Malam ini suasana di ruang kerja Alan tampak tak kondusif. Sejak tadi Letta terus menenangkan Alan yang tampaknya akan marah besar. Andrew sudah menceritakan semuanya.
"Bukankah dad sudah mengatakan kepadamu, bahwa dad akan menemukan cara! Kenapa kau begitu ceroboh dan tergesa-gesa Andrew?!" Ucap Alan dengan suara yang mulai meninggi. "Demi hal ini bahkan kau harus mengorbankan keinginanmu sejak lama?"
"I'm sorry, dad. Tapi aku harus melakukannya walaupun hal ini membuat impianku dikorbankan."
Melihat pertengkaran kedua pria ini, Letta akhirnya angkat bicara untuk menenangkan.
"Andrew, kita bisa melakukan sesuatu tanpa harus mengorbankan mimpimu, kenapa kau sangat terburu-buru?" Tanya Letta.
"Jika aku tak melakukan hal ini, cepat atau lambat Adrian akan melakukan sesuatu kepada Andrea. Aku mengenalnya, aku sangat mengenalnya. Aku akan melakukan ini sebagai cara untuk mencegah dan memgawasinya terlebih dahulu," balas Andrew lalu berjalan keluar ruangan, tapi sebelum itu ia berbalik. "Tenang saja Kenzi, dia bisa dipercaya."
Andrew segera keluar segera mengatakan hal itu. Alan memijat keningnya yang pening. Ia melepas kacamata yang dikenakannya. Letta menepuk pelan bahunya.
"Sekarang harus bagaimana?" Tanya Letta.
"Biarkan dia melakukan apa yang dia mau, entah itu harus mengorbankan mimpinya atau lainnya. Aku akan pergi beristirahat," putus Alan lalu beranjak pergi.
Letta dan Alan tentu tau seberapa besar impian Andrew untuk mengikuti pertandingan itu. Ini adalah pertama kalinya Andrew akan mengikuti pertandingan terbesar dari sebelumnya. Mereka tau seberapa besar usaha Andrew untuk dapat terpilih. Sekarang semuanya telah berakhir, impian Andrew pada akhirnya terkorbankan.
Di kamar Alan terus memikirkan bagaimana caranya agar Andrew dan Kenzi tetap bisa mengikuti pertandingan itu dan Andrea tetap aman.
Alan mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas lalu menghubungi satu nomor.
***
Pagi ini ruang makan kembali seperti keadaan semula. Andrea sudah berada di ruang makan bersama Letta, sedangkan Alan diluar.
Andrew turun lalu seperti biasa mencium pipi sang bunda lalu beralih ke Andrea yang sedang asik memakan sandwichnya. Andrew mendekati Andrea lalu mengacak-acak rambutnya. Andrea menatap Andrew dengan tatapan membunuh. Padahal pagi ini rambutnya sudah ditata serapi mungkin.
"Mom," rengek Andrea sambil berusaha merapikan rambutnya.
"Andrew! Jangan menjahili Andrea!"
"Anak mama!" Ejek Andrew lalu menjulurkan lidahnya.
"Bodo! Mom, rambutku berantakan! Padahal aku merapikannya selama satu jam!"
Letta menghela nafas lalu menatap Andrew dengan memelototkan matanya.
"Lanjutin makannya, mom yang rapiin," ucap Letta.
Disela-sela makan, Andrew berniat menanyakan sesuatu yang ia lupakan kemarin.
"Mom, dimana buku Astronomi ku?"
"Di atas meja, di ruang tengah."
"Tidak ada, mom. Aku sudah mencarinya, nanti akan ada pelajaran Astronomi."
Setelah selesai Letta merapikan rambut Andrea, ia pergi ke ruang tengah lalu mencarikan buku Andrew. Letta kembali dengan satu buah buku paket ditangannya lalu memberikannya ke Andrew.
"Thanks, mom," ucap Andrew. "Oh iya, nanti aku akan ada tugas kelompok. Apa boleh jika aku mengerjakan di cafe, mom?"
"Tentu!"
"Thankss, mom!" Ucap Andrew lalu memeluk Letta dan pergi keluar karena sarapannya sudah habis.
Andrea menatap curiga.
"Mau ngerjain tugas kelompok atau nongkrong?" Tanya Andrea.
"Tugas kelompok lah."
Andrea mengangguk sambil menatap tak percaya.
***
Hari ini Kenzi sudah datang dan langsung memasuki kelas IPS dengan wajah senang. Andrea menatap Kenzi dengan tatapan bertanya-tanya.
"Lo salah kelas," ucap Andrea.
Kenzi mengangkat jari telunjuknya lalu menggerakan ke kiri kanan beberapa kali sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue pindah ke IPS."
"Ha? Tapi ini kan udah kelas dua belas?"
"Masih baru kelas dua belas kan?"
Kenzi mengusir murid yang duduk di sebelahnya dan duduk tepat di sebelah Andrea. Tak lupa memberi tatapan tajam kepada Adrian yang berada di belakangnya.
"Lo ngapain pindah ke IPS?" Tanya Andrea.
"IPA berat, gue gak kuat, biar kembaran lo aja yang tanggung," ucap Kenzi yang tak sepenuhnya bohong.
"Seberat itu ya?" Tanyanya ragu.
"Iyalah, ada matematika wajib, matematika peminatan, fisika, kimia dan lainnya."
Andrea menatap miris lalu di benaknya mulai memikirkan Andrew. Sebenarnya Andrew sangat hebat jika mampu bertahan di IPA selama 3 tahun berturut-turut. Tak jarang Andrea juga melihat tugas Andrew yang menggunung dan menunggu untuk dikerjakan.
Dalam 3 tahun terakhir ini juga banyak siswa siswi yang pindah dari IPA ke IPS, kurang lebih sekitar 10 siswa. Sepertinya memang seberat itu jurusan IPA, untung saja Andrea memilih IPS.
"Andrew gak ikut pindah?" Tanya Andrea.
"Dia mah kuat mental, kuat hati, kuat fisik. Walau sebenarnya sering ngeluh karena gak kuat, tapi dia tetap lanjutin."
Part 5 !! Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan cara Vote and comments yaa 🤗
Follow Instagram :
@Literasimary_
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDENIA [END]
RandomFOLLOW SEBELUM MEMBACA 💕 Andrea harus menahan rasa kesalnya setiap kali sang kakak menjahilinya. Bahkan semua perlakuan Andrew membuat Andrea semakin percaya bahwa sebenarnya Andrew sama sekali tak menyayanginya. Hingga suatu kejadian terjadi lalu...