16

87 5 0
                                    

Sah

"Saudara Muhammad Attarsyah Malik bin Muhammad Malik, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik perempuan saya Hasna Althafia Putri binti alm. Muhammad Hanan dengan mas kawin seperangkat alat solat dan cincin emas seberat 20 gram di bayar tunai." Suara mas Yoga yang aku dengar sedikit menahan sesak.

"Saya terima nikah dan kawinnya Hasna Althafia Putri binti alm. Muhammad Hanan dengan mas kawin tersebut di bayar tunai." Jawaban lantang dari mas Attar yang aku dengar penuh haru dan bahagia.

Aku telah resmi menjadi nyonya Attarsyah kini.
Meski ada rasa sedih, karena bukan papa kandungku yang menjabat tangan suamiku saat ikrar ijab qabul.
Namun aku yakin alm.papa juga ikut bahagia di sana melihat putri tunggalnya ini menikah dengan laki laki yang in shaa Allah bertanggung jawab.

Aku lalu di gandeng Sarah dan Vanesa menuruni anak tangga rumahku menuju ruang depan di mana acara akad di laksanakan beberapa menit lalu.

Aku mengenakan kebaya putih panjang dengan kain jarit warna hitam putih dan hijab putih yang di dandani cantik.
Mas Attar yang mengenakan toxedo hitam lengkap dengan peci hitamnya, terlihat gagah tersenyum menyambutku.

Aku kemudian duduk di samping mas Attar yang sudah resmi mengambil alih tanggung jawab atas diriku.

Mas Yoga terlihat mengusap air matanya.
Aku tahu, pasti rasa haru memenuhi hatinya.

Penghulu menyuruh aku dan mas Attar menandatangani berkas dan buku nikah kami.
Lalu mempersilakan mas Attar membacakan ikrar taklik dan doa untuk ku.

Lalu kami saling memasangkan cincin. Cincin lamaran yang aku pakai beberapa bulan lalu tetap berada di jari manis kiriku. Dan di jari manis kanan mas Attarkini melingkar cincin berukir namaku.

Aku mencium punggung tangan kanan mas Attar dan mendapat balasan ciuman di keningku.
Ada getaran luar biasa, inilah kali pertama aku dan mas Attar saling bersentuhan secara intens. Apalagi sampai mencium.

Mas Attar terlihat tersenyum menang menangkap rona malu dariku.
Fotografer meminta kami mengulang adegan untuk mengabadikan. Ada ya gitu, kenapa gak tadi langsung di foto.

Acara di lanjutkan dengan sungkeman.
Mama dan mas Yoga juga Papi dan Mami sudah duduk berdampingan.

Aku dan mas Attar pun lalu memohon doa restu pada mereka. Air mata terus mengalir meski tak pernah di undang.
Mami terlihat sangat bahagia, aku akhirnya menjadi putri menantunya.
Atala pun tak kalah dengan gaya cerianya memberikan aku ucapan juga kakak tercintanya.

Semua kerabat juga tamu undangan yang hanya sekitar 150 orang saja, memberikan ucapan dan doa untuk kami.
Semua terlihat terharu.

Mungkin rasa haru karena aku yang selama ini sendiri, akhirnya menikah.

Semua menikmati hidangan yang ada.
Petugas KUA juga sudah meninggalkan rumahku.
Waktu masih menunjukkan pukul 10 lebih sedikit.

"Mba Hasna, bisa istirahat dulu kok kalo capek. Nanti setelah dzuhur baru siap siap lagi untuk resepsi di gedung." Ucap tante Sari.

"Iya Na, Tar, kalian istirahat aja dulu sana. Nanti jam 12 dandan lagi terus berangkat ke gedung." Tambah mas Yoga.

"Sekalian ambil gambar di kamar...." Timpal Sarah.

Kamar ku memang sudah di hias layaknya kamar pengantin. Dan semua barang seserahan juga tadi sudah di letakkan di sofa bed kamar.

Kami naik lantai atas menuju kamarku di ikuti tim potografer juga.

Berbagai pose foto pun di abadikan di kamar dengan pakaian akad.
Tim potografer lalu keluar kamar dan turun. Dan berpesan nanti sebelum dandan lagi akan mengambil foto lagi dengan pakaian santai kami.

terima kasih nafas ku     (selesai)  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang