Bab 11

58 13 2
                                    

Setiap hari Adrian selalu berusaha mendekati Andrea, entah berapa kali ia mendapatkan penolakan. Namun, Adrian terus berusaha agar Andrea bisa memaafkannya. Walau sebenarnya Adrian tak begitu butuh maaf. Ia hanya ingin membuat Andrea luluh kepadanya lalu membuatnya seperti gadis lain. Katakan ia jahat, memang itulah Adrian.

"Si Adrian masih ngejar lo?" Tanya Adel.

"Iya, Del. Gue harus gimana? Dulu Andrew yang selalu ngelindungi gue, tapi sekarang dia beneran gak peduli."

Saat ini Andrea benar-benar harus sendiri mengatasi segalanya. Kenzi tak bisa menjaga Andrea lagi walau sebenarnya ia mau. Akhir-akhir ini urusan organisasi sangatlah membuatnya sibuk, bahkan ia harus menulis surat ijin tak mengikuti pelajaran beberapa kali. Kenzi harus menyiapkan dan melatih anggota baru, karena sebentar lagi ia akan lulus.

"Gue tau ini berat buat lo, tapi jangan sampai nyerah dan lengah ya? Adrian bener-bener lagi berulah. Lo gak boleh lengah sedetikpun," nasehat Adel.

"Pasti."

"Astagah! Gue telat!" Ucap Adel panik. Ia memang menjadi salah satu panitia yang berperan untuk melatih anggota baru juga sama seperti Kenzi.

Sangat disayangkan hari ini ia terlambat karena asik mengobrol dengan Andrea. Sebenarnya Adel juga sangat ingin menemani Andrea dan menjaganya dari Adrian, tapi organisasi ini sungguh menjadi penghambat.

Adel segera keluar, tak lupa memakai jas organisasi, membawa buku dan pulpen, lalu memakai kartu identitas. Ia merapikan poninya sebentar lalu segera keluar kelas menuju aula. Dan tinggalah Andrea seorang diri di kelas.

"Andrea kan?" Tanya seorang siswi yang diangguki oleh Andrea. "Ini bekal, dari Andrew."

"Thanks," balas Andrea menerima satu wadah styrofoam. Siswi itu mengangguk lalu pergi.

Andrea segera kembali ke tempat duduknya lalu membuka wadah itu. Memang benar hari ini ia lupa membawa bekal. Tapi ia tak menyangka Andrew akan membelikannya. Hatinya menghangat, ternyata Andrew masih peduli kepadanya.

Andrea membuka wadah yang berisi bubur ayam favoritnya. Sebuah senyum tercetak jelas di wajahnya. Terakhir kali ia memakan bubur ini adalah saat kenaikan kelas 12. Suapan pertama membuat Andrea tersenyum senang, rasanya masih sama.

Tanpa ia sadari sebenarnya Andrew berdiri di dekat pintu kelas, memastikan bahwa Andrea akan memakan bekalnya atau tidak. Setelah ia melihat Andrea memakannya, Andrew kembali ke lapangan untuk melanjutkan latihan basketnya.

"Ternyata kakak lo masih peduli, gue kira dia gabakal peduli lagi," ucap seseorang memasuki kelas membuat Andrea menghentikan makannya.

Andrea tak menanggapinya lalu kembali makan.

"Walau sebenarnya kakak lo masih kecewa sama lo dan belum bisa berdamai dengan keadaan," lanjutnya.

"Lo gak punya kerjaan selain ngurusin hidup gue?" Tanya Andrea kesal.

"Enggak, hidup gue, untuk lo."

"Mimpi!"

Adrian terkekeh lalu duduk di bangku depan Andrea. Setidaknya Andrea sudah mau membalas perkataannya walau begitu menyakitkan.

"Mau gue kasih tips nya biar kakak lo gak kecewa lagi sama lo?" Tawar Adrian.

"Keluar!"

"Penawaran gue berlaku sampai lusa."

"Lo yang keluar, atau gue yang keluar?" Tanya Andrea.

"Gue yang keluar, tapi inget penawaran gue gamain-main. Kali ini gue serius," ucap Adrian lalu melangkah keluar kelas.

Andrea mengambil nafas sebanyak mungkin lalu menghembuskannya. Ia kembali melanjutkan makannya hingga bel tanda istirahat telah berakhir berbunyi.

***

"Andrew! Lo gak capek apa?" Teriak Kenzi yang berada di pinggir lapangan.

Sejak dua jam yang lalu Andrew terus berlari mengelilingi lapangan tanpa istirahat. Jika ia menjadi Andrew sudah dipastikan kakinya akan patah. Bel pulang sudah berbunyi dua jam yang lalu. Andrea juga sedang ada kegiatan ekstra dan akan selesai.

"Ndrew! Berhenti gila! Lo mau nyiksa diri lo apa gimana?" Teriak Kenzi lagi.

Andrew tetap berlari walaupun keringatnya sudah berjatuhan begitu banyak. Kenzi memandang Andrew penuh prihatin. Harus ada yang menghentikan Andrew kalau begini caranya dan yang bisa hanyalah Andrea. Kenzi melirik jam tangannya, sebentar lagi ekstra akan selesai tepat pukul 4 sore. Kenzi segera menuju ruang ekstra Andrea, seingatnya Andrea mengikuti ekstra jurnalistik. Benar saja tak lama bel selesai ekstra berbunyi. Andrea keluar ruangan.

"Andrea," panggil Kenzi.

"Kenzo? Kenapa?"

"Kakak lo udah gak waras!"

"Maksudnya?"

"Sejak dua jam yang lalu dia lari keliling lapangan gak istirahat sama sekali. Gue minta tolong banget ke lo buat hentiin dia," ucap Kenzi membuat kedua mata Andrea membulat.

Dengan segera Andrea berlari menuju lapangan. Benar kata Kenzi, Andrew masih juga berlari. Tatapan Andrew kosong, pasti ia sedang memikirnya masalah.

"Andrew!" Teriak Andrea lalu berdiri tepat di depan Andrew membuat Andrew berhenti. "Lo gila?! Kenapa selama dua jam, lo terus lari keliling lapangan? Lo mau nyiksa diri lo?" Ucap Andrea khawatir.

"Menjauh," ucap Andrew lalu melanjutkan berlari. Tetapi Andrew berhenti sejenak. "Hari ini lo pulang sama Kenzi," lanjutnya.

Kenzi menarik Andrea dari lapangan. Bahkan saat ini Andrea benar-benar tak bisa mencegah Andrew lagi. Sampai kapan Andrew akan tetap seperti ini? Apa sampai kakinya patah?

"Gue anterin lo pulang," ucap Kenzi.

"Gue mau disini."

"Tapi Andrew udah nyuruh lo pulang, Andrea."

"Tapi dia-"

"Gue bakal urusin dia. Lo pulang dulu aja, seenggaknya turuti dia kali ini."

Andrea menghela nafas lalu mengangguk. Kenzi menggiring Andrea sampai ke parkiran meninggalkan Andrew.

Heyyo !! Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan cara Vote and comments yaa 🤗

Follow Instagram :

@Literasimary_

GARDENIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang