WCI | 31

22K 2.1K 85
                                    

Aku comeback>•<

Coba komen, siapa yang rindu sama cerita ini? Wkwk. Kalau ada typo maafin yaa

Happy reading;)

✨✨✨

"Aku bukan pakar cinta, ahli cinta, apalagi dokter cinta. Jangan tanya bagaimana caraku menunjukkan perasaan itu, karena aku pun tidak tau. Yang aku tau, aku sedang memberimu sebuah hal sederhana yang memiliki banyak makna. Itu saja."

-WCI-

✨✨✨

Kafka meniup wajah Namira yang tertidur pulas di sampingnya. Waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi, sebentar lagi adzan subuh akan berkumandang.

"Sayang bangun," kata Kafka dengan tiupan yang belum juga berhenti.

Namira mengeluh dan merapatkan selimutnya. Kepalanya ia rapatkan ke leher Kafka. Mencari kehangatan di pagi hari.

"Kalau gak bangun, kita gak jadi jalan-jalan."

Dalam hitungan detik, Namira membuka matanya dan tersenyum cerah. "Udah bangun, kok!" serunya.

Kafka ikut tersenyum. Setelah mencium kening Namira, Kafka bangkit dan masuk kamar mandi lebih dulu. Karena ia akan sholat di masjid, sedangkan Namira di rumah.

Namira ikut bangkit dari tidurnya dan berjalan ke lemari baju mereka. Mengambil setelan baju yang biasa Kafka pakai ke masjid untuk sholat. Selesai dengan itu, Namira membereskan tempat tidur mereka.

"Mandi sana," titah Kafka sambil mengusap rambut Namira dengan sayang.

"Mas, aku tau badan Mas itu bagus, ada kotak-kotaknya dikit, tapi jangan sering-sering dipamerin. Kalau aku khilaf gimana? Mau tanggung jawab?" tanya Namira sambil menatap Kafka yang hanya tersenyum tipis.

"Ngapain tanggung jawab lagi? Kan udah nikah, kalau khilaf ya diterusin. Kan bakal ada yang nuntut, kok. Gak diarak keliling kota juga. Santai aja," jawab Kafka.

Namira mengerucutkan bibirnya sebal dan beranjak ke kamar mandi. Kafka ini aneh, hobinya selain minta peluk, sekarang nambah satu. Tukang gombal. Gak tau siapa yang ngajarin.

***

"Mau jalan jam berapa, Mas?" tanya Namira saat mereka sudah selesai menjalankan ibadah subuh.

"Jam delapan aja. Kita harus sarapan dulu, Mas gak mau kalau kita jalan-jalan dalam keadaan perut kosong. Selain bisa buat lemas, kita juga rentan terkena maag atau asam lambung. Gak baik."

Namira menganggukkan kepalanya. Sebenarnya ia ingin menyahut dengan sebutan 'ustadz' pada Kafka, tapi ia takut kalau bibirnya disentil. Karena Kafka bukan ustadz.

"Hum, kamu udah mahir masak?" tanya Kafka saat Namira menggoreng tempe.

"Belum, Mas. Mana ada orang yang baru latihan langsung mahir. Lagian ini kan cuma tempe goreng, anak SD atau SMP juga pasti udah bisa. Orang tinggal pakai tepung terus digoreng, apa susahnya?"

Kafka memeluk pinggang Namira dari belakang. Mendaratkan dagunya di bahu Namira.

"Mas, ngapain? Susah masaknya kalau gini," protes Namira. Tangannya yang lagi memegang sutil langsung kaku karena pelukan Kafka.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang