WCI | 28

21.1K 2.1K 213
                                    

Holaaa!!
Aku kambekkk:>

Happy reading>•<

✨✨✨

"Aku tau berbohong itu dosa. Maka dari itu, aku mengatakan bahwa dia Calon Ibu dari anak-anakku nanti."

-WCI-

✨✨✨

Kafka menolehkan kepalanya, memastikan bahwa Gani benar-benar sudah pingsan. Karena ia tidak ingin kebersamaannya bersama Namira harus ditonton oleh orang yang tidak berkaitan dengan dirinya dan Namira.

"Mas," panggil Namira, membuat Kafka langsung merespon panggilannya. "Peluk," pinta Namira.

Tanpa menunggu lagi, Kafka langsung memeluk erat tubuh Namira. Namira lagi-lagi menangis di lekukan leher Kafka. Sampai air matanya mengalir di leher Kafka.

Bukannya merasa jijik, Kafka malah mengeratkan pelukannya. Mengode Namira agar gadis itu menumpahkan semua emosinya. Biar katanya sifat Namira bar-bar, orang yang diculik dan diancam akan dirampas mahkotanya pasti akan gemetar ketakutan.

Lalu ditambah dengan adegan berdarah antara dirinya dan Gani, pasti Namira semakin ketakutan.

"Mas jangan gitu lagi," pinta Namira di sela-sela tangisannya. Kafka mengangguk. "Kalau mau gitu ajak-ajak aku dulu, biar bisa ninju juga!" candanya.

Kafka meregangkan pelukan mereka. Kemudian tangannya menarik hidung Namira dengan pelan. "Jangan aneh-aneh. Jika boleh, dan jika Allah mengizinkan, ini yang terakhir kalinya."

Namira mengerucutkan bibirnya, tetapi diselipkan dengan senyuman manis. Aneh, tapi itulah Namira. Istri kecilnya yang berharga.

"Bisa jalan?" tanya Kafka yang sudah berdiri di depan Namira.

Namira tersenyum dan mengangguk. Ia berdiri dengan cepat. "Bisa, do-" tetapi, belum sempat tubuhnya berdiri dengan tegak, Namira sudah limbung ke depan.

"Pegang," titah Kafka. Ia ternyata menahan tubuh Namira yang limbung, kemudian mengarahkan tangan kanan gadis itu ke tengkuknya. "Tadi lutut kamu kena lantai, kan? Pasti rasanya sakit. Lain kali jangan dipaksakan, paham sayang?"

Namira tersenyum dan memikirkan cara untuk membalas godaan Kafka. Setelah memutuskan caranya, Namira memajukan wajahnya dengan cepat dan mengecup pipi kiri Kafka. "Paham, Mas sayang."

Namira tertawa saat wajah Kafka bersemu merah. Bahkan warna merah itu menjalar sampai ke telinga Kafka.

"Jangan goda Mas, Hum," peringat Kafka. Wajahnya pura-pura dibuat seserius mungkin.

Namun, Namira malah mengecup pipi Kafka lagi. Tawanya kembali terdengar karena wajah Kafka semakin memerah.

"Hum, sudah."

Namira mengangguk sambil menahan tawanya. Setelah itu, Kafka mengangkat tubuh Namira dan membawanya ke ruang bk. Kafka ingin, mereka semua mendapat hukuman dari Namira. Setidaknya, satu tamparan untuk satu orang?

***

"Ghea panggil orang tuamu!" seru Bu Dara. Ia sudah berkali-kali untuk menyuruh Ghea menelepon orang tuanya. Namun, Ghea selalu menolak. Dengan alasan, orang tuanya sibuk bekerja.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang