Bab 10

71 15 0
                                    

Malam ini, Andrea memberanikan dirinya untuk menemui sang kakak yang masih mengurung dirinya di kamar sejak kemarin. Ia sudah memikirkan apa resikonya jika bertemu dengan sang kakak. Tetapi Andrea juga tak nyaman berada di kondisi seperti ini.

Ia beranjak dari kasur lalu menuju kamar Andrew yang berada di sampingnya. Tangannya terangkat, sudah siap mengetuk pintu, tetapi ia mengurungkan niatnya lagi. Beberapa kali Andrea terlihat ragu sebelum akhirnya ia benar-benar mengetuk pintu itu. Setelah mengetuk, Andrea membukanya perlahan.

Kamar yang begitu gelap dan berantakan. Itulah penampakan yang dilihatnya pertama kali. Sekilas Andrea mencium bau rokok. Setahunya Andrew bukanlah perokok, ia bahkan tak pernah merokok sekalipun. Andrea menyalakan lampu dan terlihatnya Andrew yang duduk di lantai bersandarkan kasur.

"Mau apa?" Tanya Andrew to the point, membuat Andrea semakin gelagapan.

"Gue minta maaf. Sekarang lo keluar dari kamar ya?"

"Ngapain?"

"Makan bareng. Sejak kemarin lo gak ikut makan dibawah."

Andrew bergeming lalu kembali merokok.

"Sejak kapan lo mulai merokok? Gue mohon jangan ngerokok lagi," ucap Andrea khawatir.

"Gak ada hubungannya sama lo."

Andrea menghela nafas sedih. Andrew benar-benar berubah. Ia menunduk dan tanpa sengaja melihat beberapa kaleng soda di dekat Andrew. Secara cepat ia mengambil satu lalu membukanya.

"Kalau lo gamau berhenti ngerokok, gue minum sodanya!" Ancam Andrea.

"Minum aja."

Andrea tertegun seketika. Sejak dulu Andrew sangat-sangat melarangnya meminum minuman bersoda dengan alasan kesehatannya. Bahkan menyentuh kaleng soda saja, ia sudah mendapat amukan selama satu jam. Namun, kini Andrew tak lagi melarangnya.

"Lo gak larang gue?"

"Gak. Sejak dulu lo mau kebebasan, kan? Gue bebasin lo sekarang, terserah lo mau ngapain," ucap Andrew lalu meminum seteguk soda.

Hati Andrea seakan ditusuk ribuan pisau setelah mendengar ucapan Andrew. Memang dulu Andrea sangat menginginkan kebebasan bahkan sampai saat ini. Namun, bukan begini caranya.

"Andrew .."

"Lo bisa keluar," usir Andrew.

Andrea beranjak keluar kamar sambil menahan tangis dan rasa sakit yang kian terasa. Setelah menutup pintu, air matanya langsung jatuh membasahi pipinya.

***

Setiap hari rasanya semakin hampa untuk Andrea. Bahkan saat di sekolah Andrew benar-benar seperti tak mengenalnya. Memang ia masih pulang bersama Andrew, tetapi di perjalanan Andrew hanya diam bahkan saat sampai Andrew langsung turun menuju kamar tanpa mengatakan apapun.

Soal tim basket Andrew juga sudah mengetahuinya. Sebab Kenzi memberitahunya lewat chat. Kedua hal itulah yang membuat Andrew merokok. Sejujurnya ia memang sudah meroko sejak lama tetapi hanya pada saat masalahnya begitu berat untuk dirinya. Ia tak pernah merokok di depan keluarganya apalagi Andrea.

"Bro, lo kenapa sama Andrea?" Tanya Kenzi.

"Gapapa."

"Gak mungkin gapapa. Lo beda banget gila sekarang. Sekarang lo beneran bebasin dia?"

"Bukannya bagus? Dia gabakal ada hambatan."

"Emang sih gak ada hambatan lagi. Masalahnya adalah lo udah biasaian Andrea dengan segala peraturan lo itu selama delapan belas tahun. Dia pasti udah kebiasa sama lo. Coba lo pikir, apa dia nyaman dengan kebebasan yang lo kasih?"

Andrew berhenti melemparkan bola basketnya. Yang dikatakan Kenzi memang benar. Andrea pasti sudah terbiasa dengan aturannya selama delapan belas tahun. Tetapi selama delapan belas tahun itu juga Andrea masih bersikap keras kepala dan suka membatahnya. Andrew sudah memikirkan dengan matang, bahwa ia akan membiarkan Andrea hidup sesuai keinginannya sendiri.

"Biarin dia hidup sesuai keinginannya."

"Segitu kecewanya lo sama Andrea?"

"Of course, gue kecewa. Gue kecewa sama diri gue ketika gue tau ternyata semua aturan gue begitu menyiksa Andrea. Gue kecewa karena dia gamau dengerin satupun nasehat gue," putus Andrew lalu pergi keluar lapangan.

Kenzi menghela nafas. Ia tau Andrew benar-benar sangat kecewa dengan dirinya ataupun Andrea. Ia juga tau bahwa Andrew masih belum bisa berdamai dengan keadaan. Hanya butuh sedikit lagi waktu agar semuanya kembali normal, semoga.

***

Saat ini Andrea masih berada di kelas. Ia menelungkupkan kepalanya. Ini adalah jam istirahat tetapi Andrea tak tertarik lagi dengan kantin. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya agar sang kakak mau memaafkan dirinya.

"Si Andrew masih belum maafin lo?" Tanya Adel yang dijawab dengan gelengan kepala Andrea. "Kalau boleh jujur, lo emang keterlaluan. Semua aturan dari Andrew gak ada satupun yang lo turuti. Padahal semua aturannya, nasehatnya itu cuma sekadar supaya lo aman dan terjaga."

"Gue tau. Gue emang bukan saudara yang baik, gue cuma bisa nambahi beban."

"Terus lo mau gimana?"

"Gue gatau dan masalah ini biar gue sendiri yang selesaiin."

Andrea beranjak pergi, niatnya ia akan menuju perpustakaan yang tenang. Ia memerlukan banyak waktu untuk berpikir sekarang. Andrea hanya ingin Andrew kembali seperti dulu.

"Andrea!" Panggil seseorang dari belakang.

Andrea menoleh dan mendapati Adrian yang berlari ke arahnya. Pikirannya mulai teringat kejadian beberapa hari lalu. Dengan segera Andrea mempercepat langkahnya agar menjauhi Adrian.

"Andrea! Gue minta maaf," ucap Adrian sambil menahan Andrea.

"Lepasin gue!" Titah Andrea lalu menghempaskan tangan Adrian kasar.

"Maafin gue. Gue beneran gatau apa yang gue perbuat hari itu."

"Lo cowok paling brengsek yang pernah gue temuin! Mulai sekarang jangan temuin gue lagi!" Putus Andrea lalu pergi.

Melihat kepergian Andrea. Adrian hanya menghela nafas lalu tersenyum.

"Gue emang brengsek, Andrea. Tapi kemarin belum seberapa. Gue bakal tunjukin yang lebih spektakuler."

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan cara Vote and comments yaa 🤗

Follow Instagram :

@Literasimary_

GARDENIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang