‹ ‹ ✾ e m p a t ✾ › ›
Matahari sudah bersinar terang menembus tirai kamar, sementara Aiden masih enak-enakan ngorok di tempat tidur. Baginya, tidur baru bisa disebut tidur jika mencapai dua belas jam (yang langsung mendapatkan jitakan keras dari ibunya setelah mengatakannya saat makan malam).
Namun ketukan di pintu kamarnya merusak mimpi indah Aiden.
"Aiden! Bangun buruan disuruh Mama sarapan." Cowok itu tahu betul kalau itu adalah Adam, adik kembarnya yang sangat morning person, berkebalikan dengannya.
Aiden menutupi wajahnya dengan bantal. Namun ketukan di pintu kamarnya berubah menjadi gedoran yang sadis.
"Duh ini orang mau bangunin apa mau ngerampok sih?" gumamnya.
Cowok itu dengan berat hati membuka pintu kamarnya dan mendapati Adam yang sudah rapi dengan seragam sekolahnya—seperti biasa. Aiden sangat heran pada kembarannya itu. Matanya otomatis terbuka pada pukul lima setiap pagi, bahkan tanpa alarm.
"Duh apa sih?" tanya Aiden malas.
"Siap-siap sekolah, pinter. Udah jam berapa ini." Adam melirik jam tangannya. Aiden bahkan tidak peduli jika sekarang sudah pukul dua belas siang.
"Lo tahu sendiri kan gue bangun jam berapa," ujar Aiden kesal dengan kebawelan adiknya. "Udah ah gue mau tidur setengah jam lagi."
"Tapi Mam—"
Aiden menghela napas. Lagi-lagi mamanya mengirim Adam untuk membangunkannya dengan paksa.
"Shhh udah tenang aja. Entar gue bilang bukan salah lo kok. Bye Bro." Aiden menepuk-nepuk bahu Adam, lalu membanting pintu kamarnya sebelum adiknya itu sempat mengatakan apa-apa lagi.
Ia tahu walaupun Adam tidak berhasil membangunkannya, adiknya itu tidak akan dimarahi oleh kedua orangtuanya. Adam adalah kebanggaan keluarga Paramarta, yang sudah disiapkan secara khusus untuk menjadi penerus bisnis ayah mereka. Dari masih di sekolah dasar, Adam selalu juara kelas. Juga banyak piala-piala di kamarnya yang diraihnya di bidang akademik. Berbeda dengan Aiden yang sering remedial, walaupun ia juga banyak meraih penghargaan di bidang olahraga, bukan itulah yang ayah mereka harapkan.
Dari awal Dimas membicarakan kepada dua anaknya bagaimana serius bisnisnya dan sangat sulit untuk mempercayai orang lain—bahkan saudara mereka sendiri—ia ingin kedua putranya meneruskan bisnisnya setelah lulus kuliah nanti. Namun sejak awal, Aiden menolak mentah-mentah. Ia ingin menentukan jalannya sendiri. Sejak saat itu, semua tanggung jawab dibebankan kepada Adam. Adam yang sempurna dan selalu patuh dengan kedua orang tuanya.
Meskipun begitu, rasa sayang Dimas dan Linda tidak berkurang untuk Aiden. Walaupun awalnya sulit bagi Dimas untuk menerima penolakan tersebut, tetapi—setelah diyakinkan oleh Linda—ia percaya bahwa Aiden sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusannya sendiri, dan ia akan menerima anak sulungnya itu dengan tangan terbuka jika suatu saat ia berubah pikiran.
"Aiden sayaaang bangun!" kini suara sopran ibunya yang terdengar. Jika Linda yang sudah beraksi, Aiden sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain melakukan apa yang ia mau.
Pintu kamar Aiden terbuka lebar, membuat cowok itu menghela napas sebal.
"Ma, kan kita udah bicara soal ngetok pintu," kata Aiden sebal, namun tetap menjaga nada suaranya sesopan mungkin.
"Kita juga udah bicara soal bangun pagi?" Linda duduk di tepi tempat tidur sembari membawa sepiring pancake dan susu cokelat kesukaan Aiden.
Ya, Aiden memang tampak sangar dan sebagainya, namun ia suka susu cokelat. Di keluarganya, mereka diajarkan untuk selalu minum susu untuk menjaga tulang-tulang mereka agar tetap sehat. Dimas mengatakan bahwa paradigma kebanyakan orang Indonesia tentang minum susu hanyalah untuk anak kecil, dan memalukan bagi orang dewasa untuk minum susu adalah suatu kebodohan.
![](https://img.wattpad.com/cover/133100547-288-k190393.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Quaternary
Fiksi RemajaIni adalah sebuah kisah tentang empat remaja di sekolah menengah atas paling bergengsi di kota, SMA Adyatma. Berawal dari kedua sepupu yang sangat akrab, Keira dan Kassie-seperti cewek-cewek sekolah itu pada umumnya-tergila-gila pada si kembar tampa...