Di sore yang cerah...
"Kotor sekali." Gerutu Juan sambil gelemg-geleng kepala.Lalu Juan mengambil sapu dan membersihkan pekarangan rumahnya yang penuh sampah itu.
Beberapa menit kemudian...
Ada dua orang yang dia kenal satu mantannya dan satunya lagi Ayah dari si mantan.Mereka memandang Juna dari atas ke bawah dengan senyum sinis.
"Tia, untung saja kamu putus dari dia kalau gak, kamu bakalan ikutan miskin sama seperti dia." Cerca Pak Kusnan, sang Ayah.
"Iya..ya..Pa." Sahut Tia.
"Pak Kusnan, Tia apakabar?" Sapa Juan, ramah.
Juan mau menghampiri Pak Kusnan untuk mencium tangan beliau, tapi tangan Juan ditepis dan Juan pun agak kaget.
"Jangan sentuh tangan saya dengan tangan kotormu itu!" Ucap Pak Kusnan dengan nada tinggi.
"Maaf, Pak apa salah saya?" Tanya Juan.
"Apa salah saya? Apa salah saya? Tangan kamu yang kotor itu sudah mengotori tangan Ayahku, tahu gak?" Sentak Tia.
"Ya...ampun, cuma itu?" Juan keheranan.
"Apa kamu bilang? Cuma itu? Kamu lihat!" Tia memperlihatkan tangan sang Ayah kepada Juan dengan geram. "Lihat! Tangan Ayahku yang tadinya bersih jadi kotor gara-gara kamu!" Tunjuk Tia penuh amarah.
"Sudahlah, Tia gak ada gunanya berdebat dengan orang miskin kayak dia."
"Gak bisa dong Pa."
"Sekarang kamu mau apa? Jelas-jelas aku belum menyentuh tangan Ayah kamu, kamu bilang tamgan Ayahmu sudah kotor, apa gak keterlaluan?" Selidik Juan, tenang
"Heh, alasan saja kamu ini, kamu tuh..cuma seorang tukang bersih-bersih rumah ini tahu gak?" Hina Pak Kusnan.
Juan tersenyum dan menggeleng.
"Eh..ngapain senyum?" Umpat Tia.
"Aku memang tukang bersih-bersih rumah ini, itu kan pekerjaan mulia." Balas Juan.
"Pekerjaan mulia menurut kamu, menurut aku itu pekerjaan yang amat menjijikkan, hi..iii." Tia bergidik.
"Aku harus merahasiakan identitasku sebenarnya dan bermain-main dengan kalian." Umpat Juan dalam hati.
"Oh...iya, Juan, berapa gaji yang kamu terima selama bekerja di rumah ini? Kalau kamu bekerja di rumah saya, kamu akan mendapat gaji dua kali lipat dari harga sebenarnya."
"Aduh...Papa, baik banget deh." Puji sang Putri menggelayut manja di lengan sang Ayah.
"Jelas dong." Pak Kusnan semakin pongah lalu memandang remeh Juan.
"Tidak perlu, terima kasih." Ucap Juan, tenang.
"Heh, sombong! Cuma pekerja rendah saja." Celutuk Pak Kusnan, memiringkan bibirnya.
"Langsumg saja, mau apa kalian kemari?"
"Idih...apa hak kamu tanya-tanya? Memangnya situ siapa?" Umpat Tia berapi-api.
"Apa kalian ke sini hanya ingin menghina saya?!"
"Nah...itu sudah tahu." Balas Pak Kusnan, mencibir.
"Apa kalian gak capek membeda-bedakan manusia karena derjatnya?" Selidik Juan.
"Iyalah, Juan!" Tia menjentik kan jemarinya. "Lagipula, orang-orang miskin sepertimu sepantasnya dihina dan direndahkan."
"Betul."
"Ck...untungnya ya aku sudah putus darimu, untung saja Tuhan menyadarkanku kalau kamu itu perempuan matrealistis." Umpat Juan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Inspiratif
Cerita PendekKumpulan cerpen dengan berbagai kisah cerita yang menjadikan pelajaran bagi kita semua. Di sini saya akan membawa kalian pada inspirasi tentang bagaimana caranya menjaga keutuhan persahabatan dan persaudaraan, hidup apa adanya, kebaikan dan ketulusa...