Bab 16

48 7 1
                                    

Suara tangisan terus terdengar dari arah luar ruang operasi. Alan memeluk Letta dan Andrea untuk memberikan kekuatan, walau kakinya terasa seperti jelly saat ini. Sudah sekitar 1 jam lamanya Andrew di dalam dengan para dokter yang menanganinya. Bahkan bernafas saja rasanya sangat sulit saat ini.

Tadi setelah mendapat telefon dari Andrea, awalnya Alan merasa terkejut karena putrinya menangis tetapi ia lebih terkejut saat mendengar Andrew mengalami kecelakaan saat berusaha menyelamatkannya. Jantungnya ingin berhenti saat itu. Alan segera pergi walaupun meeting akan segera dimulai.

Kabar ini juga sudah tersebar ke satu sekolah. Kabar bahwa Andrew mengalami kecelakaan di depan sekolah. Seluruh guru langsung merasa cemas seketika, tak menyangka bahwa putra dari salah satu pendonatur terbesar mengalami hal mengenaskan seperti ini.

Setelah hal ini terjadi Adrian harus disidang oleh guru karena kelakuannya yang menimbulkan kericuhan. Mungkin Adrian juga akan di masukkan ke tahanan remaja sebagai salah satu upaya akhir setelah diketahui bahwa ia melakukan banyak pelecehan seksual dan menyalahgunakan KTP orang lain untuk masuk ke bar.

Lampu operasi dimatikan pertanda bahwa operasi telah selesai. Para dokter keluar dari ruangan itu. Alan langsung menghampiri dokter itu.

"Bagaimana, dok?"

"Operasi nya berjalan lancar," ucap sang dokter dengan wajah cemas.

"Ada apa?" Tanya Alan yang menyadari hal itu.

"Operasinya memang berjalan lancar, hanya saja kami tidak bisa menentukan kapan pasien akan sadar karena cedera berat di kepalanya."

Jantung Alan seperti terhenti rasanya. Ia bahkan harus menopang tubuhnya pada tembok.

"Bagaimana bisa?"

"Silahkan ikut ke ruangan saya," ucap sang dokter.

Alan menoleh ke Letta dan Andrea yang semakin menangis setelah mendengarnya. Dia menghampiri mereka.

"Andrea, jaga mom. Dad akan pergi ke ruang dokter," ucap Alan yang diangguki oleh Andrea.

Alan langsung pergi ke ruangan dokter, sedangkan Andrew baru saja dikeluarkan dari ruang operasi untuk dipindahkan ke kamar VIP yang sudah dipesan Alan. Andrea dan Letta langsung beranjak mengikuti Andrew yang penuh dengan beberapa alat pembantu.

"Bagaimana?" Tanya Alan setelah sampai di ruangan dokter.

"Kami tidak tau kapan pasien akan sadar karena adanya keretakan di tengkorak pasien akibat benturan yang begitu keras."

"Apakah memerlukan operasi?"

"Kondisi ini akan pulih dalam beberapa bulan, dengan operasi ataupun tanpa operasi. Hanya saja yang kami takutkan adalah terjadinya infeksi. Karena itu saya menyarankan untuk melakukan MRI dan CT Scan."

Alan merasa sedikit lega sekarang, setidaknya putranya tak memerlukan operasi yang menakutkan itu.

"Lakukan MRI dan CT Scan," ucap Alan.

"Baik, pemindaian akan saya lakukan lusa. Saat ini kondisi pasien masih belum terlalu stabil dan saya akan memantau terus keadaannya sampai besok."

"Baik."

***

"Mom, ini kesalahanku. Andai saja waktu itu aku tak marah kepadanya dan melihat kiri kanan pasti ini tak akan terjadi," sesal Andrea sambil melihat keadaan sang kakak dari balik kaca. Ruangan Andrea tak boleh dimasuki siapapun kecuali perawat.

"Itu bukan kesalahanmu, sayang. Kakakmu sudah menepati janjinya," ucap Letta membuat Andrea menatap bertanya-tanya.

"Janji apa?"

Letta menghapus air matanya lalu menatap sang putri.

"Saat kalian masih duduk dibangku sekolah dasar. Andrew pernah berjanji untuk melindungimu dan menjagamu, bahkan ia rela mengorbankan apapun untukmu termasuk nyawanya. Dia menepati semuanya, termasuk mengorbankan mimpinya."

"Mimpinya?"

"Kau ingat saat Andrew berlatih mati-matian untuk pertandingan? Dia benar-benar menjaga posisinya saat itu. Tetapi karena kedatangan Adrian, Andrew harus memberikan posisinya untuk Kenzo. Karena itu secara tiba-tiba Kenzo pindah ke kelasmu. Itu karena suruhan Andrew untuk menjagamu."

"Kenapa bukan dia yang pindah?"

"Dia tak mau terus bertengkar dengan Adrian di dekatmu. Andrew benar-benar sangat memikirkan perasaanmu saat itu."

Andrea menangis saat mendengarkan penjelasan itu. Sungguh ia sangat menyesal. Andrea akui ia sangat bodoh saat mengharapkan Andrew mati.

"Lalu Andrew kembali terpilih untuk mengikuti pertandingan itu tetapi dia pergi saat pertandingan itu akan dimulai,  demi mencarimu bahkan ia harus dikeluarkan dari tim basketnya."

Andrea menutup mulutnya agar tangisannya tak terdengar keras. Andrew melakukan banyak pengorbanan untuknya, tetapi sampai saat terakhir itu, ia bahkan belum bisa membalas satu pun. Kenapa Andrew harus menyembunyikan semuanya?

"Walaupun dia sering menjahilimu tetapi mom tau sebenarnya dia sangat menyayangimu, dia tak ingin kau terluka walau hanya luka kecil. Saat kau kecil, kau pernah jatuh dari sepeda dan Andrew lah yang paling panik bahkan memaksa kami untuk membawamu ke rumah sakit padahal itu hanyalah luka kecil yang akan sembuh dalam waktu beberapa hari."

"Mom," panggil Andrea lalu memeluk Letta dengan erat, menumpahkan seluruh tangisannya. Letta memeluk putrinya dengan erat dan menepuk punggungnya.

Alan datang dari arah belakang. Letta melepaskan pelukannya lalu menghampiri Alan, begitupun dengan Andrea.

"Apa kata dokter? Kapan Andrew sadar?"

"Dokter tidak bisa memprediksi kapan Andrew akan bangun, lusa, hasil MRI dan CT Scan Andrew akan keluar."

"MRI dan CT Scan? Untuk?" Tanya Letta bingung.

"Ada keretakan di tengkoraknya, takutnya akan menimbulkan infeksi."

Letta hampir saja tumbang jika Alan tak menopangnya.

"Lalu kapan kita boleh masuk?"

"Besok. Hanya dua orang yang boleh masuk yaitu anggota keluarga. Istirahat lah, aku akan pulang untuk mengambil beberapa pakaian."

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan cara Vote and comments yaa 🤗

Follow Instagram :

@Literasimary_

GARDENIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang