WCI | 14

21.2K 2.2K 228
                                    

"Allah SWT berfirman, 'wa laa taqrobuz-zinaaa' yang artinya, 'dan janganlah kamu mendekati zina'."

-WCI-

✨✨✨

Kafka tersenyum manis. "Kamu tidak suka?" tanya Kafka balik.

Wajah Namira memerah. "Bukan itu, gue cuma kaget! Lagian perempuan mana yang gak kaget dilamar waktu masih sekolah? Perempuannya yang kayak gue lagi! Emang lo mau kalau suatu saat gue khilaf terus nge-bogem muka lo?" tanya Namira dengan satu napas.

"Emang kamu bisa mukul aku?" tanya Kafka santai.

"Bisalah! Emangnya lo siapa gak berani gue pukul?"

"Aku calon suami kamu."

"Masih calon, bukan suami."

"Aku menyukai kamu, itu alasannya," jawab Kafka sambil memandang wajah Namira.

"Bukannya Ghea?" tanya Namira sambil menyembunyikan senyumnya.

Kafka menaikkan satu alisnya. "Jadi, kamu maunya aku nikah sama Ghea?"

Namira menoleh dengan tatapan tajam. "Ya enggak, lah!" serunya.

"Aku anggap jawaban kamu barusan adalah tanda bahwa kamu tidak menolak lamaranku," ujar Kafka dengan senyum manisnya.

"Kaf, serius. Kenapa lo ngelamar gue saat ini?" tanya Namira dengan wajah serius.

"Aku tidak suka melihat kamu yang terus salah paham tentangku. Aku ingin mengatakan bahwa aku menyukai kamu, tapi jika aku mengatakan itu, dosa akan mengalir ke darahku. Jadi, aku memilih untuk melamar kamu. Kita akan terikat. Aku juga bisa meluruskan kesalahpahaman kamu dengan baik tanpa takut untuk melakukan kontak fisik."

"Terus?" tanya Namira saat Kafka menghentikan ucapannya.

"Aku juga tidak suka saat Gani terus-menerus mengganggumu," jawab Kafka.

Wajah Namira lagi-lagi tersipu malu. Kakinya ia goyangkan ke depan lalu kebelakang. Guna mengurangi kegugupannya.

"Kaf, diliat dari sudut mana pun, gue ini perempuan yang gak tau aturan. Gue juga bukan seorang yang agamis. Bahkan, iqro' pun gue belum tamat, dari mananya yang bisa lo banggakan nanti?" Namira kembali bertanya dengan raut serius.

"Kamu tidak pacaran, jika disuruh kamu juga tidak membantah. Kata Umi, jika seorang perempuan mau diajak ke jalan yang benar, maka dialah perempuan yang cocok dijadikan istri. Selama kamu mau belajar apa yang aku beritahukan nanti, insyaa Allah, semua kekuranganmu bisa kuterima dengan lapang dada."

"Gue gak bisa masak, nyapu, ngepel atau beres-beres rumah!"

"Tidak masalah. Toh, aku tidak mencari seorang pembantu. Nanti kita bisa belajar bersama."

"Gue gak biasa disentuh!"

Kafka mengerutkan dahinya. "Kalau aku yang menyentuh, sepertinya kamu baik-baik saja. Karena seingatku, kamu sudah dua kali kusentuh."

Namira menatap Kafka tidak percaya. "Kapan? Kok gue gak sadar?" tanya Namira heran.

"Pertama, saat kamu didorong sama Gina sampai jatuh ke lantai dan aku menarik lenganmu sampai berdiri tegak. Yang kedua, saat kamu hampir terkena pukulan Gani dan kamu tepat berada di depan tubuhku."

Namira terdiam di tempatnya. Ingatan saat kejadian itu terjadi melintas di pikirannya. Mengingat wajah khawatir Kafka dan setiap perlakuan Kafka padanya.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang