part 26

27 3 0
                                    

Saat ini aku berada di taman. Setelah kelas tambahan selesai, aku mengajak Tristan ke taman.

Taman ini menjadi saksi bisu kebersamaan kami.aku,Lio, dan Tristan sering pergi bermain di taman ini. Dulu rumah kami bertetangga, dan taman ini merupakan taman yang ada dilingkungan tempat tinggal kami.

Namun keluargaku pindah, 3 tahun sebelum kecelakaan itu terjadi. Tepatnya saat aku lulus SD. Saat itu keuangan keluargaku sedang tidak stabil sehingga kami harus pindah dari rumah lama dan mengontrak dirumah yang sederhana.

Setelah kecelakaan itu terjadi, dan saat aku memasuki SMA, kami bisa menempati rumah kami, tetapi bukan rumah lama kami yang bertetangga dengan Tristan.
Saat rumahku berjauhan dengan Lio, kami jarang bertemu. Bertemu kalau libur sekolah dan saat merayakan hari pertemanan kami. Sesekali Lio pernah main kerumahku, begitupun denganku yang sesekali mengunjungi rumah Lio.

Saat berada di lingkungan rumah lamaku dan rumah Lio pasti kami akan bermain di taman ini.Taman ini memiliki banyak kenangan.

Saat aku tidur semalam, aku bermimpi tentang Lio. Tentang persahabatanku dengan Lio selama ini. Dan Lio menghampiriku. Dia senang ingatanku kembali, dan dia ingin aku bertemu dengan Rion (Tristan) secepatnya.

Disini lah aku saat ini. Duduk berdua dengan Tristan dibangku yang tersedia di pinggir taman.

"Tris..tan" panggilku gugup.

"Iya?" jawabnya sambil melirik kearahku. Dari lirikannya dia berbicara 'kenapa?'

"Soal Lio. Aku sudah mengingatnya" aku menundukkan wajahku kebawah. Tak ingin bertatapan langsung dengan Tristan.

"Sejak kapan?" Tanyanya dengan menggeser kan badannya agar berhadapan dengan

"Kemarin"

"Syukurlah kalau begitu"

'rencanaku dengan membawanya ke cafe yang terakhir kali di kunjungi bersama Lio, akhirnya berhasil membawa kembali ingatannya'ucap batin Tristan

"Maaf" ucapku lirih

"Maaf untuk?" Tanyanya bingung

"Ma hiks af hisk mmaa hisk aaff" bahuku bergetar akibat menahan isak tangis yang dari tadi kubendung

"Hey kenapa?" Dia mengangkat kepalaku agar tidak menunduk dan membawaku kedalam pelukannya.

"Aku hikss udah hikss ingat semuanya hikss hikss" ucapku terbata-bata. Tristan berusaha menenangkanku dengan mengusap-usap punggungku yang masih berada di pelukannya.

Aku menguraikan pelukan diantara kami. Aku mulai tenang setelah menangis beberapa menit dipelukan Tristan, membuat kemeja yang dikenakannya basah karena air mataku

Aku menceritakan semua yang aku ingat pada Tristan. Tristan menatapku tanpa suara.

"Maaf,, maaf Tristan. Semua ini salahku. Jika saja aku tidak bodoh pasti Lio masih bersama kita" ucapku penuh penyesalan

"Sudah, jangan nangis terus. Ini semua telah menjadi suratan takdir. Jangan salahkan dirimu, semuanya sudah ada yang ngatur" ucap Tristan tenang, berusaha meyakinkan Anin bahwa semua ini bukan salahnya

"Tapi.."

"Ga ada tapi-tapian. Kalo kamu nangis dan menyalahkan diri sendiri yang ada Almarhum disana ga tenang, dia ikut sedih juga saat liat kamu sedih. Lupakan yang terjadi pada masa lalu, ikhlaskan semua yang telah terjadi." Nasihat Tristan pada Anin

"Tapi aku ga bisa. Semua ini salahku" ucapku masih dengan perasaan bersalah

"Pelan-pelan Anin. Aku yakin kamu bisa"

'maaf Anin aku belum bisa terbuka denganmu tentang apa yang terjadi. Melihat kondisimu yang sekarang tidak memungkinkan untuk menceritakan semuanya' batin Tristan

"Yuk pulang sudah sore. Biarku antar sampai rumah" ajak Tristan. Tidak mungkin dikondisi saat ini Tristan membiarkan Anin untuk pulang sendiri
~~~~~~~~~~~~💖💖💖~~~~~~~~~~~
Tristan Pov

"Assalamualaikum" salamku saat memasuki rumah. Kulangkahkan kakiku menuju tangga yang akan membawaku ke lantai dua tepatnya kamarku yang berada di lantai dua
Namun baru 3 langkah, suara ibu menginterupsiku berhenti

"Waalaikumsalam. Dari mana aja kamu nak? Jam segini baru pulang" tanya Bu alin-ibuku saat melihatku baru pulang kerumah

"Tadi habis ketemu sama Anin Bu" ucapku jujur. Ibuku juga sangat mengenal Anin bahkan menganggap Anin seperti anaknya sendiri. Karena sewaktu kecil kami sering menghabiskan waktu bersama
Mendengar kata Anin yang keluar dari bibirku. Ibu mengajakku duduk diruang keluarga. Jika begini pasti ada hal penting yang ingin dibicarakan

Aku langsung mengerti arah pembicaraan ibu kemana. Aku mulai menceritakan awal mula aku dekat kembali dengan Anin
*Baca part 2 hingga sekarang.

"Maaf bu. Aku ga bisa jauh-jauh dari Anin lagi. Sudah cukup selama ini aku melihatnya dari kejauhan"

"Ya sudah tidak apa-apa kalo kalian mulai dekat kembali. Tapi soal ingatan Anin bagaimana? Tanya ibu menyingung tentang ingatan Anin yang sempat hilang

"Tadi Anin baru cerita padaku, bahwa dia telah ingat semuanya. Dia merasa bersalah dan terus meminta maaf"ujarku

"Lalu kapan kamu akan menceritakan semuanya?"

"Nunggu waktu yang tepat bu"

"Ya sudah terserah kamu saja. Tapi jangan kelamaan nak. Kasian almarhum dan Anin juga"

"Iya Bu. Secepatnya akan aku jelaskan"

"Ya sudah. Sana kamu bersih-bersih dulu. Nanti kita makan bareng, kamu belum makan kan?"

"Belum bu. Aku keatas dulu Bu" aku beranjak dari dudukku menuju kamar

Dirumah sebesar ini hanya aku dan ibu dirumah. Ayahku telah tiada waktu aku masih berada didalam kandungan. Ayah menjadi korban dalam kecelakaan pesawat saat akan pulang kerumah setelah menyelesaikan pekerjaannya diluar negeri.
~~~~~~~~~~~~💖💖💖~~~~~~~~~~~
Happy Eid Mubarak 🎉
Minal Aidzin Wal Faidzin
Mohon maaf lahir dan batin 🙏
Maaf bila author ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak

Cilacap, 23 Mei 2020

ANINDITA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang