WCI | 15 [Wedding Day]

25.7K 2.5K 346
                                    

Assalamu'alaikum>•<
Selamat pagi!

Gimana? Udah pada tidur, kan? Wkwkwk
Aku sengaja agak lama loh ini, hehe
Semangat ya bacanya,

️⚠️ WARNING ⚠️

siapkan mental dan hati anda!
Challenge!!
Jangan senyum!!!

✨✨✨

"Hubungan yang baru itu ibarat pondasi sebuah rumah yang dalam proses pembangunan. Masih lantai dasarnya. Belum sepenuhnya berdiri tegak. Maka dari itu, kita sebagai pasangan baru, wajib menunaikan tugas kita agar pondasi itu semakin kuat, dan rumah yang dibangun semakin megah."

-WCI-

✨✨✨

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Namira Al-Hauraa binti Muhammad Araf dengan mas kawin tersebut, Tunai."

"Bagaimana para saksi? Sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah."

Kafka melepaskan tautan tangannya dengan Araf, kemudian meletakkan di atas pahanya. Tangan yang awalnya dingin, kini mulai menghangat. Darah kembali normal. Tapi tidak dengan jantungnya yang masih berdebar kencang.

Kafka tersenyum tipis saat Araf dan yang lain menggoda dirinya. Bulir-bulir keringat yang berjatuhan ia usap dengan tisu.

"Jadi, mau langsung ke kamar?" tanya Irsyad sambil menyenggol lengan Kafka dengan nada menggoda.

"Iya," jawab Kafka cepat. Terserah Irsyad mau menggodanya seperti apa, yang penting dia menghilang dari ruangan ini secepatnya.

"Udah tau di mana kamar Namira, kan?" tanya Sindi dengan senyuman manisnya.

Alih-alih menjawab, Kafka hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bibirnya ia sunggingkan setipis mungkin. Dan perlahan, ia menggelengkan kepalanya.

"Belum tau, Bu."

"Panggil Mama aja. Ayo, Mama antar," ajak Sindi sambil beranjak dari duduknya.

Kafka mengikuti Sindi dari belakang. Akhirnya ia bisa bernapas lega dan terhindar dari godaan para Ayah. Terutama Abinya, yaitu, Irsyad.

"Assalamu'alaikum," ujar Sindi saat pintu kamar Namira ia buka.

Namira dan Adiba menjawab salam Sindi begitu Sindi dan Kafka berdiri di hadapannya. "Dib, ayo keluar. Biarin mereka menikmati waktunya sendiri," ajak Sindi sambil menarik tangan Adiba.

Adiba hanya tersenyum dan ikut keluar bersama Sindi. Meninggalkan dua orang yang baru saja terikat oleh sebuah ikatan pernikahan.

"Assalamu'alaikum," sapa Kafka terlebih dahulu. Pandangannya terfokus pada wajah merona Namira.

"Wa'alaikumussalam," jawab Namira. Suaranya sangat pelan. Berbeda dengan hari-hari biasanya.

"Niat sholatnya udah dihafal, kan?" tanya Kafka memastikan.

Namira mengangguk. Pandangannya masih terjatuh ke lantai. "Udah."

"Udah wudhu?" tanya Kafka lagi.

"Udah juga."

"Kalau begitu, kita sholat dua rakaat dulu, yuk." Kafka mengajak Namira untuk sholat sunnah setelah akad.

Namira mengangguk. Ia beranjak dari duduknya dan mengikuti Kafka. Setelah memberitahu ke mana arah kiblat di rumahnya, Namira merapikan posisi berdirinya.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang