29. Khawatir

26 3 0
                                    

Selamat membaca 💞

Setelah semuanya berkumpul di dalam Villa, sambil bercanda tentang kelakuan Deven yang tadi menggoda Siti yang notabenenya orang gila kini di menjadi bahan ejekan semua orang.

"Deven, kak gue nggak nyangka Lo doyang yang kayak tadi," ujar Ling sambil ketawa dan memegangi perutnya.

"Bukan adek gue tuh, idih amit-amit punya adek yang kayak gitu," sambung Deren mengejek sang adik.

"Bukan sahabat gue juga," ucap Daniel dengan muka so coolnya  sambil menggelengkan kepalanya.

Semuanya kembali tertawa mengingat kejadian yang tadinya itu.

"Eh... Bentar... kayaknya kita kekurangan orang deh?" Ucap Paul sambil berfikir dan mulai menghitung orang-orang yang ada di ruangan tamu ini, Kak Daniel, Deven, Deren, Vaniel, Ling berarti.

"Astaga ini Laila sama Prisca nggak ada! Baru inget gue." Paul menepuk jidatnya sendiri.

"Astaga Pacar macam apa lo, sampe lupa kalau ceweknya nggak ada!" ucap Vaniel geram sendiri dengan sikap Paul ini.

"Perasaan gue kok, nggak enak ya guys?... Mana sekarang udah mau jam 10 malam lagi." Ling mulai panik, pasalnya ia juga kurang tau daerah ini pasti semuanya juga kurang tau tentang daerah ini. Kasihan Laila dan Prisca.

"Dev, coba Lo telpon hapenya Laila dan Paul Lo juga telpon Prisca," titah Deren, sebenarnya ia juga merasa khawatir kepada mereka berdua tapi ia lebih khawatir lagi tentang adiknya Laila, jika terjadi apa-apa dengan Laila  habislah riwayatnya oleh sang Mama.

"Iya kak," jawab keduanya serempak, dan lansung mencoba menghubungi Laila dan Prisca.

Beberapa saat telpon dari keduanya tidak berhasil, ponsel Laila aktif tapi tidak dijawab tapi ponsel Prisca tidak aktif.

Kemudian Deven berfikir untuk mencarinya dengan GPS saja, beruntung sekali mereka hari ini karena di villa ini jaringan bagus meski kadang-kadang jaringannya putus-putus.

Setelah menemukan lokasinya Deven membulatkan matanya, astaga adiknya yang dari tadi di telponnya ternyata ada di kamarnya, mungkin Laila send tidur, karena biasanya kalau di telpon begini ia pasti akan menjawab meskipun baru di jawab jika sampai deringan kedua.

Deven tersenyum dan membuat semuanya menaikan sebelah alisnya, bingung dengan sikap Deven, masa di saat genting seperti ini ia tersenyum sendiri, 'apakah ia ketularan orang gila tadi?' batin Paul.

"Ini gue nemuin lokasinya, dan ternyata dia ada di kamarnya," ujar Deven sambil menunjuk kepada mereka semua.

Kemudian semuanya menghela nafasnya lega, jika begitu kemungkinan besar Prisca juga ada di dalam kamar, mereka semua berfikir positif.

"Syukurlah.... Kalau begitu Sayang kamu panggil mereka berdua suruh turun sini, biar kita makan barengan," titah Deren lembut kepada Ling.

"Bucin Lo kak," cibir Deven.

Ling pun mengangukinya dan langsung menuju ke kamar mereka.

"ARRRGGGHHHH," teriak Ling dari dalam kamar mereka.

Sontak hal itu membuat para cowok-cowok yang ada di ruangan tamu itu saling menoleh dan lansung berlari menuju ke lantai atas.
Vaniel berada di depan lansung di susuli oleh Deren, Daniel,Paul dan Deven.

Setelah semuanya sampai di depan kamar, Daniel dan Vaniel memegangi kenop pintu dan lansung membukanya.

"Kenapa?" tanya Daniel to the point dan mengamati isi kamar ini.

Aku kamu Dia dan Takdir [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang