WCI | 6

21.2K 2.3K 111
                                    

Uwu>•<
Double up!!!
Jangan lupa vomentnya, ya!!

✨✨✨

"Manusia itu memang ladangnya dosa. Dan mulut adalah yang paling banyak bagiannya. Karena ia banyak mengeluarkan rentetan kata yang penuh akan maksiat. Hati-hati dengan mulutmu dan kalimat yang engkau lontarkan. Karena tidak semuanya baik, tidak semua indah didengar."

-WCI-

✨✨✨

"Tolong ceritakan dari awal. Kenapa kalian bisa sampai bertengkar seperti itu," ujar Kafka saat dua perempuan di depannya hanya melempar pandangan permusuhan.

"Dia duluan!" seru Gina sambil menjulurkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Namira.

Kafka menghela napas pelan. "Maaf, tapi saya tidak bertanya tentang siapa duluan, saya hanya bertanya tentang permasalahan awalnya."

"Kaf, kamu kok gitu, sih?" gerutu Gina dengan suara yang dimanja-manjakan.

Kafka menatap Gina heran. Sedangkan Namira mendelik tajam. Jijik dengan nada suara yang Gina keluarkan. Setelah itu, pandangannya beralih ke Kafka. Berharap agar cowok itu mengeluarkan ceramahnya sepanjang mungkin. Tapi Kafka tidak melakukan itu.

"Awalnya gue cuma duduk diam di kursi. Terus dia sama rombongannya masuk dan mukul meja gue. Berlagak angkuh dan menghina gue. Ya gue ladeni, lah!" Namira mengeluarkan suaranya setelah sekian lama diam. Itu pun karena tatapan yang Kafka lemparkan.

"Enak aja! Lo duluan yang ganggu gue. Waktu gue mau lewat kaki lo ngapain dipanjangin? Mau jegal kaki gue, kan?!"

Namira memutar bola matanya malas. "Lo mau cari muka sama Kafka? Lo mau terlihat baik di depan Kafka? Mau berusaha agar terlihat sebagai korban di pertengkaran ini?"

"Maksud lo apaan, sih?!"

"Gila, ya! Baru kali ini gue ketemu cewek kayak lo!" Namira menggebrak meja Kafka saking kesalnya. "Masih sanggup lo bohong di situasi kayak gini?"

"Oke, cukup sampai di sini," tahan Kafka. "Jika ingin masalah ini cepat selesai, kalian berdua saling minta maaf. Sekarang."

Namira dan Gina membulatkan matanya. Keduanya berontak dan tidak ingin minta maaf. Sampai Kafka mengeluarkan ponselnya yang bergetar.

"Assalamu'alaikum, abi," sapa Kafka.

"Wa'alaikumussalam, Kafka, kamu ada lihat dokumen abi?"

Kafka mengerutkan dahinya. Tak lama ia memilih untuk sedikit menjauh dari Namira dan Gina. "Sebentar, kalian duduk diam dulu di sini," pinta Kafka. Setelah itu ia berjalan ke pintu dan bersender.

"Dokumen yang seperti apa abi?" tanya Kafka pelan. Pandangannya tidak lepas dari dua gadis pemarah itu.

"Kamu sedang bersama siapa, Kafka?"

"Sama Gina dan Namira abi. Mereka tadi bertengkar, jadi guru bk Kafka meminta tolong agar Kafka yang menyelesaikannya."

"Oh?"

"Nanti Kafka jelasin di rumah. Abi jangan menggoda Kafka dulu," kata Kafka. "Jadi, dokumen yang bagaimana abi?" tanya Kafka lagi.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang