WCI | 2

24.8K 2.4K 69
                                    

"Jika menyukai seseorang, maka ingat Allah. Insyaa Allah, kamu akan terbantu atas rasa yang menguasai hati."

-WCI-

✨✨✨

Kafka duduk di depan tv dengan jarak dua meter. Di sampingnya ada kakak kembarnya, yaitu Alfina dan Alfin. Sedangkan di belakang ada orang tua tercintanya, Irsyad dan Adiba.

Tadi, saat Kafka sedang belajar di kamarnya, ia dipanggil untuk acara kumpul keluarga. Yang artinya, mereka akan berkumpul dan mengobrol tentang apapun yang terjadi. Biasanya ini terjadi semingu tiga kali. Dan itu Irsyad yang menjadwalkan.

"Bang, gimana sekolahnya, lancar?" tanya Irsyad sambil menyentuh bahu Kafka.

Kafka mengangguk. "Alhamdulillah, lancar Abi."

"Alfina, Alfin, bagaimana dengan kalian?" tanya Irsyad selanjutnya.

Kakak kembar Kafka mengangguk sambil tersenyum. Mereka mengulangi apa yang tadi Kafka katakan.

"Abi, Kafka mau tanya tentang sesuatu," ujar Kafka sambil membalikkan tubuhnya. "Tentang wanita."

Adiba tersenyum tipis saat mendengar kalimat terakhir anaknya. "Coba katakan," pintanya.

Kafka tersenyum canggung. "Bagaimana menurut Abi sama Umi tentang wanita yang sifatnya bar-bar di sekolah? Abang sama Kakak kalau mau kasih pendapat juga boleh."

Sekilas, Kafka menatap Adiba yang terdiam. Seperti sedang memikirkan sesuatu. Sedangkan Irsyad, dia sedang menahan senyumnya.

"Kakak no komen," ujar si kembar.

Kafka mengangguk dan menatap orang tuanya. "Abi? Umi?"

Irsyad berdeham. "Menurut Abi, ya tidak pa-pa. Mungkin sifatnya bar-bar karena ada faktor yang membuatnya menjadi seperti itu. Entah itu keluarga, teman, dan pergaulannya yang bebas. Waktu Abi masih SMA seperti kamu, Abi juga punya teman wanita yang sifatnya bar-bar.

"Dia setiap hari pasti bertengkar. Ada aja masalahnya. Gak tau deh dendam apa yang dia punya," jawab Irsyad dengan senyumnya yang tersungging lebar.

Kafka menatap Adiba dengan kaget. Karena Uminya itu baru saja mencubit pinggang Irsyad dengan sedikit kuat.

"Kan dulu!" sentak Adiba dengan bibir mengerucut.

Kafka tersenyum tipis. "Wanita itu Umi?"

Irsyad mengangguk. "Umi kalian ini, dulu tingkahnya bar-bar. Ada aja tingkahnya yang buat Abi sebagai ketua OSIS keluar dari kelas dan menyelesaikan kasusnya. Namanya juga sudah dihafal oleh semua guru. Hebat kan Umi kalian,"

Semua tertawa melihat tingkah Adiba yang malu-malu. "Udah, ih!" Adiba menatap Kafka dengan pandangan bertanya. "Kenapa Abang nanya gitu? Abang lagi suka sama wanita yang kayak gitu?" tanya Adiba mengalihkan pembicaraan agar tak melulu membahas masa lalunya.

"Kafka hanya tertarik karena dia memiliki sifat yang seperti itu. Tidak lebih Umi."

"Sejak kapan, Bang?" tanya Irsyad kepo.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang