Memenuhi Janji

66 14 0
                                    

Cassandra bangun pagi-pagi sekali dan kembali menatap surat yang ada dalam pelukannya. Di depannya sudah ada Sally, Kyara, Debby dan Maya yang langsung memeluknya.

"Seven B..., mereka koma," ujar Sally sambil menangis hebat.

Cassandra pun kembali menangis sambil membalas pelukan keempat gadis di hadapannya. Hatinya sakit, sangat sakit!

Debby menangkupkan kedua tangannya di pipi Cassandra dengan lembut.

"Lo harus sekolah, jangan kecewain Key. Lo udah janji sama dia, Kak Hendri yang kasih tahu kita," ujar Debby.

"Iya..., ayo cepat mandi. Lo harus siap-siap ke sekolah. Keylan nggak akan mau lihat lo sedih terus begini, dia mau lo bangkit meskipun dia lagi nggak ada di sisi lo," tambah Maya.

Cassandra pun bergegas mandi, Debby, Kyara dan Maya pun kembali ke kamar mereka masing-masing untuk bersiap-siap juga. Sally membantu Cassandra menyiapkan buku-bukunya ke dalam tas.

Mereka berangkat bersama meskipun masih dalam keadaan berduka tentang peristiwa kemarin. Laboraturium di lantai tiga yang masih diberi pita kuning dari kepolisian terlihat dari kejauhan.

"Imey meninggal!," ujar Sally.

"Baguslah! Bukannya gue mau jahat, tapi nggak ada gunanya juga kalau dia tetap hidup. Ini mungkin perderitaan pertama buat lo karena harus jauh dari AL setelah apa yang dia perbuat. Tapi ini bukan penderitaan pertama buat gue, dia banyak melakukan hal yang udah bikin gue menderita. Sekarang, dia bahkan membuat Key kembali jauh dari jangkauan gue!," geram Cassandra, dingin.

Sally menatapnya, ia tak pernah melihat Cassandra yang sedingin itu di sampingnya. Wanita itu pasti sangat shock dan lelah saat ini setelah apa yang Imey perbuat terhadapnya.

Mereka berjalan menuju ke kelas gabungan, di mana semua orang yang berkaitan dengan Seven B - kecuali Maya - ada di sana. Hari itu, percobaan Kimia tidak akan dilakukan di laboraturium melainkan di kelas gabungan.

"Akhirnya datang juga cewek pembawa sial itu...," ejek Sisil dan Vanya bersama teman-teman mereka.

Mereka kini berani menunjukkan diri lagi setelah Seven B tidak ada, karena menurut mereka tidak akan ada yang melindungi Cassandra.

"Kalian mau apa lagi sih? Nggak puas udah di kasih pelajaran sama Seven B?," tanya Kyara.

"Seven B? Siapa tuh? Orang yang udah siap mati ya?," ejek Rizal.

HAHAHAHAHA!!!

Cassandra mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.

"Panggil mereka kalau bisa!!! Suruh bangun dan kasih tahu kalau kita mau gangguin cewek pembawa sial ini!!!," tantang Vanya.

"Orang udah sekarat aja masih dibangga-banggain," ejek Helen.

Cassandra sudah tak tahan lagi. Ia meraih salah satu botol berisi bahan Kimia untuk percobaan yang sudah diletakkan oleh Bu Indri di kelas itu, lalu melemparnya ke lantai, tepat di hadapan orang-orang yang berani mengejek Seven B.

PRAAANNNGGG!!!

Semua mata kini menatap lurus ke arah Cassandra yang auranya tak jauh berbeda dengan Keylan ketika marah.

"Lo semua udah dengar kan bagaimana nasib perempuan yang mencoba berbuat jahat ke gue di laboraturium kimia? Dia jadi mayat setelah semua bahan kimia itu meledak!," ujar Cassandra dingin.

Ia mengeluarkan korek api dari dalam sakunya.

"Sekarang pilih! Lo semua pergi dari sini dan jangan pernah lagi muncul untuk menjelek-jelekan Seven B, atau gue bakal bikin nasib lo semua sama seperti perempuan itu...," ancam Cassandra datar

Mereka sudah jelas gemetar saat melihat korek api yang mulai tergesek di tangan Cassandra.

"Woy, cabut lah! Kalau dia sampai benar-benar mau bakar ruangan ini, maka kita nggak akan selamat!," ajak Rizal.

Mereka semua berlari keluar dari ruangan itu, Vanya menatap tak percaya ke arah Cassandra.

"Sekarang gue tahu, apa alasannya Keylan milih elo dalam hidupnya. Karena lo sama gilanya dengan Keylan!," ujar Vanya.

"Baguslah kalau lo tahu! Sekarang menjauh, atau gue benar-benar nggak akan lepasin lo dari ancaman gue!," sinis Cassandra.

Vanya pun berlari keluar dengan cepat, dia ketakutan.

Cassandra kembali menyimpan korek ke dalam sakunya. Ia meraih alat pel untuk membersihkan lantai yang kotor karena perbuatannya. Kyara dan Debby mendekat untuk memeluknya.

"Hei, udah duduk aja. Nanti kita yang bersihin," bujuk Debby.

"Nggak apa-apa Kak, biar gue aja," balas Cassandra, sambil menahan airmatanya.

Cherry bangkit dari kursinya dan membantu memunguti pecahan kaca dari lantai. Wayan dan yang lainnya ikut membantu agar semua cepat selesai. Mereka semua tahu, Cassandra hanya berpura-pura kuat tadi, bahan kimia yang ia tumpahkan pun bukanlah yang mudah terbakar.

"Cassandra, udah ya. Jangan banyak pikiran, berdoa yang banyak untuk Key biar cepat sembuh," bujuk Kyara.

Cassandra menganggukan kepalanya dan mulai duduk di kursinya, sambil menangis sendirian.

'Sulit, namun aku sudah berjanji. Maukah kau juga berjanji untuk cepat kembali?.'

* * *

Maya mengambil foto menggunakan kamera ponselnya. Sally masih meresapi setiap kata yang Cassandra tulis dalam puisinya yang kembali di tempel oleh Bu Lia di mading.

Disatu senja aku menatapmu
Kau juga balas menatapku
Kau melingkarkan rasa hangat ke dalam sanubariku tanpa kuduga
Sementara aku bahkan tak bisa memayungimu kecuali dengan rasa

Kau berujar padaku tentang Langit
Langit yang aku tahu adalah dirimu
Dan kau menyapaku bukan sebagai inti dasar Bumi
Kau datang dan menyapaku sebagai Awan

Ujarmu Awan akan selalu ada untuk Langit
Di kala siang ataupun malam
Tanpa Awan, Langit akan hampa
Karena Awan adalah selimut bagi Langit

Langit takkan meninggalkan Awan
Awan pun takkan meninggalkan Langit
Seperti rasa
Yang takkan pernah meninggalkan kita.

- Cassandra Oktaviany -

"Gue kirim itu ke Kak Hendri," ujar Maya.

"Biar dia baca buat Key?," tanya Sally.

Maya mengangguk.

"Nggak romantis banget sih May..., masa orang koma dibacain Puisi," sindir Sally.

Maya melirik ke arah Sally.

"Sal, sadar nggak sih lo, kalau elo itu mirip banget sama Tita?," tanya Maya.

"Hah?."

"Iya..., seenaknya kalau nyindir, sesuka hatinya aja kalau sebel sama orang, blak-blakan. Semua ada sama lo."

"Itu kali yang Abang gue suka dari Tita," jawab Sally asal.

"Iya..., Abang lo memang seleranya aneh," balas Maya.

Hendri membaca Puisi milik Cassandra di samping ranjang yang Keylan tempati. Ia berharap Keylan bisa mendengar ungkapan dari Cassandra. Meskipun kemungkinan itu sangat kecil.

* * *

KeNdra ; Ketika Hatiku Menolak MembencimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang