Menyelimuti (Lagi)

62 13 0
                                    

Cassandra baru saja selesai mendengarkan suara Hendri dari ponselnya. Kedua tangannya gemetar luar biasa, hatinya pun ikut merasa sakit. Kini ia hanya bisa menangis. Ya, menangis untuk kehilangan.

"Kamu datang ya ke rumah sakit. Hari ini Dokter akan melepas semua alat penopang hidup pada Seven B, termasuk Keylan. Mungkin kamu ingin melihatnya sebelum alat itu benar-benar dilepas."

Dunianya hancur. Semuanya sudah hancur. Takkan ada yang tersisa lagi untuk menjadi bagian masa depannya. Keylan pergi. Keylan takkan kembali lagi meskipun ia memohon.

Cassandra keluar dari asrama setelah mendapat surat ijin, ia kembali mengingat momen terbaik dalam hidupnya bersama Keylan.

"Ini kita mau kemana Key?."

"Ke dunia yang nggak pernah lo duga."

Dan airmata itu kembali terjatuh. Langkah Cassandra terasa begitu berat. Ia tak lagi merasakan bahagia ketika melangkahkan kakinya hari itu. Namun, ia merasa harus tetap pergi untuk melihat Keylan terakhir kalinya.

Turun dari kendaraan umum, ia menatap ke toko bunga, namun segera sadar kalau dirinya alergi pada bunga-bunga itu. Dan ia kembali teringat sesuatu tentang Keylan yang pernah menangis seperti bayi di dalam pelukannya.

"Key, udah dong nangisnya."

"Nggak! Gue belum puas!."

"Elo kenapa sih Key?."

"Gue senang karena lo udah bangun. Gue senang karena lo udah baik-baik aja. Gue minta maaf karena nggak peka kalau lo takut sama bunga. Gue juga minta maaf karena nggak menyingkirkan cowok sialan itu dan malah fokus pengen nonjok mukanya si Vanya..., gue minta maaf."

Sekarang rasanya Cassandra benci menangis. Ia benar-benar benci menangis karena kehilangan Keylan!

"Mbak, mau beli bunga?," tanya Ibu-ibu pemilik toko itu.

"Eh, nggak Bu, saya alergi bunga," jawab Cassandra dengan cepat.

"Ada juga kok bunga buatan. Bahannya bagus, anti air dan nggak menempel debu," ujarnya.

"Kalau begitu boleh Bu, yang warnanya merah ya Bu," pinta Cassandra akhirnya.

Ibu tersebut mengambilkan bunga palsu untuk Cassandra yang hanya berdiri di pinggir jalan. Jelas sekali kalau gadis itu takut masuk ke toko bunga karena alerginya yang akan kumat.

Usai membeli bunga. Cassandra benar-benar melangkah ke area dalam rumah sakit dan berjalan menuju ruang perawatan yang Hendri beritahu tadi melalui ponselnya. Saat ia tiba di depan pintu itu, Cassandra tak segera masuk ke dalam. Ia membuka kembali surat dari Keylan yang telah berulang-ulang ia baca untuk memantapkan diri agar ikhlas dengan kepergian Pria itu jika melihatnya nanti.

Cassandra melipat surat itu dan menghapus airmatanya yang mengalir lagi. Seseorang menepuk pundaknya tiba-tiba.

"Hai Cassandra, kok terlambat?," tanya Kyara dengan wajah basah yang ia yakini karena airmata.

"Gue..., gue beli bunga dulu sebelum ke sini," jawab Cassandra sambil menunjukkan sebuket bunga mawar berwarna merah - yang tentu saja bunga palsu - pada Kyara.

Kyara menggenggam tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan itu. Cassandra berusaha menguatkan dirinya agar bisa menerima kenyataan. Kepalanya terus saja tertunduk, karena rasanya sangat berat untuk menatap ke depan sementara di depan sudah tak lagi ada sosok yang ia cintai.

"Lo dari mana aja sih??? Nggak tahu ya gue nungguin dari tadi???."

Suara itu..., suara yang sangat Cassandra kenal! Ia pun mengangkat wajahnya dan melihat Keylan yang sedang menatap tajam ke arahnya dengan ekspresi sebal luar biasa. Cassandra pun terpaku dan terdiam membisu di tempatnya.

"Lo..., lo nggak mati???," tanya Cassandra, speechless.

"LO BERHARAP GUE MATI??? KOK BISA SIH LO SEJAHAT ITU???," geram Keylan.

Cassandra menangis hebat hingga buket bunga mawar yang ia bawa terjatuh dari genggamannya. Keylan pun menangkap buket bunga itu dengan cepat sebelum sampai di lantai, lalu melihat kalau bunga itu adalah bunga buatan.

"Bu..., bukan gitu..., tadi Kak Hendri telepon, katanya mesin penopang hidup kalian mau dicabut sama Dokter..., jadi gue pikir..., gue pikir..., lo mati," ujar Cassandra, polos.

HAHAHAHAHA!!!

"Nasib lo Key..., udah sebulan nggak pernah dijenguk, sekalinya dijenguk dikira mati," ejek Veyza, tanpa rasa berdosa.

Mau tak mau, yang lainnya pun ikut tertawa. Keylan ingin memukul Veyza saat itu juga, namun keadaan Cassandra jauh lebih penting di matanya. Ia ikut duduk di lantai dan memeluk Cassandra dengan erat sambil membelai rambutnya dengan lembut.

"Udah..., jangan nangis. Salah ngasih info aja itu Kak Hendri. Jangan nangis ya..., gue masih ada di sini buat lo," bujuk Keylan.

Cassandra mengusap airmatanya dan mencoba mengatur nafasnya agar kembali teratur. Ia menyodorkan surat dari Keylan yang ia baca tadi. Keylan menerimanya.

"Ambil!!! Gue nggak terima surat perpisahan!!!," gerutu Cassandra.

Keylan terkekeh pelan.

"Udah berapa kali lo baca surat ini? Kok kertasnya sampai lecek begini sih?," goda Keylan.

BUGH!!!

Satu pukulan mendarat dengan mulus dari tangan mungil Cassandra ke bahu Keylan. Keylan meringis kesakitan tapi tetap saja kembali memeluk gadis yang begitu ia cintai.

"Cieee..., ada pengantin baru nih!!!," goda Andra.

"Pelaminan bukan di sini..., salah tempat!!!," tambah Difta yang sedang disuapi es krim oleh Radit.

"TERSERAH!!!," balas Keylan, tak peduli.

Cassandra memeluk Keylan erat-erat, ia bernafas lega meskipun sambil menangis di dalam pelukan Pria itu.

"Udah dong Princess Rabbit-ku, jangan nangis lagi ya. Thank's buat bunga palsunya...," ujar Keylan, bahagia.

"Gue nggak bisa beli bunga asli! Itu aja gue berdiri di pinggir jalan dan nggak masuk ke toko bunganya langsung," balas Cassandra.

"Iya..., iya..., nggak apa-apa kok. Lo nggak bawa apa-apa aja gue udah senang," bujuk Keylan.

Cassandra mengusap airmata dari wajahnya.

"Lo udah makan? Mau gue beliin makanan nggak?," tanya Cassandra.

Keylan tersenyum. Seperti biasa, gadisnya selalu saja menanyakan keadaan perutnya lebih dulu ketimbang hal lainnya.

"Gue baru boleh makan bubur aja. Katanya lambung gue butuh penyesuaian kembali seperti bayi yang baru lahir," jawab Keylan.

Cassandra tersenyum miring sambil memicingkan kedua matanya.

"Seperti bayi? Bayi Singa?."

Keylan pun menggeram sebal.

* * *

KeNdra ; Ketika Hatiku Menolak MembencimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang