu aku masih SMP.
Ya, Dia pacar pertamaku.