WCI | 12

20.7K 2.2K 105
                                    

Aku terhuraaa>•<

Jangan lupa vote dan komen lagi yaa
Happy reading>•<

✨✨✨

"Semakin dewasa, kita akan semakin dipertemukan dengan pilihan-pilihan yang sulit. Apalagi jika itu mengenai masa depan."

-WCI-

✨✨✨

Tiga hari berlalu. Sejak saat itu, Kafka dan Namira jarang bertemu. Selain karena Kafka yang sibuk dengan kegiatan yang akan berlangsung, ia juga jarang bertemu dengan Namira. Biasa, Namira memang suka menyendiri.

"Kafka, liat Alan?" tanya Athaya saat gadis itu menghadang jalan Kafka.

Kafka mengangguk. "Tadi pergi ke ruang guru, Ay. Emang ada urusan apa? Mana tau saya bisa bantu," jawab Kafka dengan senyum tipis.

"Aku tadi nitip buku tugas di tasnya Alan, tapi Alannya malah gak keliatan. Mana tasnya dipake lagi," keluh Athaya.

"Kebetulan saya juga mau ke ruang guru. Nanti saya sampaikan sama Alan. Saya pergi dulu, ya. Assalamu'alaikum," ujar Kafka sambil berlalu dari hadapan Athaya tanpa menunggu balasan. Karena Kafka sudah hafal, kalau Athaya lagi seperti itu, akan lama untuknya mencerna ucapan orang lain.

Athaya ini, istri yang otaknya suka lola. Berbeda dengan Alan. Yang otaknya jenius. Karena Arsyad dan Lathifa sering mendapat juara di sekolah. Keturunan yang ideal.

"Kafka," panggil Wira.

Kafka menghela napas pelan. Kenapa di setiap langkahnya ada yang mengganggu?

"Ada apa?"

"Acaranya mau diadain gimana?" tanya Wira dengan wajah polos.

Rasanya, Kafka ingin sekali menendang tubuh Wira. Pertanyaan itu sudah lebih dari sepuluh kali Wira tanyakan, dan sudah lebih dari sepuluh kali juga Kafka jawab. Tapi kenapa Wira selalu menanyakan itu?

"Kan sudah saya jawab di pesan kalau kamu lupa. Saya sibuk, Wir." Kafka lagi-lagi menghela napasnya. "Lagi pula, besok akan saya sampaikan ke kelas-kelas. Jadi tenang saja."

"Ya, maaf. Habisnya gue udah gak sabar. Acara kali ini beda banget, semangat empat lima gue!" seru Wira senang.

Kafka diam. Berpikir, bagaimana dulu ia dan Wira bisa berteman akrab sampai sekarang. Padahal, jika dilihat-lihat, mereka berdua itu sangat berbeda. Kafka yang sibuk dengan organisasinya dan Wira yang sibuk dengan komunitasnya. Iya, komunitas mobile legend.

"Ya udah, lo lanjut, deh. Gue balik ke kelas dulu. Assalamu'alaikum, Pak Ustaz!" seru Wira sambil berlalu pergi.

Kafka lanjut berjalan. "Wa'alaikumussalam."

***

Namira berjalan dengan santai di koridor lantai dua. Matanya memandang ke segala arah karena melihat banyak siswa yang sudah tidak belajar. Bibirnya tersenyum lebar. Sekolahnya ini luar biasa, memberikan jam kosong seminggu penuh untuk para kelas tiga karena akan mengadakan sebuah acara.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang