23

74 5 0
                                    

Perjalanan

Hari ini aku akan mengadakan pengajian empat bulanan kehamilanku. Dengan mengundang ibu ibu majelis pengajian di komplek.

Masa kehamilan ku ternyata tidak sesulit apa yang aku bayangkan, dari berbagai cerita yang aku dengar. Kata orang aku hamil bandel. Enggak mengenal apa itu mabuk juga ngidam. Hanya awal awal dulu aku mengalami mual sekitar satu bulan itu pun masih wajar dan tidak menyusahkan.

Di rumah juga sudah ramai dengan suara tangis dan ocehan baby Jani, anak perempuan mas Jaka dan mba Ani.
Sarah juga langsung dinyatakan positif hamil, sekarang usia kandungannya menginjak tiga bulan.

Teman teman mas Attar dan mas Yoga sering kumpul kumpul dirumah. Ada juga yang kadang mengajak pasangan, baik masih pacar maupun yang sudah istri. Kecuali dokter Tian yang menyatakan masih jomblo.

Papi juga sudah melepas perusahaan tambangnya, dan sekarang bergabung sebagai penasihat di H corp. Hasil penjualan saham sudah Papi bagi pada mas Attar dan Atala. Yang mereka jadikan deposito.
Mas Attar belum berencana mau di apakan dana senilai sepuluh digit itu. Dan Atala pastinya lebih belum bisa membayangkan lagi sebagai seorang pelajar SMA kelas 2 dengan uang satu milyar lebih.

"Na, catering dateng tuh, udah di bayar lunas kan?" Mami menghampiriku yang sedang menyiapkan baju untuk aku dan mas Attar.

"Udah Mi. Mas ada di bawah kan Mi biar dia yang urus Mami jangan capek capek." Balasku sudah di pintu menghampiri Mami mertuaku.

"Gak ada lagi ke supermarket beli air mineral kata pak Aspar. Itu udah di tata langsung kok sama pegawainya. Ya udah mami turun lagi."

Acara pengajian di laksanakan setelah ashar. Sekalian menunggu jam kerja selesai, agar para undangan bisa datang juga.

Dan sekarang satu persatu tamu mulai berdatangan. Kami menyambut dengan penuh rasa terima kasih.
Beberapa kerabat Mama juga sudah ada, terutama Vanesa yang datang dengan Hendra. Dan mereka berencana menikah sekitar empat bulan lagi.
Artinya menjelang persalinanku. Dan kabarnya Mama akan pulang dan tinggal disini sampai aku melahirkan.
Aku selalu berkabar dengan Mama meski hanya via pesan. Mama sangat senang ketika aku mengiriminya foto usg kandunganku.

Doa dan solawat telah kami semua panjatkan hingga penutup acara. Sekarang para tetangga sudah pulang, hanya tertinggal rekan serta kerabat dekat saja yang masih berbincang.

"Kamu udah makan sayang?" Tanya mas Attar padaku yang gabung di antara kerumunan obrolan.

"Udah kok. Van, Nadine gak pulang ya, rencana aku pengen kenalin sama dokter Tian nih, siapa tau aja jodoh kan..."

"Enggak Na, kalo gitu besok pas nikahan aku dokter Astian silakan datang ya, pasti ketemu deh sama Nadine." Vanesa yang dua kali bertemu dokter Tian mulai tak canggung.

"Bisa aja Hasna nih. Cinta kan gak bisa di paksa."

"Tapi bener Tian, coba aja kali. Sekedar kenalan." Timpal mas Attar.

"Lagian aku heran, cewek kaya apa sih pernah bikin kamu patah hati sampe segininya." Tambah mas Yoga penasaran.

"Adalah. Mungkin emang bukan jodoh. Tapi aku masih belum bisa lupain meski udah belajar ikhlasin. Aku juga selalu doain dia bahagia kok." Balas dokter Tian.

"Emang dia udah nikah sob?" Tanya salah satu teman mas Attar yang aku tahu bernama Heru, manajer sebuah bank pemerintah.

"Udah fren. Dan aku tau pasti dia udah bahagia. Udah sih, kok malah jadi bahas aku. Kamu sendiri kapan rencana nikah Ren, buruan. Kan lucu nanti anak kamu juga sepantaran anak Attar dan Yoga."

terima kasih nafas ku     (selesai)  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang