part 27

24 3 0
                                    

Anindita POV

Motor yang ditunggangi Tristan telah melesat meninggalkan rumahku.
Perasaanku lebih lega setelah menceritakan semuanya ke Tristan. Namun perasaan bersalah masih tetap ada dihatiku.

Kulangkahkan kaki memasuki rumah. Saat aku membuka pintu

"Siapa tadi dek?" Suara Arkan~kakak Dita yang tiba-tiba berada didepan pintu membuatnya kaget

"Astaghfirullah mas, ngagetin  aja" ucapku sembari mengelus dada naik turun

"Hehehehe, maaf adekku yang paling cantik" ucapnya sembari mencubit pipiku gemes

"Mas ihh sakit tau. Lepasin mas, mas lepasin sakit tau"

"Arkan lepasin adiknya, kasian pipinya sampai merah begitu" tegur mama mayang saat mendengar suara ribut dari depan

Arkan pun melepaskan cubitannya pada adiknya. Walaupun dia tak rela harus meninggalkan squishy kesayangannya.

"Kalian ini kalau ketemu pasti ribut. Sudah jangan ribut lagi, mama mau lanjut masak. Dita mandi dulu, awas aja kalo langsung makan" mama pergi meninggalkan kami berdua. Kembali bergulat dengan peralatan dapur

"Husshh sana mandi. Bau prengus kamu de" ledek Arkan sembari mendorong (tidak terlalu kuat) badan Dita ke depan

"Sembarangan. Mas tuh yang bau prengus, aku mah mandi ga mandi tetap aja wangi. Wllee" ucapku sembari menjulurkan lidahku, mengejek mas Arkan. Aku berlari menuju kamarku, sebelum terkena amukan mas Arkan

"Awas kamu dek" Arkan berusaha mengejar Dita, namun gagal pintu kamar Dita telah terkunci dengan rapat

*Bau prengus: bau kambing
~~~~~~~~~~~~💖💖💖~~~~~~~~~~~

Aku berjalan keluar dari sekolahan. Hari ini terakhir kelas tambahan di Minggu ini.

Tadi pagi, aku berangkat diantar oleh mas Arkan, dan tentunya mas Arkan akan menjemputku.

"Anin" panggil seseorang yang saat ini berada di motornya.

"Iya?" Tanyaku bingung. Pasalnya wajah orang itu tertutup rapat oleh helm yang dikenakannya

Melihat aku yang kebingungan, orang tersebut membuka kaca helm full face nya.

"Mau bareng ga?" Tawar Tristan. Ya orang yang memberhentikan motor disebelahnya dan memanggilnya iahal Tristan

"Engga Tan. Makasih tawarannya, aku sudah dijemput"

"Oh ya udah. Aku duluan ya"

Tristan kembali melajukan motornya membelah jalan raya.

Aku mencari keberadaan mas Arkan. Katanya dia sudah menungguku diluar dari tadi.

Akhirnya aku menemukan mas Arkan, tepat dibawah pohon Ketapang mas Arkan menungguku.

"Dengan mas Arkan?" Tanyaku. menggoda mas Arkan, menganggapnya sebagai ojol yang menungguku

"Sembarangan kamu dek. Ganteng-ganteng gini dikira ojol" protes mas Arkan padaku

"Hueekk. Mana ada ganteng-gantengnya kamu mas" aku memperagakan orang muntah didepan mas Arkan. Jijik akan mas Arkan yang mengakui dirinya ganteng

"Dasar adek laknat. Udah cepet naik" perintah mas Arkan yang mengakhiri debat diantara kami. Jika tidak diakhiri bisa sampai malam kami debat di depan sekolah.

Kami berdua sampai rumah dengan selamat. Kedatangan kami disambut oleh mama, yang seperti biasa menyuruhku mandi dan makan.

Setelah menyelesaikan perintah dari Kanjeng mami, aku memasuki kamarku. Dan membaca wattpad kesayanganku. Saat sedang asyik-asyiknya membaca, terdengar suara gaduh dari luar kamarku.

"Dekk. Adeekk. Aniinn.. dittaa.. bukka pintunya" suara gedoran dan teriakan dari luar kamar menganggu konsentrasi membacaku

"Ceekk.. apaan sih mas, pakai acara gedor-gedor segala. Pintu juga ga dikunci  pake teriak-teriak segala" omelku yang kesel karena kelakuan mas ku yang satu ini.

Saat pintu sudah dibukakan olehku. Bukannya mendengarkan omelanku, mas Arkan malah langsung masuk ke dalam dan merebahkan tubuhnya dikasurku.

"Maaass.. awass ihh, berdiri engga. Jadi berantakan kasurku" usirku sambil terus memukuli punggung mas Arkan

"Punya adek pelit amat" mas Arkan bangun dari posisi tidurnya yang tengkurap menjadi duduk.

"Biarin wlee"

"Eh dek tadi siapa? Tanya mas Arkan.

"Yang mana mas?" tanyaku sambil mengingat-ingat orang yang dimaksud mas Arkan

"Yang tadi waktu pulang sekolah nyamperin kamu" jelas mas Arkan.

"Oh itu si tristan. Mas kenal?" Tanyaku

"Mas lupa dek. Tapi dari wajahnya kek ga asing lagi"

"Mas kenal Lio dan Rion?" tanyaku. Setelah mengingat bahwa mas Arkan tidak akan tahu Tristan dengan nama itu

Mas Arkan tidak menjawab pertanyaanku. Dari raut wajahnya terlihat tegang dan sedang berfikir sesuatu.

"Kamu sudah ingat dek?" Tanya mas Arkan padaku.

"Iya mas aku sudah ingat semuanya" aku mengakuinya pada mas Arkan. Selain terbuka pada Bryan, aku juga terbuka pada mas Arkan. Kami bertiga memang saling terbuka satu sama lain.

Tiba-tiba mas Arkan memelukku

"Syukurlah dek. Sejak kapan? Mama, papa sudah tau?" ucapnya sembari memelukku

"2 hari yang lalu mas. Belum mas. aku belum sempet bicara sama mama, papa" ya aku memang belum memberi tahu soal ini pada orang tuaku. Aku rencanannya memberi tahu orang tuaku saat kami sedang kumpul.

"Mas ikut senang. Segera beritahu mama, papa dek. Pasti mereka senang mendengar kabar ini" ucap mas Arkan sembari melepaskan pelukan diantara kami

"Iya mas. Nanti saat kumpul dan papa telp,  aku akan beritahu mereka"

"Tristan itu Rion?" Tanya mas Arkan, memastikan bahwa mereka orang yang sama

"Iya mas. Tapi Lio..." ucapku sembari menundukkan kepalaku

"Hey sudah jangan nangis" mas Arkan mengangkat kepalaku agar tidak menunduk. Jari-jarinya menghapus air mata yang mengalir di pipiku

" Lio di atas sana pasti ga mau kamu sedih dan nangis kek begini. Ayo dong senyum, masa adek mas yang paling jelek ini nangis. Entar tambah jelek loh"

"Ihh mas nyebelin" ucapku sembari memukul mas Arkan dengan bantal

Mas Arkan menghindari seranganku. Dia berdiri dan berlari keluar kamar

"Maasssss tuuutttuuuppp ppppiiiiinnnnntttuuuunnnyyyyaaaa" teriakku

Sudah menjadi kebiasaan mas arkan, jika masuk ke kamarku pasti tidak pernah menutup pintunya kembali. Dasar mas nyebelin.
~~~~~~~~~~~~💖💖💖~~~~~~~~~~~

Alhamdulillah memasuki 1k readers.
Terimakasih kepada readers yang masih setia pada cerita Anindita

Cilacap, 4 Juni 2020

ANINDITA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang