WCI | 36

22.3K 1.9K 54
                                    

"Cinta itu bagaikan paralel berjalan. Bisa hadir di mana pun tempatnya dan berapa pun orangnya. Namun, hanya beberapa orang saja yang mampu mempertahankan itu, selebihnya hanya tau diri, lalu berjalan mundur."

-WCI-

✨✨✨

"Mas, aku pokoknya mau mie goreng spesial. Gak mau pakai nasi," rengek Namira.

Setelah melakukan ibadah itu, mereka benar-benar pergi keluar untuk mencari makan siang.

"Nanti kamu sakit, Hum," tolak Kafka.

Namira mengerucutkan bibirnya dan melipat tangannya di bawah dada. Mengalihkan tubuhnya ke arah lain.

"Gak jadi makan!" ketusnya.

Kafka menatap pelayan di samping mereka yang senyam-senyum melihat tingkah Namira. "Tambahin mie goreng spesialnya ya, Mbak."

"Baik, tidak ada yang ditambahkan atau dikurangi lagi?" tanya pelayan itu.

"Tidak," jawab Kafka.

Setelah pelayan itu pergi, Namira memeluk lengan Kafka. "Apa sih, tadi gak ngasih, tapi tetep pesan itu, gak jelas!" gerutu Namira.

Kafka tersenyum dan mengelus kepala Namira. Matanya kemudian menangkap ada yang aneh dengan tubuh Namira. "Kamu udah kelihatan agak berisi, ya, Hum."

Ekspresi bahagia dari Namira langsung berubah masam. "Mas ngode aku supaya gak banyak makan? Supaya aku diet?" tanya Namira dengan tatapan tajamnya.

"Enggak, Hum. Gak gitu, Mas cuma ngomong aja karena perubahannya kelihatan. Gak maksud nyuruh diet, sayang."

"Mas malu punya istri berisi kayak aku? Gendut? Gak langsing?" tanya Namira.

"Gak malu, Hum."

"Terus ngapain bilang-bilang kalau gak ada tujuannya? Ya udah mulai besok aku diet."

Kafka menghela napas panjang. Kenapa jadi bertengkar? Padahal kan ia berbicara seperti itu karena kebetulan sadar akan perubahan Namira.

"Gak usah diet sayang, Mas terima dengan segala kekurangan dan kelebihan kamu. Tidak hanya fisik, tapi semuanya. Jangan marah lagi, ya. Mas minta maaf," kata Kafka.

Namira hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian menatap menu makanan yang baru saja disajikan pelayan tadi. Dan semuanya tampak lezat. Membuat perutnya yang kosong langsung teriak kegirangan.

***

"Kak!"

Kafka dan Namira menghentikan langkahnya. Selesai makan, mereka memilih untuk mengelilingi mall ini. Siapa tau ada yang menarik minat mereka. Namun, panggilan tadi membuat langkah mereka terhenti.

"Kamu manggil saya atau dia?" tanya Namira. Satu tangannya terulur menunjuk ke depan dada Kafka.

"Kakak yang cowok," jawab gadis itu. Sepertinya, usia mereka tertaut satu tahun. Dan tentunya lebih tua Namira dan Kafka.

"Mau ngapain?" tanya Namira.

"Mau ngajak foto, kak. Kan kalian tahun ini tamat, jadi kami mau ngajak foto. Karena kebetulan tidak akan terulang untuk yang kedua kalinya," jawab gadis itu.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang