Entah sejak kapan tepatnya
Aku merasa takut kehilangan
Padahal tidak pernah memiliki* * *
Sesi pertama seminar kefarmasian dimana Haris dan Randu menjadi pembicaranya sudah berakhir lima belas menit yang lalu. Kini mereka sudah berada di ruang VIP yang disiapkan sebagai ruang makan, didampingi oleh seorang perempuan, dosen Farmasi sekaligus moderator sesi mereka tadi pagi.
"Lho? Mas Randu ini dulu mahasiswa Bu Sofi?" tanya Haris kepada sang dosen perempuan yang mendampingi mereka.
Barusan saja Haris mendengar obrolan Randu dengan perempuan itu, dan Haris cukup terkejut mendengar fakta bahwa perempuan itu adalah dosen yang mengajar Randu dulu.
"Iya Pak. Hehehe," jawab Sofi sambil cengengesan.
"Skripsi saya dulu dibimbing Bu Sofi, Pak," sambung Randu.
"Wah!"
"Kenapa Pak?"
"Bu Sofi awet muda ya. Saya pikir Bu Sofi tuh kira-kira seangkatan dengan Mas Randu."
Haris melihat perempuan itu tertawa. Kelihatan sekali dia bahagia karena dianggap awet muda.
Percakapan mereka terjeda saat ada tiga orang yang menyusul masuk ke ruangan VIP tersebut, tepat saat mereka meletakkan piring yang sudah berisi makanan yang mereka ambil dari prasmanan.
Ketiga orang yang baru datang itu kemudian menyapa dan menyalami Haris, Randu dan Sofi yang sudah duluan berada di ruangan VIP itu.
"Kok udah selesai duluan?" tanya Rahman, Manajer Kemahasiswaan yang tadi pagi menyambut Haris, ketika menyalami Sofi.
"Lha, harusnya saya yang nanya. Kenapa Mas Rahman dan juri debat lainnya baru kelar sekarang?" Sofi balik bertanya.
"Debatnya mayan seru pas final tadi, jadi kita biarin aja." Alih-alih Rahman, justru pria berkacamata dengan kemeja biru, yang masuk setelah Rahman, yang menjawab. "Kamu udah makan?" tanya lelaki itu sambil membelai bahu Sofi.
"Baru mau mulai makan," jawab Sofi sambil tersenyum. "Ambil makan gih sana."
"Ambilin dong," kali ini lelaki itu menggunakan nada manja.
Haris mengerling dan menyadari interaksi yang berbeda antara lelaki berkemeja biru itu dengan Sofi. Rahman juga terlihat mendengus melihat interaksi kedua orang tersebut, meski bukan dalam artian buruk.
"Aduh mata saya katarak lihat orang pacaran," justru Randu yang tiba-tiba nyeletuk. "Mentang-mentang suami-istri, mesra-mesraan di depan jomblo kayak saya. Kok tega banget sih."
Saat itulah Haris mengerti gesture yang berbeda dari kedua orang itu.
"Makanya, cari istri, Mas," kali ini gadis yang masuk paling akhir ke ruang VIP itu yang nyeletuk. Meski sambil menunduk menikmati makan siangnya, tanpa sadar Haris tersenyum tipis saat mendengar suara itu. "Jangan cuma tebar pesona sana-sini doang."
"Tuh dengerin!" Lelaki yang tadi meminta diambilkan makan oleh Sofi langsung menyambar, sambil menoyor bahu Randu.
"Wah, jangan mentang-mentang lo, Nan! Nggak inget siapa yang dulu bantuin lo dan Bu Sofi?!"
Randu yang dari tadi masih berusaha bersikap jaim di depan dosennya, tiba-tiba menunjukkan sosok aslinya saat diprovokasi.
"Beneran?" tanya gadis yang tadi mengejek Randu. "Emang yang nyomblangin Pak Danan dan Bu Sofi itu Mas Randu? Kok bisa?"
"Kan gue dulu temen sekelas Danan," jawab Randu.
"Oh? Iya ya? Berarti angkatan kita beda jauh banget ya. Harusnya saya manggil Pak Randu kali ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
RomanceWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021