WCI | 38

22.2K 1.9K 105
                                    

"Saat kehamilan tiba, masa-masa ngidam adalah hal yang paling mengenangkan saat sudah terlewat, tetapi menjadi hal yang melelahkan saat masih baru dimulai."

-WCI-

✨✨✨

"Aku mau makan gula!" seru Namira. Tangan kanannya menepuk kasur dengan kuat sampai menimbulkan suara.

"Nanti gigi kamu sakit, Hum."

"Pokoknya mau makan gula! Mending mana? Gula atau garam? Mas gak mau kan kalau anak kita nanti asin, bukan manis?" tanya Namira dengan mata melotot.

Kafka mengusap kelopak mata Namira. "Matanya jangan dipelototin gitu," katanya. "Iya, tapi janji jangan banyak-banyak, ya?" pinta Kafka.

Namira mengangguk dan tersenyum senang. Sejak kemarin, yang ia lakukan hanya duduk dan memerintah Kafka.

"Mas cari rujak aja mau? Buahnya bengkoang, kan juga manis. Mau, ya?" bujuk Kafka untuk yang kesekian kalinya.

Namira yang sadar kalau Kafka sudah cukup lelah langsung mengiyakan tawaran itu. Kasihan juga lihat Kafka yang seperti anak-anak umur lima tahun. Yang sedang dimarahi dan disuruh-suruh oleh orang tuanya. Dan Kafka hanya bisa mengangguk patuh tanpa bisa melawan.

"Kamu di sini aja, jangan ke mana-mana. Mas akan cari di sekitar komplek biar gak lama-lama ninggalin kamu."

"Iya, Mas."

"Assalamu'alaikum," pamit Kafka. Tak lupa ia mencium kening Namira dengan sayang.

"Wa'alaikumussalam."

***

Kafka kembali ke rumah dengan tangan yang memegang belanjaannya. Ia membeli buah yang terasa manis sebanyak mungkin, untuk simpanan jika malam nanti Namira kembali merengek.

"Assalamu'alaikum, Hum! Mas pulang," seru Kafka dari ruang tamu.

Tak lama, telinganya mendengar derap langkah kaki istrinya yang sangat cepat. Mungkin Namira sedang berlari karena sudah tidak tahan.

Bruk!

Kafka membentangkan kedua tangannya saat Namira dengan sengaja menjatuhkan tubuhnya di depan Kafka. Alhasil, Kafka menggelengkan kepalanya dengan napas pasrah.

"Jangan gitu lagi, Hum. Bahaya," tegur Kafka.

Namira mengangguk. "Maaf, habisnya aku kangen sama Mas. Mas lama banget!" gerutu Namira.

Kafka menaikkan lengan kanannya. Mengecak pukul berapa saat ini. Sebab, perasaannya mengatakan bahwa ia pergi hanya sebentar, bahkan tidak sampai setengah jam. Bagian mananya yang lama?

"Kan cuma dua puluh menit, Hum. Mana lama itu," balas Kafka.

Namira menyipitkan matanya. "Yang kangen sama Mas siapa? Aku, kan? Berarti kalau aku bilang lama artinya lama!" sentak Namira.

Kafka menutup rapat mulutnya. Matanya memandang wajah Namira yang menatapnya marah. Oke, dia salah lagi di mata Namira.

"Kenapa? Kok gak ngomong? Mas mogok bicara sama aku?" tanya Namira.

Kafka menggeleng. "Ini rujaknya, kamu mau makan yang manis-manis, kan? Ini udah Mas beliin, yang paling manis," jawab Kafka.

Namira merebut plastik rujak itu dari tangan Kafka. "Paling manis? Jadi aku ini apa? Asem?" gerutu Namira.

"Gak gitu sayang. Kan itu buah, mana mungkin Mas bandingin kamu sama buah. Kalian kan beda server," ujar Kafka. Ia mengatakan itu dengan suara pelan. Takut Namira akan marah lagi padanya.

Wa'alaikumussalam! Calon Imam! [END] [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang