Kedua mata tajam Alvino menatap luasnya Ibu Kota dari lantai tiga puluh yang berada dalam gedung Bagaskara Group prusahaan yang diberikan ayahnya tiga tahun lalu.Sudah tiga tahun ia hidup tanpa didampingi oleh Ana, wanita yang hingga kini memenuhi isi hatinya. Bukannya ia tak berusaha untuk mencari keberadaan Ana, namun pikiran berkata untuk apa mencarinya jika Ana sendiri yang pergi meninggalkannya?!
Ia menghela nafas dengan berat. Hidupnya memang tidak nyambung. Dulu ia bercita-cita ingin menjadi seorang pengacara, namun karena emosi selalu di bully gendut jadi terobsesi ingin menjadi seorang model tertampan dan kini berakhir menjadi seorang CEO.
"Ini data-data yang bapak minta!" Seorang wanita dengan pakaian formal dan wajah yang natural menyimpan berkas pada meja Alvino.
Lelaki itu membalikan tubuhnya lalu meraih berkas tersebut. Lagi, ia menghela nafas. Dengan santai, ia membuang berkas tersebut pada sebuah tempat sampah yang tak jauh dari sana. Wanita itu tertunduk dalam bersiap menerima makian dari sang bos.
"Banyak kesalahan. Baru pertama di buka aja sudah banyak yang salah, ulang lagi! Kerja yang becus, kalau gak bisa fokus mending minggat saya tidak butuh karyawan seperti kamu! Keluar!" Dengan santainya Alvino mengeluarkan kata-katanya. Wanita itu keluar dari ruangan Alvino dengan menahan tangisannya.
Ia meraih telfon dan menekan nomor sekertarisnya. "Batalkan semua jadwal saya hingga esok!" Ucapnya setelah sambungan terhubung, sebelum sekertarisnya membalas Alvino langsung menutupnya.
Ia melangkah ke luar dari ruangannya melewati karyawan yang kini menyapanya sopan namun tak ia hiraukan.
Ia merenggangkan dasinya yang terasa mencekik lehernya saat tiba di dalam mobil lalu melajukannya membelah jalanan menuju rumahnya. Bukan rumah dulunya, namun rumah baru yang ia beli sekitar satu tahun yang lalu.
Mini malis dan mewah, tempat itu di huni oleh Alvino seorang tak ada satupun pelayan karena ia ingin menenangkan diri.
Tiba di ruangan pribadinya, dimana ia menyimpan berbagai koleksi anime dan wifu miliknya, ia melepas jas, dasi, sepatu serta kaus kaki dan menyimpannya dengan asal.
Bermain game adalah salah satu kegiatan untuk melampaskan amarahnya saat ini. Ah ... ia rindu dengan anak-anaknya. Tidak bertemu Ana bukan berarti tidak bertemu dengan anaknya juga, Adera mengizinkan Alvino untuk bertemu anaknya yang kini sudah berusia empat tahun. Setiap hari libur, Adera akan membawa mereka ke rumahnya namun tidak bersama Ana. Karena wanita itu sendiri yang meminta tidak ingin bertemu dengan Alvino.
Besok weekend yang berarti tiga bocah cilik itu akan hadir di rumahnya. Alvino membanting stick PS pada karpet berbulu dengan gemas. Ia tak sabar ingin bertemu dengan mereka.
Ia harus tidur seharian agar waktu berjalan lebih cepat dari sebelumnya.
°°°
"Dady ...!"
"Papa ...!"
"Ayah ...!"
Tiga Alvino junior itu berlari kecil memeluk ayahnya yang kini menyambut kedatangan mereka.
"Jagoan Papa ...!" Kini Alvino yang menyahut merengkuh tiga tubuh mungil itu ke dalam dekapannya.
"Dady Ios kangen!"
"Al juga kangen!"
Alvino melepas rengkuhannya, ia menatap putra pertamanya dengan bingung. "Az gak kangen ayah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is An Actor [SUDAH TERBIT]
Ficção Adolescente[Follow sebelum membaca] •Tersedia juga di Dreame , link ada di bio Gara-gara salah masuk rumah membuat Ana harus terikat hubungan dengan aktor terkenal yang tak lain adalah tetangganya Alvino. #Fiksiremaja |01/20.05.2020| #Roman. |02/22.06 202...