17 ; Rain

849 110 54
                                    

BIASAKAN BACA SAMPAI HABIS!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BIASAKAN BACA SAMPAI HABIS!

KOMEN, VOTE, DAN SHARE CERITA INI KE SEMUA TEMAN-TEMANMU.

YUK, BANTU RAMEIN KOLOM KOMENTAR.
EITSS ... TAPI JGN SPAM NEXT DOANG YA.

ADA YANG NUNGGU CERITA INI UP GAK SIH?

HAPPY EID MUBAROQ SEMUA💛
AND HAPPY 10K PEMBACA SETIA AMARA STORY😘❤

Amara memilih menunggu di teras rumah Ran saja. Dia menolak ajakan Mbok Asri agar menunggu di dalam rumah. Dari tadi, Mbok Asri pembantu yang bekerja di rumah Ran terus saja membawakannya cemilan juga segelas es sirup. Namun, keduanya belum ada yang amara sentuh atau sekedar dicicipi.

Gadis berbandana kain itu tak berhenti melirik ke arah jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam setengah dia menunggu Ran. Mbok Asri bilang, Ran tidak ada di rumah. Gadis tomboy itu sedang pergi ke luar. Entah kemananya, tidak tahu.

Suara klakson mobil terdengar dari arah luar. Terlihat bapak penjanga rumah ini membuka pintu pagar, memperlihatkan mobil berwarna merah memasuki garasi.

Senyum Amara mengembang ketika melihat Ran keluar dari dalam mobil. Gadis bersurai coklat itu berdiri menghampiri sahabatnya.

"Hai Ran," sapa Amara dengan tersenyum riang.

"Ngapain lo di rumah gue?" balas Ran menatap tak suka ke arah Amara.

Senyum Amara menghilang kala mendengar nada tak suka itu. "Gue mau jelasin semuanya, Ran."

Ran tertawa samar, "Apa yang mau lo jelasin?"

"Lo salah paham, Ran."

"Lo selalu bilang gitu ke gue."

"Karena emang gitu kenyataannya!"

Ran tertawa mengejek, "Oh ya?"

Harus seperti apa lagi Amara menjelaskannya. Kenapa Ran terus saja tidak percaya.

"Buat apa gue kasih tau Rasya, Ran," ucap Amara dengan suara melemah.

Ran memposisikan dirinya menghadap sepenuhnya ke arah Amara. "Lo tau perasaan gue saat Rasya ngomong gitu? sakit, Ra."

Perkataan yang Rasya lontarkan kemarin, bagaikan kaset rusak yang terus terulang-ulang di pikiran Ran. Setiap kali Ran mengingat itu, hatinya bagaikan dihujam sebuah belati tajam. Setidak pantaskah itu dia untuk dicintai?

"Gue ngerti sama perasaan lo," ucap Amara.

"Terus kenapa lo tega ngasih tau Rasya dan niat banget mempermalukan gue di depan semua orang, lewat ucapan tuh cowok." Ran terus saja melayangkan tuduhannya pada Amara, tak henti-hentinya menyalahkan gadis dihadapannya ini sebagai pelaku.

AMARA STORY [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang