Bab 9

61 14 0
                                    

Adrian terkejut dengan kedatangan Andrew yang secara tiba-tiba. Ia mengacaukan semua rencananya. Andrew langsung melemparkan bogem mentah pada wajah Adrian membuat Adrian jatuh dari kasur. Dengan segera Andrew menarik Andrea dari atas kasur dan memberikan jaketnya untuk menutupi beberapa kancing yang terbuka di seragamnya.

"Tutup kancingnya," suruh Andrew tanpa melihat Andrea.

Andrea mengangguk lalu segera mengancingkan pakaiannya dan menutup resleting jaketnya. Ia masih menangis sesenggukan. Sungguh ia tak menyangka kejadian hari ini.

"Gue kira jaga perempuan itu sulit, tapi ternyata ngajarin orang kaya lo supaya lebih menghargai perempuan itu jauh lebih sulit," ucap Andrew tersulut emosi.

Adrian terkekeh lalu menyeka darah segar yang terdapat di sudut bibirnya. Adrian mulai bangkit lalu menatap Andrew.

"Gue gatau apa yang barusan gue lakuin," lirih Adrian seolah sadar dengan apa yang sudah terjadi.

"Brengsek lo!" Umpat Andrew lalu menarik Andrea keluar kamar.

Andrew berjalan keluar dengan penuh amarah membuat seluruh orang memberikan jalan. Andrea masih tetap menangis sesenggukan.

Sesampainya di parkiran, Andrea melepaskan cekalannya lalu menatap Andrea yang menunduk. Andrew tetap diam sambil memakaikan helm kepada Andrea lalu menaiki motor. Andrea ikut menaiki motor.

Selama di perjalanan, Andrew tetap diam tak bersuara. Inilah yang sebenarnya sangat ditakuti oleh Andrea, lebih baik sang kakak memarahinya habis-habisan daripada terus diam. Tanpa sadar tangisan Andrea semakin kencang.

Angin sepoi-sepoi membuat Andrea tanpa sadar tertidur di punggung Andrew karena kelelahan menangis. Di perjalanan Andrew terus mengawasi Andrea dari spion.

***

Jam menunjukkan pukul 8 malam dan mereka baru sampai rumah. Andrew menggendong Andrea dengan tetap diam. Bahkan sampai memasuki rumah pun Andrew diam membuat Letta bingung apalagi Andrea yang berada dalam gendongan Andrew.

"Andrea kenapa?" Tanya Letta. Ia merasa pasti ada yang tidak beres sehingga membuat Andrew diam.

"Tidur," jawab Andrew singkat lalu membaringkan Andrea dan keluar kamar.

"Gak makan?" Tanya Letta.

"Capek. Mau istirahat."

Letta mengangguk perlahan. Andrew segera menuju kamarnya lalu menutup pintu. Sebenarnya ada apa dengan Andrew, apa yang membuatnya begitu marah?

Letta mondar-mandir depan pintu. Ia ingin segera menceritakan apa yang terjadi kepada Alan.

"Letta, kenapa diluar?" Tanya Alan yang baru saja datang.

"Alan, sini deh. Aku mau cerita tentang Andrew," ucap Letta lalu menarik tangan Alan ke sofa.

"Kenapa?"

"Sejak pulang Andrew diam terus bahkan cuma jawab kalau ditanya, kalau gak ditanya dia tetep diam."

Dahi Alan mengernyit. Mendengar cerita Letta, sudah dapat dipastikan bahwa ada sesuatu yang membuat Andrew marah besar hari ini.

"Andrea gimana?"

"Andrew gendong Andrea soalnya dia tidur, tapi pas aku gantiin baju Andrea, ada bekas air mata di pipinya."

Benar saja, pasti mereka berdua sedang ada masalah. Tetapi jika sampai Andrea menangis tandanya Andrew benar-benar marah. Sebenarnya apa yang terjadi?

"Tadi Andrew juga langsung masuk kamar, gak makan malam."

"Aku akan bicara besok dengannya, istirahat lah."

"Oke."

Letta beranjak lalu pergi menuju kamar meninggalkan Alan dengan sejuta pikirannya.

***

Pagi ini suasana ruang makan sangat hening, Andrew tak ikut sarapan pagi ini dan lebih memilih sarapan di kamar.

"Andrea sebenarnya apa yang terjadi kemarin?" Tanya Letta. Andrea diam tak berani menjawab.

"Andrea jangan diam, jawab," suruh Alan.

Andrea meletakkan alat makannya lalu menghela nafas dan mulai menceritakan semuanya secara detail. Letta sangat terkejut dengan cerita Andrea. Tak heran jika Andrew benar-benar marah besar.

"Tapi kamu gak diapa-apain kan?" Tanya Letta khawatir.

"Hampir, mom."

"Kasih nomor Adrian ke dad," putus Alan membuat Andrea mengangguk.

Suara ponsel berdering di ruang tamu. Bu Inah datang dengan membawa ponsel itu.

"Bu, ini ada telepon," ucapnya.

"Dari?"

"Disini tulisannya pelatih basket."

"Oke, makasih, bi."

"Sama-sama, bu."

Bu Inah lekas pergi. Ini adalah ponsel Andrew. Kenapa bisa ada di ruang tengah? Letta mengangkat telepon itu.

".."

"Halo, pak. Saya ibunya."

".."

"Kabar apa, pak?"

".."

"Dikeluarkan?!"

".."

"Baik, pak. Terimakasih."

Letta mematikan telepon itu dengan ekspresi cemas.

"Ada apa?"

"Andrew dikeluarkan dari tim basketnya," ucap Letta membuat Alan dan Andrea terkejut.

"Kenapa bisa?"

Letta hanya menggelengkan kepalanya tak mampu menjelaskan lagi. Setelah mendengar kabar ini, Andrew pasti sangat down. Apalagi ia dan basket sudah tak dapat dipisahkan lagi. Masalah Andrea saja belum diselesaikan, sekarang Andrew juga harus dikeluarkan.

"Bagaimana sekarang?"

Seperti biasa jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan cara vote and comments yaa 🤗

Follow Instagram :
@Literasimary_

GARDENIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang