WCI | 20

22K 2.2K 180
                                    

Aku mencintai komenan kaliann:*

Happy reading>•<

✨✨✨

"Mengalah bukan berarti kalah. Ingat, itu."

-WCI-

✨✨✨

Gina menatap nyalang ke arah Namira sambil memegang pipinya. Rasa malu mulai menyergap di hatinya. Ia malu dan marah dalam waktu yang bersamaan.

"Kenapa? Mau marah? Gak terima?" tanya Namira dengan satu aslinya yang terangkat.

"Lo apa-apaan, sih?!"

"Lo yang apa-apaan? Kurang kerjaan lo guntingin baju gue? Baju lo kekurangan bahan sampai ngambil bahan dari baju gue?"

Gina terpaku di tempatnya. Bibirnya kelu. Ia sudah tidak bisa mengeluarkan satu kata pun dari mulutnya.

"Hum, tenang dulu," pinta Kafka. Sedetik kemudian, ia terdiam karena keceplosan memanggil 'Hum'.

"Hum?" beo yang lain.

Kafka hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Namira, tolong tenang dulu," ulang Kafka.

Namira menatap Kafka dengan kesal. "Mana bisa," jawab Namira. Kemudian pandangannya kembali beralih ke Gina. "Lo harusnya mikir, kita di sini tiga hari. Lo mau gue pake baju ini terus, hah?! Otak lo masih waras?"

Namira terus-menerus memberikan cercaannya. Sampai akhirnya, Bu Dara berdiri dan melerai mereka.

"Namira, Ibu tau kamu marah, tetapi tenang dulu. Kita bicarakan ini secara damai," ujar Bu Dara sambil memegang pundak Namira.

Namira mendelik. "Secara damai kata Ibuk?" tanya Namira tidak percaya. Selanjutnya, matanya menatap Gina dengan tajam. "Setelah semua yang dia lakukan bersama dengan teman-temannya?" sambungnya.

"Gue minta maaf," ujar Gina dengan wajah menunduk.

"ENTENG BANGET MULUT LO MINTA MAAF!" sentak Namira dengan penuh amarah. "EMANG DENGAN PERMINTAAN MAAF DARI LO, BAJU GUE AKAN TERJAHIT DENGAN SENDIRINYA? BAGUS DENGAN SENDIRINYA? MIKIR, LAH!"

"Namira!"

"Dia salah, Buk! Dan saya tidak menginginkan kata maaf darinya!"

"Jadi apa yang kamu mau?" tanya Bu Dara dengan nada pasrah. Namira benar-benar keras kepala.

Namira menatap keempat perempuan yang berbaris di depannya. Menunduk ke lantai karena takut. Bodoh sekali!

"Assalamu'alaikum," sapa seseorang dari pintu depan.

Semua mata langsung memandang ke sana. Pasangan yang tampak serasi itu mulai memasuki Villa. Wajah mereka berseri, tangan mereka menenteng plastik yang cukup besar.

"Ada Kafka?" tanya salah satu dari mereka. "Saya Uminya."

Pasangan yang tak lain adalah orang tua Kafka langsung menyerahkan plastik itu ke para guru.

Kafka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus menjelaskan seperti apa jika nanti Adiba bertanya tentang apa yang terjadi.

"Ada apa? Kenapa kalian semua diam?" tanya Adiba sambil menatap ke sekelilingnya. Begitu juga dengan Irsyad.

Sebelum ada jawaban yang keluar, mata Namira membulat saat Gina berlari menjauhi mereka.

"GINA BERHENTI!" seru Namira dengan sangat kuat.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang