"Nggak apa-apa, saya tunggu, Pak," kata Haiva kalem.
Pak Joni, operator mesin pengisi suppositoria, memandang Haiva dengan malas.
"Tapi Mbak Iva lihat sendiri bahwa ruangannya bersih kan?" tanya Pak Joni.
"Saya lihat, tapi saya nggak meriksa detil, Pak. Dan yang berkewajiban memeriksa dan memverifikasinya adalah supervisor atau foreman Bapak, bukan saya."
"Tapi Pak Tommy sedang nggak bisa diganggu, katanya, Mbak," katanya, menyebutkan nama sang supervisor. Sang Line Foreman masuk shift 2 hari itu.
Pak Joni sengaja menyebutkan nama sang supervisor agar Haiva sungkan. Beberapa kali pengalamannya, Haiva sungkan berkonfrontasi dengan orang lain, apalagi dengan orang yang jabatannya lebih tinggi.
"Kalau gitu, prosesnya bisa ditunda sampai Pak Tommy sudah bisa diganggu."
Pak Joni tidak menduga Haiva akan se-keukeuh itu kali itu.
"Yaudah, saya setting alat ini dulu sambil nunggu Pak Tommy."
"Stop dulu, Pak!" kata Haiva tegas. "Line clearance/kesiapan jalur produksi harus dipastikan dulu oleh supervisor, baru bisa mulai setting alat dan sebagainya. Saya nggak mau disalahkan kalau terjadi mix-up produk atau bahan kemas lagi seperti 3 bulan lalu."
Bayangkan apa yang terjadi kalau masih ada bahan kemas suppositoria antikejang yang tertinggal di ruangan tersebut (sisa dari produksi sebelumnya), padahal yang dikemas adalah suppositoria antiwasir. Apa yang terjadi pada pasien yang sakit wasir tapi menggunakan obat antikejang, hanya karena bahan kemas tercampur?
Itu mengapa line clearance di industri farmasi bukan sekedar soal administrasi tanda tangan saja. Tapi tentang tanggung jawab pemastian keselamatan pasien.
Dengam kesal Pak Joni meninggalkan ruang pengemasan suppositoria dan berjalan menuju ruang supervisor Produksi. Lima menit kemudian ia kembali bersama Pak Tommy yang wajahnya kesal.
"Saya sedang bikin laporan OEE. Jadi ter-distract gara-gara ini," kata Pak Tommy.
Diantara beberapa orang supervisor produksi, Pak Tommy ini punya tempramen yang agak nyebelin. Makanya tadi Pak Joni juga malas mengganggu Pak Tommy karena tahu akan merusak mood Pak Tommy jika mengganggunya yang sedang konsentrasi bekerja.
"Tadi saya sudah bilang ke Pak Joni kok, Pak, bahwa nggak masalah kalau filling suppo-nya ditunda kalau memang Bapak masih sibuk," Haiva menjawab.
Biasanya dia akan meminta maaf sungkan jika merasa sudah mengganggu. Tapi kali itu tidak.
"Tapi ini harus dikirim lusa. Jadi harus selesai dikemas hari ini," balas Tommy kesal. Menyuruh Pak Joni menunda berarti mempersilakan Pak Tommy untuk dicecar oleh bagian Plant Logistics.
"Kalau begitu, melakukan line clearance dan segera memulai filling ini lebih prioritas dibanding laporan OEE kan Pak?"
Tommy melotot. Astaga! Sejak kapan anak kecil ini berani sok galak di hadapannya?!
Dengan kesal Tommy mengambil dokumen produksi, kemudian bersiap menandatangani form line clearance.
"Silakan dicek dulu kebersihan dan kesiapan ruangannya sebelum tandatangan, Pak," kata Haiva mengingatkan.
Wajah Tommy makin merah. Dia yang sudag berpengalaman bertahun-tahun diajari tentang penjaminan mutu oleh anak kecil yang belum sampai 3 tahun bekerja. Menyebalkan!
Pak Joni memandang bosnya takut-takut, dan memandang Haiva dengan takjub. Baru kali itu ia melihat gadis itu berani membantah bosnya.
Tommy bukannya tidak paham dengan penjaminan mutu. Hanya saja dengan segala deadline laporan produksi yang bertumpuk, beberapa kali ia jadi menyepelekan rutinitas seperti line clearance.
KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
Lãng mạnWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021