Belum juga hilang mood buruk Haiva gara-gara curhatan Arya di hari sebelumnya, pagi itu Haiva kembali merasakan kesialan gara-gara Arya.
Andai kemarin Haiva tidak terburu-buru keluar dari ruang blistering karena menerima pesan singkat dari Arya, pasti dirinya bisa memastikan Pak Pung tidak akan bandel memulai proses pengemasan sebelum prosedur lainnya (line clearance dan verifikasi Line Leader) terpenuhi.
Saat tiba di ruang kerjanya pagi itu, Haiva langsung dipanggil oleh atasannya, Mbak Naya, yang memberitahunya tentang tablet yang kemarin malam dikemas oleh Pak Pung tapi ternyata waktu daluarsa yang tercetak salah. Hal ini berakibat tablet-tablet tersebut harus dikeluarkan lagi dari kemasannya. Dan Haiva diminta untuk membuat Laporan Deviasinya.
"Padahal kemarin saya udah minta Pak Pung menghentikan proses, Mbak," kata Haiva kepada Mbak Naya, sang Supervisor Quality Assurance. "Saya nggak nyangka, setelah saya keluar ruangan, dia nekat meneruskan."
"Kenapa Haiva tidak menunggu disana sampai Haiva lihat sendiri bahwa line clearance dan lembar verifikasi printing nya ditandatangani Line Leader?" tanya sebuah suara tiba-tiba, dari balik punggung Haiva. "Apa Haiva buru-buru keluar dari ruang produksi karena asik pacaran sama Technical Manajer Supplier Coating Excipient itu?"
Ternyata itu suara Pak Haris.
Haiva membalas tatapan Pak Haris dengan sengit. Apa baru saja bos besarnya itu menyalahkan dirinya karena tidak bertahan lebih lama disana? Dan apa barusan bos besarnya itu menuduhnya pacaran dengan Randu hingga mengabaikan tugasnya?
"Waktu proses blistering itu dimulai, sudah lewat dari jam kerja saya Pak. Bapak bisa cek logbook pemakaian alat," kata Haiva tidak suka, "Itu sudah diluar jam kerja saya, Pak. Bisa saja saya langsung pulang begitu proses optimasi penyalutan produk baru kita selesai. Dan saya berhak. Tapi saya masih menyempatkan diri memeriksa dan menegur Pak Pung. Jadi saya bukan mengabaikan tanggung jawab saya demi pacaran."
Mbak Naya merasakan aura membunuh menguar kental dari Haiva. Dan meski Pak Haris tetap cool, tatapannya pada Haiva belum beralih.
Jangankan dengan bos besar, dengan para operator di Produksi saja Haiva relatif jarang berdebat. Jadi jika pagi ini Haiva berani-beraninya mendebat Pak Haris, pasti gadis itu sedang dalam mood yang sangat buruk. Begitu pikir Mbak Naya.
"Dan saya nggak pacaran sama Mas Randu."
Mbak Naya nyaris menyemburkan tawa ketika mendengar pernyataan Haiva yang barusan itu. Tapi dia menahan diri dan hanya mengulum senyum.
Pak Haris mengerjapkan mata sekali, nampak bingung menanggapi pernyataan Haiva yang terakhir.
"Kamu pacaran sama siapapun, itu bukan urusan saya," jawab Pak Haris santai.
"Saya nggak punya pacar, Pak!" kata Haiva.
Mbak Naya mengelap air mata di sudut matanya yang keluar karena menahan tawa.
"Kamu tidak punya pacarpun, itu bukan urusan saya."
Haiva merasa tersinggung dengan jawaban itu. Dan nada suaranya jadi makin meninggi.
"Kalau gitu Bapak nggak berhak menuduh saya mengabaikan tanggung jawab karena pacaran."
Ini pertama kalinya Pak Haris mendengar Haiva marah seperti itu. Beliau jadi tidak tahu harus berbuat apa.
Haiva mengalihkan pandangannya kembali kepada Mbak Naya, lalu berkata. "Saya segera dokumentasikan Laporan Deviasinya, Mbak, dan akan undang departemen terkait untuk membahas CAPAnya siang ini."
(CAPA= Corrective Action and Preventive Action, suatu perencanaan yg terstruktur untuk memperbaiki akibat penyimpangan yang terjadi, dan mencegah penyimpangan/deviasi serupa terjadi lagi di kemudian hari)

KAMU SEDANG MEMBACA
CERITA YANG TIDAK DIMULAI
RomanceWORK SERIES #1 Aku selalu berandai-andai. Andai aku terlahir lebih lambat, atau kau terlahir lebih cepat. Apa kita bisa bahagia? First published on May 2018 Final chapter published on August 2020 Reposted on December 2021