Cassandra duduk di tempatnya yang berada di barisan paling belakang. Hanya ada dirinya di barisan itu saat ini, karena ini baru hari kedua Seven B menerima skors. Jadi tentu saja, tempat duduk mereka kosong.
"Cassandra, ayo keluar!," ajak Sally yang sudah berdiri di ambang pintu bersama Maya.
Cassandra pun bangkit dari mejanya lalu ikut bersama mereka berdua menuju ruang makan.
"Nih keripik, makan," Maya menyodorkan keripik yang sedang dikunyahnya sejak tadi.
Cassandra mengambilnya beberapa buah dan memakannya sambil berjalan.
"Gimana di kelas hari ini?," tanya Maya.
"Sepi," jawab Cassandra cepat.
Maya dan Sally saling pandang beberapa saat. Mereka berdua merasa heran dengan jawaban Cassandra.
"Kelas yang rame itu kaya' gimana sih menurut lo?," tanya Maya lagi.
Cassandra berhenti di tempatnya berdiri secara tiba-tiba. Maya dan Sally menatapnya.
"Gue nggak mungkin bilang sama mereka kalau kelas yang rame itu adalah di saat Keylan satu kelas sama gue dan nggak membenci gue. Karena dulu dia baik banget sampai bisa membuat gue jatuh cinta diam-diam ke dia," batin Cassandra.
"Cassandra? Cassandra?," panggil Sally, khawatir.
Maya mengguncang bahu gadis itu.
"Hei..., lo baik-baik aja kan?," tanya Maya yang ikut khawatir.
Cassandra tersadar dari lamunannya tentang masa lalu. Di mana Keylan bahkan pernah mengulurkan tangannya untuk membantu Cassandra, dan tersenyum dengan sangat manis di hadapannya.
"I..., iya..., gue baik-baik aja kok. Maaf ya, gue jadi ngelamun," Cassandra merasa tak enak hati.
"Ya udah, ayo kita ke ruang makan," ajak Sally.
Mereka pun kembali berjalan bersama-sama. Keylan keluar dari balik dinding asrama, tempatnya bersembunyi sejak tadi. Ia terus menyendiri sejak hukuman skors dijatuhkan untuk Seven B dua hari yang lalu. Dan entah kegilaan macam apa yang ia jalani, dirinya malah jadi sering sekali mengikuti ke manapun Cassandra pergi. Seperti seorang penguntit.
* * *
Cassandra kembali duduk bertiga bersama Maya dan Sally. Keylan menatap mereka dari meja yang berbeda, namun bukan juga dari meja yang biasa Seven B pakai untuk makan bersama.
Ian terlihat mendekat ke arah mereka bertiga. Keylan menatapnya dari balik hoodie yang ia pakai untuk menyamar.
"Cassandra, ini buat lo. Di makan ya, jangan dibuang," ujar Ian seraya menyerahkan kantong plastik berisi buavita rasa jambu, kesukaan Cassandra.
Cassandra menerimanya.
"Thank's ya, tapi..., ini dalam rangka apa?," tanya Cassandra, polos.
"Nggak dalam rangka apa-apa kok. Minum aja, jangan lupa istirahat," pesan Ian sebelum pergi.
Cassandra melongo di tempatnya duduk.
"Dasar musang! Ngapain sih pakai ngasih buavita jambu segala buat Cassandra? Bukannya dia suka sama Maya ya? Kok malah beralih ke Cassandra dan Maya dicuekin gitu sih?," batin Keylan, panas.
Cassandra kembali menyantap makan siangnya, dan Keylan kembali memperhatikannya.
"Lo kenapa?," tanya Maya pada Cassandra.
"Nggak apa-apa kok May, gue cuma merasa nggak enak aja karena Ian sampai harus bawain buavita buat gue," jawab Cassandra, sangat jujur.
"Nggak enak kenapa?," tanya Sally.
"Ya karena ini adalah hal yang nggak pernah anggota Seven B lakukan. Mereka hanya akan melakukan hal-hal di luar kebiasaan, karena merasa bersalah sama seseorang. Gue jadi merasa nggak enak sama mereka, hidup mereka pasti nggak pernah tenang karena gue," jelas Cassandra.
Sally merangkul Cassandra dan mencoba menenangkannya. Keylan mengepalkan tangannya kuat-kuat, entah kenapa ia jadi merasa bertanggung jawab atas kesedihan yang Cassandra rasakan saat ini?
"Nggak Key! Lo nggak boleh lemah sama airmata cewek penipu itu! Lo harus tindas dia lebih dari yang dulu! Supaya dia tahu, kalau apa yang terjadi di masa lalu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya!," geram Keylan yang kembali mengingat hari itu.
* * *
Keylan berpapasan dengan keenam anggota Seven B lain saat ia masuk ke asrama. Mereka tak saling menyapa, semua terasa sangat kaku. Cassandra menatap mereka dari depan kamarnya di lantai satu.
"Kenapa kita berhenti di sini sih? Gue gerah lihat manusia batu macam dia!," sindir Tita, terang-terangan.
"Nggak usah sok nyindir lo! Lo pikir sikap lo itu lebih baik daripada sikap gue?," Keylan menikam Tita dengan kata-katanya.
Tita tersenyum miring ke arah Keylan.
"Gue memang kasar, semua orang tahu kalau mulut gue tajam. Tapi gue nggak punya sejarah pernah melukai hati orang lain dan juga membully yang lemah! Gue kasar dan kejam sama orang yang pantas mendapatkan ganjaran! Dan itu bukan Cassandra!," balas Tita, tak kalah tajam.
"Lo nggak pernah ada di posisi gue!!!," teriak Keylan.
Semua kembali menatap Seven B yang selalu saja tegang jika bertemu.
"Lo nggak pernah ada di posisi Cassandra!!!," Tita balas berteriak.
Keylan terdiam.
"Sadar lo! Lo nggak pernah sama sekali mencoba bertanya ke dia tentang masalah sebenarnya Key..., lo menyudutkan dia tanpa mencoba mencari tahu apakah Cassandra terlibat atau nggak! Lo cuma cari pelampiasan, dan karena dia lemah makanya lo terus-menerus membully dia!," tambah Difta.
"Udahlah, nggak ada gunanya ngomong sama batu! Ayo keluar!," ajak Alex.
Mereka meninggalkan Keylan tanpa mengatakan apapun lagi. Cassandra masih menatap sosoknya, dan ia sudah kembali menangis saat mendengar pertengkaran itu. Keylan menoleh dan menatap tajam ke arahnya. Pria itu berjalan mendekat hingga berhenti tepat di hadapan Cassandra.
"Nggak usah nangis! Gue nggak suka cewek cengeng kaya' lo! Hapus itu airmata dan jangan coba-coba nangis di depan gue lagi!," bisiknya, kejam.
Cassandra pun dengan cepat menghapus airmata dari wajahnya. Keylan berbalik dan pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Pria itu memang takkan pernah berubah, sesuai dengan yang Cassandra duga selama ini.
Keylan masuk ke kamarnya dan berbaring di tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Pikirannya kacau, ia tak bisa berpikir jernih. Bukan karena pertengkaran dengan sahabat-sahabatnya tadi, tapi karena Cassandra yang menangis di hadapannya.
'Dulu lo cuma diam kalau gue bully, kenapa sekarang lo berubah jadi tambah lemah sih?.'
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
KeNdra ; Ketika Hatiku Menolak Membencimu
Novela Juvenil[COMPLETED] AKU BENCI KAMU! Satu kalimat penuh makna yang aku simpan selama ini sebagai peringatan darimu. Kamu begitu membenciku dan aku begitu mencintaimu. Kita diibaratkan air dan minyak. Bagaimanapun bentuk usaha untuk mempersatukan, maka tetap...