48

394 45 10
                                    

Junhoe mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata rata. Pikirannya kacau sekali. Ia sangat khawatir sekaligus takut. Ia khawatir dengan keadaan Rose dan ia takut akan kehilangan Rose.

"Argghh!"

Junhoe memukul setir mobilnya saat ia terhalang oleh lampu merah.

"Junhoe, lu harus tenang!"

Junhoe berusaha menenangkan dirinya sendiri. Dia begitu menyesal, sudah meninggalkan Rose.

"Sial! Junhoe lu gagal jagain Rose!"

Junhoe memukul kepalanya sendiri. Saat lampu menunjukkan warna hijau, ia segera melajukannya lagi hingga sampai di rumah sakit.

Junhoe berlari ke arah UGD. Ia menuju Yoon dan Seulgi di sana.

"Gimana keadaan Rose bang?" Desak Junhoe

"Rose masih belum sadar, dan ngga tau bakal sadar kapan," jelas Yoon

"Kenapa Rose bisa gini bang?" Tanya Junhoe.

Yoon menghela nafasnya, lalu menarik Junhoe untuk duduk.

"Gue ngga tau ceritanya. Tapi gue sama Seulgi nemuin dia udah pingsan di deket taman kampus Rose. Di kepalanya udah banyak darah,"

"Ngapain dia malem malem ke sana?" Yoon hanya mengangkat bahunya.

Junhoe mengusap kasar wajahnya. Dia benar benar merasa gagal menjaga Rose.

"Kata dokter Rose kritis, untungnya ngga sampe koma," sambung Yoon.

Junhoe membuang kasar nafasnya.

"Lu ngga usah merasa gagal Jun. Takdir nya udah begini," Ucap Yoon

"Walaupun lu nyesel, ngga akan merubah apapun," sambung Yoon
[Lirik Fool - Winner]

Junhoe mengangguknya, "Makasih bang, udah bawa Rose ke sini,"

"Sama sama. Gue sama Seulgi pulang dulu ya," Ucap Yoon

Yoon dan Seulgi mulai melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit.

"Permisi, apa Anda keluarga dari pasien?" Tanya sang dokter.

"Iya pak. Saya suaminya," Jawab Junhoe.

"Pasien sekarang sudah bisa di pindah ke ruang inap,"

"Dia ngga papa kan dok?"

"Ia hanya kritis, tidak sampai koma. Tuhan masih sayang dengannya,"

Junhoe menghela nafas lega.

"Tapi, pasien butuh donor darah, karena darahnya sangat minim," lanjut dokter

"Saya saja pak!" Usul Junhoe

"Darah bapak sama dengan istri bapak?"

"Saya tidak tahu pak, tapi coba punya saya saja,"

"Baiklah, bapak ikut saya,"

Junhoe mengikuti dokter itu. Hingga sampai di ruangannya, Junhoe di periksa.

"Darah bapak sesuai dengan darah pasien, kondisi bapak juga sangat baik,"

"Kalo begitu, ambil sekarang saja pak! Saya ingin istri saya sembuh," Junhoe sangat bersemangat.

"Baiklah,"

Sang dokter perlahan mulai mengambil darah Junhoe seperlunya.

🍀🍀🍀

Di sini lah Junhoe berada, di ruang inap Rose. Hanya dirinya dan Rose saja di sana. Ia menarik bangku dan duduk di samping ranjang Rose.

Air mata Junhoe berhasil lolos saat melihat Rose tak berdaya. Kepalanya diikat perban. Ia benar benar takut akan kehilangan Rose. Ia meraih tangan Rose dan menggenggam nya.

"Rose? Kamu di sana kan?"

Rose masih setia memejamkan matanya.

"Maafin aku Rose, udah ninggalin kamu, aku bener bener minta maaf,"

Junhoe mengusap air matanya.

"Kalo aku tau bakal kejadian kek gini, aku mungkin bakal nolak meetingnya dan lebih milih kamu, semua orang tau itu Rose,"

"Rose, kamu itu perempuan yang bener bener aku sayangi Rose, aku cintai, aku miliki, jangan tinggalin aku Rose,"

Junhoe mulai terisak.

"Jangan tinggalin aku Rose, aku belum siap, dan ngga akan pernah siap,"

Junhoe mengecup puncak kepalanya, dan menggenggam tangan Rose erat, lalu tidur di sampingnya dengan posisi duduk.

🍀🍀🍀

Rose merasakan tangannya yang sangat berat. Ia membuka matanya perlahan. Masih sayu, tapi Rose dapat melihat jelas ada seseorang yang duduk di sampingnya. Rose mengucek matanya untuk memastikan kalo seseorang itu adalah suaminya.

"Junhoe?"

Suara Rose sangat pelan, sehingga Junhoe tidak mendengarnya.

"Aduh sakit,"

Rose merengek kesakitan karena tangannya di genggam erat oleh Junhoe. Saat ia mencoba duduk, kini kepalanya di serang rasa pusing luar biasa.

"Akhh," rintih Rose

Rose memegang kepalanya kuat dengan satu tangan, "Akhh,"

Junhoe tak sengaja mendengar rintihan itu pun terbangun, "Rose?"

Junhoe sangat terkejut melihat Rose yang sudah sadar.

"Kamu ngga papa?" Tanya Junhoe.

"Kepalaku pusing Jun,"

"Tunggu bentar, aku panggil suster,"

Junhoe memanggil suster yang ada. Mendengar panggilan Junhoe, 2 orang suster datang ke kamar inap Rose lalu memeriksa keadaan Rose. Junhoe menatap Rose khawatir.

"Nyonya Rose ngga papa, dia hanya pusing ringan saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Oh iya, dia sepertinya belum makan, yang menyebabkan dirinya pusing," Jelas suster

"Oh gitu.. Makasih ya mba," Ucap Junhoe

"Saya permisi, bapak ganteng,"

Dua suster itu tertawa seraya keluar dari kamar inap Rose. Junhoe hanya menggelengkan kepalanya. Kenapa susternya sangat genit?

Junhoe duduk di hadapan Rose. Kini Rose tak lagi memegangi kepalanya. Sepertinya rasa pusing Rose menghilang karena kini ia berhadapan dengan Junhoe yang sangat tampan bagi Rose.

Junhoe menangkupkan tangannya di pipi Rose, "Kamu udah mendingan?"

Rose mengangguk, "Kamu pulang kapan?"

"Kemarin,"

Tunggu, kemarin? Rose mengernyitkan dahinya lalu menatap jam dinding. Jam menunjukkan pukul 2 malam.

"Makan ya?" Tawar Junhoe

"Iya,"

Junhoe mengambil makanan Rose dan mulai menyuapi Rose. Rose membuka mulutnya dan menerima suapan Junhoe.

"Kamu katanya udah makan?" Tanya Junhoe.

"Maaf Jun,"

"Kamu boongin aku ya?" Junhoe menowel dagu Rose.

Rose mengangguk saja.

"Nanti aku makan kamu baru tau rasa," goda Junhoe

Rose membelakkan matanya, "Apaan sih,"

Junhoe terkekeh pelan, "Kamu ngapain ke taman deket kampus hm?"

Astaga.. Bagaimana Junhoe tau?

"A-aku..."













🍀🍀🍀🍀

Vote and commet bosquhh:*

Forget [Junros]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang