25 | desas-desus

61 8 4
                                    

‹ ‹ d u a p u l u h l i m a › ›

Hari pertama masuk sekolah di semester genap. Bagi Keira dan anak-anak kelas 12 lainnya, semester ini adalah semester terakhir di SMA Adyatma. Mereka akan makin disibukkan dengan segala try out, bimbel yang semakin padat, segala jadwal SNMPTN, dan segala macam ujian-ujian sekolah yang lain. Sementara untuk Kassie, Bu Penny menyuruhnya untuk ikut tambahan pelajaran seminggu sekali bersama dengan beberapa murid lainnya untuk dipersiapkan ikut olimpiade matematika.

Keira merasa agak gugup ketika masuk sekolah, karena baru saja ia melangkahkan kakinya ke dalam gedung, berpasang-pasang mata langsung melihat ke arahnya, apalagi ketika ia berpapasan dengan Selin. Dari tatapan-tatapan itu, ia tahu kalau desas-desus tentang dirinya semakin tersebar ke seantero sekolah. Begitulah resiko jika mengasosiasikan diri dengan Paramarta bersaudara. Terlebih, Keira belum bisa melakukan apa yang ia janjikan pada Sheryl dan Nanda untuk berbicara terus terang dengan Aiden.

Di tengah rasa tidak nyamannya itu, tiba-tiba Ernest dan Yoga menghampiri Keira. Keduanya terlihat sumringah. Keira merasa sedikit lega, setidaknya ada wajah ramah yang ia jumpai pagi ini.

"Kei, udah liat Youtube kita belom?" tanya Ernest.

"Belom liat lagi, terakhir kali gue cek kalo nggak salah masih 200an views-nya. Kenapa lo kok semangat banget?" tanya Keira.

Ernest menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan kanal Youtube band mereka yang baru berisi satu video.

"Lo liat baik-baik Kei," kata Yoga sambil menyodorkan ponsel Ernest lebih dekat ke wajah Keira. "Tatap baik-baik!"

"Hah kok tiba-tiba 5.000?" kata Keira sedikit berteriak. Ia langsung mengambil alih ponsel Ernest dari tangan Yoga. "Wah ada yang dislike dua orang, tapi nggak apa-apa. Komentarnya positif semua! Eh, Nest ada yang bilang lo ganteng."

"Kayaknya matanya rada burem sih. Lo bayangin ada gue, a full course meal, tapi yang dibilang ganteng dia?" Yoga menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Iri bilang bos!"

"Ya udah ya, gue ke kelas dulu nih nanti telat," kata Keira, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.

Keira tidak menyangka kalau orang yang paling dihindarinya malah sedang menunggunya di depan pintu kelas. Ia sedang berdiri, bersandar di dinding sebelah pintu masuk, membuat Keira tidak bisa menghindarinya. Ia mengenakan washed denim jacket di luar seragamnya dan mengenakan tas selempang yang mungkin isinya hanya sebuah buku tulis dan sebatang pulpen. Rambutnya yang berombak indah tergerai sampai pundak. Entah ia menyadarinya atau tidak, dari tadi ia telah  menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat. Atau mungkin juga ia sudah terbiasa dengan tatapan-tatapan itu.

"H...Hai," sapa Keira canggung.

Wajah Aiden langsung cerah ketika melihat Keira.

"Gue nungguin lo dari tadi," katanya sambil tersenyum.

"Kenapa ditungguin kan kita sekelas?"

Aiden mengedikan bahunya. "Emang nggak boleh gue nungguin lo?"

"Maksudnya mendingan lo langsung duduk kan daripada berdiri di luar."

"It's okay, gue nggak masalah berdiri sebentar buat nungguin lo."

Keira tidak harus tahu berkata apa, ia hanya menggeleng dan masuk ke kelas ke tempat duduknya biasa, Aiden mengikutinya dari belakang. Teman-teman sekelas mereka memerhatikan mereka berdua, namun hanya bisa saling berbisik-bisik membuat asumsi tentang mereka.

QuaternaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang