Kenangan Dari Masa Lalu

678 53 8
                                    

Sasha pov

Di dalam kamar, aku baru ingat ketika melihat paper bag warna pink yang berada di atas meja belajar yang tadi Sean kasih untukku. Aku meraihnya dan membawanya kedalam pangkuanku yang saat ini tengah duduk di kasur.

Aku mengeluarkan kotak kayu sedang berbentuk persegi panjang dan menaruh kembali paper bagnya di bawah kasur. Aku beringsut memperbaiki posisi dudukku, menaikkan kedua kakikku ke atas kasur dan duduk bersila meneliti kotak itu.

Perlahan mataku terpejam saat mendekap kotak itu sambil mengingat kembali Sean, orang yang dari kecil selalu bersamaku, dia sangat baik dan selalu bersikap lembut padaku. Tapi bayangan Iqbaal berkelebat dalam fikiranku seakan menyadarkanku, bahwa Sean saat ini telah menjadi bagian dari masa laluku. Bahkan Seanpun sekarang sudah mau menganggapku sebagai adiknya saja.

Mataku membulat saat membuka kotak tersebut. Di dalamnya tidak hanya terdapat satu benda, tapi ada beberapa. Tersusun indah dan membuat bibirku tak berhenti tersenyum senang melihatnya.

Ada sebuah jam tangan sport berwarna biru muda, 2 buah gelang etnik berwarna hitam dan coklat, serta sebuah kotak persegi panjang kecil yang masih tertutup. Aku membukanya perlahan, dan benda di dalamnya membuatku tertegun. Sebuah kalung emas dengan liontin berbentuk hati. Aku mengeluarkan kalung itu dari kotaknya dan meneliti kalung tersebut. "Ini sangat indah" gumamku saat melihatnya.

Di bagian atas kotak tersebut ada tulisan :

Dear Sasha,

Simpanlah barang-barang ini, untuk mengenang "kita" di masa lalu...
Sebuah jam yang akan selalu mengingatkan kita akan berharganya waktu, gelang yang selalu dipakai sebagai simbol suatu hubungan, serta kalung yang merupakan simbol dari perasaanku.
Pakailah jika kamu mau.

Maafkan semua kesalahan aku ya Sha, aku sama sekali ngga berniat menyakitimu.
Dan selalu ingat 1 hal Sha,
aku akan selalu menyayangimu...

Yg ingin selalu melihatmu bahagia,
Sean❤

Tak terasa air mataku kembali mengalir tak terbendung, mengingat rasa sakit yang kurasakan saat itu. Saat dia begitu saja meninggalkanku tanpa permisi dan tanpa kabar. Terasa sangat lama kurasakan sakitnya, dan sangat menyedihkan.

Handphoneku berdering membuatku segera menyeka air mataku. Segera menerima telfon setelah kulihat itu dari Iqbaal.

"Ehmmm (tenggorokanku terasa kering) ya Baal..udah nyampe??"

"Udah yang, kok suaramu seperti habis nangis...kenapa??"

"Emhhh engga kok," aku menaruh kalung itu kedalam tempatnya dan menutup kembali kotak tersebut.
"Aku lagi beres-beres, mau tidur..kamu cepet tidur ya...biar besok seger di sekolah." ucapku mengalihkan pembicaraan.

"O ya udah, kamu juga tidur ya...sampe ketemu besok..."

"Okey..daaahhh" ucapku.

"Luv you..." ucapnya dan menantikanku menjawabnya.

Aku mengambil nafas dalam, berusaha menstabilkan emosiku.

"Luv you too sayang..." dengan senyum samar yang tentu saja tak terlihat oleh Iqbaal.
"Mimpi indah yaaaa, mmuachhhh" ucapku mengakhiri pembicaraan di telfon setelah mendengar suara kecupan dan tawa Iqbaal yang jauh disana.

Kusimpan ponselku di atas nakas.

Mataku kembali tertuju pada kotak yang tadi, aku meraih dan kembali memeluknya dengan mata terpejam.
Masih ada yang memaksa keluar dari kedua mataku, aku menyekanya segera. Kuusap kotak itu lembut seraya bergumam lirih.
"Selamat tinggal masa laluku, aku akan selalu mengenang kebaikanmu. Makasih Sean, maafkan aku juga.." kini aku hanya tersenyum samar membelai kotak itu dan menatapnya lekat.

Entah untuk apa aku meminta maaf...
Aku menghela nafas dalam, mungkin maaf untuk aku yang tak sabar menunggunya kembali dan memberi kabar, mungkin untukku yang tak sabar menahan luka lebih lama lagi, atau bahkan maaf untuk aku yang sekarang memilih jalan meninggalkannya dan memilih bersama yang lain sekarang.

Kuhembuskan nafas dengan agak kasar kali ini, mencoba menerima semua keadaan ini dengan lebih baik.
Karena nyatanya, Sean juga sudah berusaha merelakan aku untuk bahagia, meskipun tidak dengannya.
Aku juga harus tetap ingat, bahwa kini ada Iqbaal yang telah bersamaku. Dia juga begitu baik dan selalu menjaga perasaanku.

"Semoga kamu juga selalu bahagia Sean.." akhirnya kalimat itu terucap tulus dari lubuk hatiku. Ya, aku harus segera berdamai dengan masa laluku.
"Bismillah, kamu pasti bisa Sha..." aku tersenyum, dan kali ini senyum yang lebih ikhlas dan kumasukkan kotak itu kembali ke dalam paper bag. Menyimpannya di dalam meja belajarku.

Mungkin untuk sekarang, aku belum bisa memakai semua barang yang Sean berikan kepadaku, tapi entah lain waktu. Mungkin nanti. Tapi mungkin juga tidak sama sekali. Entahlah. Banyak yang harus aku pertimbangkan untuk itu. Perasaan Iqbaal, atau bahkan juga perasaanku sendiri.

***

Di sekolah, aku agak lemas tak bersemangat. Sayup-sayup kudengar teriakan-teriakan semangat dari luar kelas, tepatnya dari arah lapangan Sekolah.
Teriakan itu tentunya di dominasi oleh suara-suara dari siswa perempuan. Pasti karena hari ini ada jadwal basket sang ketua Osis...bibirku agak tertarik mengingatnya.

"Sha, ayo keluar...kita liat Iqbaal basket..." teriak Zulfa dari pintu kelas. Memang ini sedang jam istirahat. Aku hanya tersenyum malas menanggapi ajakan Zulfa dan kubenamkan lagi kepalaku di atas meja, mendekap tas sekolahku. 

"Ayo dong Sha, jangan males gitu...kasian Iqbaal, masa ngga dikasih semangat sama pacarnya.." rayu Zulfa yang kini sudah berdiri disamping tempat dudukku.
"Nanti kalo keringat Iqbaal dilap sama Jeni baru tau rasa deh...hahaha" tawa Zulfa mengejekku.

"Ih apaan sih, pake ngelapin keringet orang.." hahahaha aku ikut tertawa bersama Zulfa dan berjalan mendahuluinya menuju lapangan Basket.

"Tungguin donggg, semangat amat yang takut pacarnya direbut Jeni...hahahaha" ledek Zulfa lagi, berusaha mensejajarkan langkahnya untuk berjalan disampingku.

"Wleeee" lidahku menjulur sebelum bibirku mengerucut, menanggapi ledekan Zulfa dan kami kembali tertawa bersama.

Sampai di sisi lapang, aku lihat Iqbaal masih main, sisi lapangan seperti biasa..selalu penuh kalau Iqbaal yabg main basket.

"Siniii..." teriakan Yori mengalihkan pandanganku. Dia melambaikan tangannya menyuruh kami menghampirinya. Kulihat dia duduk dengan Piyan dan Anhar. Aku dan Zulfa bergegas menghampirinya dan duduk disamping Yori, menggantikan tempat Anhar dan Piyan yang kini berdiri di belakang tempat kami duduk.

Suara tepuk tangan makin riuh, kala Iqbaal yang sedang lari dengan bola dalam kekuasaannya.

"Semangat Le...aya Sasha yeuh didieu..." teriak Yori yang membuatku  refleks menutup sebelah mukaku dengan rambut dan sebelah tanganku. Karena otomatis hampir semua pandangan terarah padaku termasuk pandangan Ale, dan kulihat dia tersenyum sekilas dan berkonsentrasi kembali dengan bola ditangannya.

Suara tepukan tangan dan teriakan semangat makin riuh saat bola yang Iqbaal lempar berhasil masuk ke dalam keranjang team lawannya.

"Yeee.." teriakku dengan refleks bertepuk tangan.

"Huuuu" seru Yori dan Zulfa meledekku. "Hahahahaha" mereka menertawakanku yang mengerucutkan bibirku sebelum kita semua tertawa kembali dan berteriak semangat hingga tak lama permainan basketpun selesai.
Dengan kemenangan Teamnya Iqbaal tentu saja.

"Haiii...thanks yaaa..." seru Iqbaal menghampiri kami. Beradu tos dengan kami semua termasuk denganku, diakhiri dengan tangannya yang selalu mengacak rambut dipucuk kepalaku.

"Cieeehhhhh....." seru Yori, Zulfa, Anhar dan Piyan bersamaan, membuatku menutup mulutku dengan sebelah tanganku menyembunyikan sebagian rona merah di pipiku.

"Berisikkk!!!" balas Iqbaal yang segera disambut dengan tawa renyah dari mereka yang sedang menggoda kami.

CINTA ALESHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang