Fatamorgana

62 11 0
                                    

Keylan bangun di tempat yang sama. Ini sudah ke delapan ratus enam puluh lima kalinya ia terbangun di tempat yang sama. ia menoleh ke semua arah, berharap kali ini akan menemukan seseorang yang benar-benar nyata. Bukan khayalan.

Ia bangkit untuk berdiri dan mulai berjalan lagi menuju pintu berwarna abu-abu. Di kakinya ada genangan air, tapi ia sudah tak peduli. Ia hanya ingin mencari jalan untuk kembali pada kehidupannya yang dulu. Ia tak mau lagi berpikir tentang realistis atau tidak realistis. Ia hanya ingin pulang!

"Key!," panggil seseorang.

Ia menoleh. Kali ini adalah Ian yang memanggilnya. Apakah ini nyata?

"Ayo ikut..., kita main basket! Kaya' dulu," ajaknya.

Keylan pun mengangguk lalu mengikuti langkah Ian yang berbalik lalu menjauh darinya. Semakin lama, sosok Ian malah menghilang dari pandangan mata Keylan.

"Sial!!! Lagi-lagi itu hanya hal yang tak nyata!!!," umpat Keylan.

Ia kembali berjalan lalu tiba-tiba berada di sebuah hutan. Semua berwarna hijau namun buram dan membingungkan.

"Ini gue ada di mana? Gue pengen banget pulang dan ketemu Cassandra lagi..., please..., gue butuh jalan," rintih Keylan.

"Key!," panggil satu suara lagi.

Keylan kembali menoleh dan melihat Tita di ujung jalan setapak dalam hutan itu. Keylan pun mendekat ke arahnya, namun Tita tak semakin mendekat malah semakin menjauh. Tak putus asa, Keylan pun berlari sekencang-kencangnya menuju ke arah tempat Tita berdiri.

"TITAAAAA!!!," teriaknya, lalu kembali jatuh dalam kegelapan.

* * *

"Minggir!!! Menjauh dari pasien!!!," perintah Dokter Agatha.

Dokter Agatha segera memberikan pertolongan pada Keylan yang kembali mengalami kejang dalam kondisinya yang koma. Hendri menyingkir bersama Maya dan Sally yang ikut kaget saat Keylan tiba-tiba kejang.

Kyara dan Debby yang baru saja tiba melihat kecemasan di wajah Hendri, Sally dan Maya.

"Ada apa?," tanya Kyara.

"Key..., dia mengalami kejang-kejang lagi," jawab Maya.

Debby langsung melepaskan tas yang dibawanya lalu masuk ke balik gorden putih yang menghalangi pandangan. Dokter Agatha menatapnya kaget.

"Jangan ke sini! Keluar!," bentak Dokter Agatha.

Debby tak mendengarkan lalu mendekat pada Keylan.

"Key! Jangan menyerah! Cassandra nunggu lo kembali! Dia nangis terus karena merasa kehilangan! Hari ini dia nulis puisi buat lo, judulnya Sepi! Lo nggak mau dia sendirian kan? Ayo berjuang!," teriak Debby tepat di telinga Keylan.

Mendadak tubuh Keylan yang kejang kembali normal seperti tadi. Dokter Agatha terpana beberapa saat ketika melihat hal tersebut.

"Maaf, saya hanya mencoba membantunya untuk bertahan," ujar Debby, lalu kembali berwajah datar.

Debby keluar dari balik gorden dan melakukan hal yang biasanya ia lakukan jika datang ke rumah sakit. Semua menatapnya, bahkan Dokter Agatha.

Hendri mengajaknya bicara di luar ruang perawatan.

"Maaf karena saya tak bisa mencegah Debby untuk tidak masuk ke sana tadi," sesal Hendri.

"Tidak masalah. Mungkin dia benar, kalau tadi adalah saat di mana Keylan membutuhkan bantuan untuk bertahan," balas Dokter Agatha.

Mereka terdiam.

"Cassandra, adalah pasien yang mengalami alergi karena bunga waktu itu kan?," tanya Dokter Agatha.

"Ya..., dia adalah Cassandra yang Debby sebut tadi," jawab Hendri.

"Dia tidak pernah ke sini?."

"Key yang melarangnya sebelum kejadian ledakan itu terjadi. Key sudah memintanya berjanji untuk tetap sekolah, tidak membolos dari kelas, tidak meninggalkan Ekskul, dan untuk tidak mengkhawatirkannya meskipun dia tidak ada di sisi gadis itu," jelas Hendri.

"Dan gadis itu sedang memenuhi janjinya...," tebak Dokter Agatha.

Hendri menganggukan kepalanya. Dokter Agatha tersenyum.

"Keylan sepertinya memilih orang yang tepat," ujar Dokter Agatha.

"Mereka semua memilih orang yang tepat," ralat Hendri.

"Bagaimana denganmu?."

"Entah."

* * *

Cassandra membuka pintu kamar asrama dan menatap ruang di sekitarnya yang gelap. Mati lampu! Hal yang paling dibencinya dalam hidup ini.

Ia berjalan dalam gelap dengan meraba-raba dinding yang ada di sampingnya. Ia berharap segera sampai di pintu keluar, namun rasanya langkah kakinya seperti tertahan oleh sesuatu.

"Sally kemana sih? Kenapa semua orang juga ikut menghilang?," tanya Cassandra dalam hati.

Dia pun teringat, bahwa Sally belum pulang dari rumah sakit. Cassandra pun merasa lemas seketika saat menyadari bahwa mungkin saja semua orang sudah keluar dari asrama sejak tadi, dan ia tertinggal sendirian di sana karena ketiduran.

"Hai Princess Rabbit-ku... ."

Cassandra menoleh ke belakang dan melihat sosok Keylan yang berdiri di tengah-tengah koridor asrama lantai satu.

"Key?," tanya Cassandra ingin memastikan.

"Iya, ini gue," jawab Keylan.

"Lo darimana? Bukannya lo masih koma di rumah sakit?," Cassandra kebingungan.

Keylan tersenyum.

"Gue ada di sini terus kok. Ini kamar gue," tunjuk Keylan ke arah sebuah pintu.

Cassandra mengerenyitkan keningnya.

"Itu bukan kamar lo! Kamar lo ada di lantai dua! Lo bukan Keylan! Lo bukan Keylan! Lo bukan Keylan!!!."

ARRRGGGHHHHHH!!!

"Hei..., Cassandra..., sadar!!!," Sally menepuk-nepuk pipi gadis itu.

Cassandra pun bangun setelah melihat wajah Sally di hadapannya dan lampu yang bersinar dengan terang. Nafasnya terengah-engah luar biasa.

"Nih..., minum dulu," Sally menyodorkan segelas air putih kepada Cassandra

Cassandra pun meminum air itu dengan cepat hingga habis tak bersisa.

"Lo mimpi buruk?," tanya Sally.

Cassandra mengangguk.

"Gue lihat Keylan di koridor tangga tengah depan kamar kita, dia bilang katanya dia selalu di sini dan nunjuk salah satu pintu terus bilang kalau itu kamarnya," jawab Cassandra.

Sally mengusap rambut Cassandra dengan lembut.

"Lo terlalu banyak mikirin dia, lo terlalu stress dengan semua hal saat ini. Itulah kenapa lo bisa mimpi buruk," ujar Sally.

"Iya, lo benar Sal, gue memang terlalu banyak mikirin dia. Tapi gue juga nggak bisa berpura-pura bego dan pura-pura nggak mau tahu tentang keadaannya. Gue cinta sama Key, gue sayang sama dia Sal..., gue menderita dengan keadaan saat ini. Gue hilang arah," ungkap Cassandra.

Sally pun memeluknya dengan erat.

"Sabar ya, kita pasti bisa lihat mereka bangun lagi," ia menguatkan.

'Dan aku akan menanti hari itu tiba.'

* * *

KeNdra ; Ketika Hatiku Menolak MembencimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang