"Anak-anak kini try out kedua kali"Anak-anak kini try out kedua kalian sudah berakhir. Tetapi jangan senang dulu karena sekitar tiga minggu lagi kalian akan segera mengadakan PAT selama seminggu penuh," ucap wali kelas membuat seisi kelas menghela nafas berat.
"Sabtu dan Minggu gak libur, bu?" Tanya salah seorang murid.
"Iya, sekolah kita benar-benar harus mengejar ketertinggalan dengan sekolah lain. Tetapi tenang saja, minggu depannya kalian akan diberi liburan sekitar tiga hari."
"Hanya tiga hari, bu?"
Sang wali kelas mengangguk dengan senyum ragunya.
"Kita tunggu saja info selanjutnya dari kepala sekolah, untuk saat ini keputusannya begitu."
Adel menelungkupkan kepalanya lelah. Sungguh 2 bulanan ini ia bahkan tak dapat makan dan tidur tepat waktu akibat jadwal ujian yang padat. Bahkan wajahnya terlihat kusam karena tak ada waktu untuk sekadar memakai masker.
"Please deh! Yakali libur cuma tiga hari, mana cukup?!" Gumam Adel.
Andrea hanya tersenyum lalu mengiyakan perkataan Adel. Benar juga, libur tiga hari tidaklah cukup.
"Andrea!" Panggil sang wali kelas membuat Andrea berdiri. "Kemarilah!" Imbuhnya.
"Ada apa, bu?" Tanya Andrea yang sudah berada di sisi meja guru.
"Tolong kamu bawakan fotokopi akta lahir dan kartu keluarga besok."
"Bukannya sudah?"
"Mrs. Ferdi tak sengaja menghilangkannya lagi, tolong yaa," pinta sang guru yang diangguki oleh Andrea.
Sejujurnya ini memang bukan yang pertama kalinya Mrs. Ferdi menghilangkan fotokopi itu. Kalau dihitung-hitung mungkin sudah 4x. Dan ini adalah yang kelima kalinya. Andrea jadi berpikir, apa mungkin ia harus membuat fotokopi sebanyak 10 lembar saja? Agar saat hilang kembali, ia tak perlu pergi ke toko lagi.
Bel pulang berbunyi, Andrea segera kembali ke tempat duduknya lalu membereskan mejanya dan segera pulang untuk mencari fotokopi itu.
***
Sesampainya di rumah, Andrea segera meletakkan tas nya sembarang lalu menuju kamar Letta dan Alan untuk mencari dokumen itu. Biasanya Letta yang akan mencarikannya tetapi hari ini Letta harus pergi ke cafe.
Andrea membuka laci dan mencari map bewarna kuning. Seingatnya Letta selalu meletakkan semua dokumen disitu.
"Ini dia!" Lirih Andrea lalu mengambilnya dan membukanya halaman per halaman.
Hingga, ia tak sengaja melihat satu dokumen yang belum pernah ia lihat sekalipun. Andrea mengambilnya perlahan lalu membacanya.
Dokumen Adopsi
Mata Andrea membulat tatkala membaca isinya yang terdapat namanya dan nama Andrew. Ini tak mungkin, bukan? Tangannya bergetar dan tubuhnya meluruh. Tatapannya kosong sambil menatap dokumen itu.
"Gak mungkin. Pasti ada yang salah sama mata gue," ucap Andrea mencoba mengucek matanya beberapa kali, tetapi tak ada satu pun yang berubah.
Marah, kecewa, dan sakit hati adalah hal yang dirasakan Andrea saat ini, begitu mengetahui bahwa ia adalah anak adopsi. Tetapi di satu sisi ia juga merasa sedikit kekhawatiran yaitu akan diabaikan.
"Jadi selama tujuh belas tahun, mereka nutupi hal ini dari gue?" Monolog Andrea.
***
Sejak siang tadi Andrea terus berada di kamar, berusaha menenangkan dirinya. Ia bahkan belum mengganti seragamnya. Andrea hanya duduk bersandar di balik pintu dengan tatapan kosong. Ia tak tau bagaimana harus mengekspresikan perasaannya. Ia marah, ia kecewa, ia sakit hati.
Andrea membuka room chat Andrew. Ia bimbang apakah ia harus mengirim pesan bahwa ia ingin berbicara dengan Andrew. Tetapi pada akhirnya Andrea menutup ponselnya.
Sedangkan, di ruang tengah, Andrew, Letta dan Alan berada disana. Jam makan malam sudag selesai tetapi mereka tak melihat Andrea turun.
"Ndrew, adik kamu kenapa?" Tanya Letta.
"Andrew gatau, tapi tadi di sekolah dia baik-baik aja kok," jawab Andrew.
"Coba samperin dia," suruh Letta.
"Oke."
Andrew berniat beranjak tetapi Andrea turun disaat itu juga. Andrew menyadari keanehan di Andrea, ia menjadi lebih pendiam bahkan tatapannya tak fokus.
"Ndre, tumben kok baru turun?" Tanya Alan.
Andrea tak menjawab, ia hanya menatap aneh Letta dan Alan secara bergantian. Lagi dan lagi perasaan kesal itu kembali muncul saat menatap keduanya. Andrea tau ini bukan kesalahan mereka, tetapi ia merasa dadanya sangat sesak ketika melihat mereka.
Sepertinya Andrea harus kembali berdiam diri di kamar, meluapkan emosinya dan mencoba menghindari Letta dan Alan untuk sementara waktu sampai perasaanmu membaik dan ia sudah bisa menerima apa yang terjadi.
"Gapapa. Andrea balik," ucap Andrea lalu berjalan kembali ke kamar dan mengunci pintunya.
Mereka menatap Andrea kebingungan. Apa ada sesuatu yang Andrea alami hari ini?
Andrea menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak. Ia mencoba menarik nafas dalam, agar banyak oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya.
Tok .. tok .. tok
"Ndre, lo kenapa?" Tanya Andrew dari luar.
Andrea membuka pintunya membiarkan Andrew masuk. Ia duduk di bibir kasur sambil menunduk.
"Lo kenapa?"
Andrea tak menjawab, tetapi memberikan ponselnya yang berisi foto dokumen itu. Andrew juga harus mengetahui hal ini, bukan?
"Jadi lo udah tau," ucap Andrew membuat Andrea terkejut. "Gue udah tau sekitar lima tahun yang lalu."
"Kenapa lo gak kasih tau gue?"
"Gue gamau lo menjauh dari mereka karena hal ini, gue mau lo tetap merasakan kehangatan sebuah keluarga tanpa merasa aneh dengan posisi lo," ucap Andrew.
Andrea menatap tak percaya lalu tertawa miris.
"Justru karena hal ini gue makin merasa aneh dengan kehadiran gue di keluarga ini."
"Gak perlu merasa aneh, mereka udah anggap kita anaknya sendiri. Lo boleh kecewa tapi lo harus bersyukur juga karena mereka udah besarin kita sampai sekarang."
Gimana part hari ini? Jangan lupa vote and comments yaa 🤗
Follow Instagram :
@Literasimary_
KAMU SEDANG MEMBACA
GARDENIA [END]
RandomFOLLOW SEBELUM MEMBACA 💕 Andrea harus menahan rasa kesalnya setiap kali sang kakak menjahilinya. Bahkan semua perlakuan Andrew membuat Andrea semakin percaya bahwa sebenarnya Andrew sama sekali tak menyayanginya. Hingga suatu kejadian terjadi lalu...