Haiva baru saja kembali lab QC untuk meminta hasil uji produk validasi yang harus dibuat laporannya, ketika ia menemukan Dito, Foreman Line Semisolid yang gosipnya akan resign, sedang ngerumpi di ruangannya bersama Bram.
"Mas Dito beneran resign?" tanya Haiva setelah saling menyapa dengan lelako itu.
"Masa bohongan," jawab Dito, "Kamu mau ikut, Va?" lanjutnya sambil cengengesan.
"Ke Hans Pharm ya? Hmmm, menarik," kata Haiva sambil duduk di kursinya. "Emang disana lagi ada lowongan?"
"Ada. Buat Brand Ambassador."
Haiva manyun. Dan langsung disambut tawa meledek oleh Bram dan Dito.
"Sori. Becanda doang, ish. Hahaha," kata Dito. Sama sekali tidak terlihat seperti orang yang minta maaf. "Ada posisi Section Head di Divisi Regulatory sih katanya. Tapi kalo di Factory, gue belum dengar ada lowongan selain untuk posisi gue."
Haiva manggut-manggut.
"Jadi apa sih lo disana?" tanya Bram pada Dito.
"Junior Manager Produk Betalaktam," jawab Dito.
"Anjir! Lompat jabatan lo! Gue kira Supervisor doang!" Bram memaki tidak terima.
"Ga usah iri lo. Kalo lo mau, lo juga bisa," kata Dito, "Kita udah terlalu lama disini, Bram. Tujuh tahun. Pengalaman kita udah lumayan. Tapi kita nggak akan bisa dapet posisi yang lebih tinggi kalau atasan kita belum pindah. Lo juga nggak bakal bisa naik jabatan kalau Mbak Naya belum naik jabatan atau pindah ke perusahaan lain. Makanya gue pikir, udah waktunya gue mencari tantangan baru."
Kali ini Bram yang manggut-manggut.
"Posisi gue di sini kosong, lo nggak mau, Bram?"
"Somplak lo! Males amat dapet bekas lo. Lagian kita selevel, nggak memperbaiki nasib dan gaji gue," jawab Bram.
"Nah itu lo sadar. Makanya, pindah gih."
"Gue juga udah dari lama pengen pindah. Tapi belum dapet yang di kawasan industri sini. Gue males ke pabrik yang jauh-jauh, udah terlanjur nyicil rumah di daerah sini. Istri gue juga baru melahirkan kan. Kasian kalau gue dapet kerja di tempat jauh, gue bakal ninggalin dia sampe malem."
"Susah juga ya kalau udah nikah. Mesti mempertimbangkan keluarga juga," kata Dito, "Nah, Iva, kamu nggak berniat gantiin posisi saya sebagai Foreman?"
Haiva memang tertarik dengan kesempatan itu sih. Tapi dia masih ragu untuk menyampaikan ke Mbak Naya. Makanya saat Dito bertanya, dia cuma cengengesan aja.
"Gue ngebayangin kalau Iva gantiin lo," kata Bram sambil melirik Haiva dengan tatapan jahil, "Bisa-bisa dia nangis tiap hari menghadapi operator-operator lo yang kadang ngeyel," kata Bram pada Dito.
Bram dan Ditopun tertawa seru setelah berhasil menggoda Haiva. Haiva cuma bisa manyun, meski sebenarnya tidak tersinggung.
"Saya punya senior kok gini amat sih. Demen banget bully saya. Apa dosa Ji Eun Tak* di kehidupan yang lalu?" jawab Haiva, halu.
Mendengarnya, tawa Bram dan Dito makin keras sampai Yuli masuk dan mengusir Dito yang ngerumpi sambil duduk di kursinya.
* * *
Berkat "komporan" Bram, Yuli, dan Dito, akhirnya Haiva memutuskan ingin mencoba untuk melamar posisi kosong yang ditinggalkan Dito. Sebagai awalan, dia memutuskan untuk bicara pada Naya, sebagai atasan langsungnya. Meminta ijin sekaligus barangkali Naya berkenan merekomendasikan Haiva untuk mengisi posisi Dito.
Sudah dua hari ini Haiva mencari kesempatan untuk bicara berdua dengan mbak Naya. Sayangnya kelihatannya Naya sedang sangat sibuk. Untungnya sore itu, ketika Haiva kembali dari ruang produksi, Haiva melihat lampu ruangan Naya menyala, artinya Naya masih ada di ruangan dan tidak sedang sibuk rapat.
Saat itu Bram dan Yuli sudah pulang duluan. Artinya tinggal dirinya dan mbak Naya yang berada di departemen itu. Itu berarti waktu yang tepat untuk bicara berdua dengan mbak Naya.
Haiva berjalan menuju ruangan Naya yang pintunya hanya terbuka sedikit. Ia baru saja akan mengetuk pintu itu ketika menyadari bahwa ada orang lain di dalam sana.
"Ada apa dengan Haiva?"
Haiva langsung peka begitu mendengar namanya disebut. Suara itu, yang bertanya tentangnya, adalah suara yang amat dikenal Haiva. Suara Pak Haris. Ternyata Pak Haris sedang mengunjungi Mbak Naya.
Mbak Naya memang adalah salah satu anak buah kesayangan Pak Haris sehingga cukup sering Haiva melihat Pak Haris datang dan berdiskusi dengan Mbak Naya tentang urusan pabrik. Sering juga Pak Haris datang hanya untuk membawakan martabak atau cemilan lain untuk Mbak Naya dan anak buah mbak Naya yang lain.
"Posisi Dito akan kosong. Saya pikir, Iva bisa diprospek untuk posisi itu, Pak. Daripada harus rekrut orang baru kan," kali ini Haiva mendengar suara Naya.
Deg!
Haiva kaget, sekaligus senang. Ternyata sebelum diminta, Mbak Naya malah sudah merekomendasikan dirinya kepada Pak Haris. Kini Haiva deg-degan menunggu respon Pak Haris.
"Menurut Naya, Iva sudah cocok untuk posisi itu?"
"Sudah, Pak. Memangnya menurut Bapak, Iva belum cocok?"
"Saya masih ragu si Iva bisa memanage para operator produksi. Ada beberapa operator di Line Dito yang orangnya agak ngeyel. Bisa-bisa Iva stres menghadapi anak buah yang susah diatur seperti itu."
"Iva bekerja dengan baik Pak, terorganisir dan terencana. Tentang kemampuannya memanage bawahan, bisa dilatih seiring waktu. Dia juga akan makin dewasa."
"Saya nggak meragukan kinerjanya dalam hal teknis, Nay. Tapi Iva terlihat cenderung menghindari konflik. Pada beberapa kesempatan, saya melihat Haiva tidak berani mengambil keputusan yang berisiko membuatnya dibenci orang. Kalau dia mau jadi pemimpin, dia harus berani mengambil keputusan yang tepat, bahkan meski keputusan itu bisa membuatnya dibenci. Haiva belum punya kemampuan itu."
"Bapak nggak mau ngasih Iva kesempatan untuk mencoba?"
"Saya rasa dia masih perlu waktu 1-2 tahun lagi untuk bisa mengasah kemampuan people managementnya."
Ada 1 alasan mengapa Haiva tidak pernah berani terang-terangan mengatakan suka pada Arya meski ia sudah memendamnya bertahun-tahun. Karena dia tidak berani ditolak.
Baginya, lebih baik Arya mengingatnya sebagai teman, dibanding mengingatnya sebagai perempuan yang pernah ditolak.
Kali itupun Haiva bersyukur karena belum sempat mengatakan kepada Naya tentang keinginannya untuk mencoba menggantikan Dito. Setidaknya dia tidak akan diingat sebagai orang yang ditolak karena tidak kompeten.
Dan apa yang paling menyakitkan dari semua itu?
Ia dianggap tidak kompeten dan tidak pantas, lalu ditolak oleh laki-laki yang diidolakannya... laki-laki yang selama ini bersikap terlalu baik padanya. Ia kira Pak Haris baik dan peduli padanya, tapi ternyata....
Haiva pikir patah hati karena diabaikan Arya rasanya sudah cukup menyakitkan. Tapi ternyata, kini ia merasakan rasa sakit yang lebih besar.
Perlahan Haiva mundur, menjauh dari pintu ruang kerja Naya. Tadinya ia berniat kembali bekerja setelah ngobrol dengan Naya. Tapi setelah mendengar kata-kata Haris yang menyakitkan, ia tidak ingin bekerja lagi disana.
Ia tidak ingin bertemu lagi dengan laki-laki itu.
* * *
*Siapa yang ingat Ji Eun Tak?
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
RomanceWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021