Chapt 13 || A Month Ago

415 75 0
                                    

Daniel POV

Semenjak Sandra mengatakan kata yang sedikit menohok hatiku, aku merasa bahwa aku salah memilih seorang gadis baik untuk menolongku. Atau memang tak ada sesiapapun yang ditakdirkan untuk menolongku? Sandra tidak tahu menahu apapun tentang hal yang berhubungan dengan mistis apalagi sihir. Tapi, yang kuketahui selang beberapa hari bersama gadis itu, kuamati dia gadis yang tidak cukup berani.

Awalnya, aku sempat mengetes gadis itu dengan hanya menampakkan wujudku dengan bayangan hitam. Dia sangat ketakutan, apalagi saat bayanganku melesat cepat. Aku jadi kasihan padanya.

Dan, setelah dia mengatakan bahwa aku adalah beban baginya, aku malah berpikir keras. Apa aku mundur saja untuk bisa hidup menjadi manusia seutuhnya kembali? Apa aku menyerahkan nyawaku begitu saja pada orang picik yang telah menyekapku sebulan yang lalu.

Menyekap? Ya, jasadku berada di rumah besar milik keluarga Valdo. Mereka ingin menjadikanku tumbal sihirnya. Dulu, Valdo adalah temanku. Dia teman baikku. Tapi, selang beberapa tahun aku bersamanya, aku jadi mengenal keluarganya. Tetapi, keluarganya malah berbuat buruk padaku.

Flashback On

"Daniel. Kamu menginap di sini saja. Sudah malam." ucap Johan, ayah dari Valdo.

"Siap om."

Valdo mengajakku ke dalam kamarnya. Kita bermaim play station hingga tengah malam. Namun, Valdo tiba-tiba ketiduran. Aku tersenyum melihatnya tertidur pulas dengan mendengkur halus. Sepulang sekolah tadi, kita memang berjam-jam bermain basket di lapangan sekolah. Mungkin ia sangat kelelahan sekarang. Di sekolah, aku memang terbiasa menjadi incaran para gadis-gadis. Dulu, saat Valdo belum menjadi teman baikku, kupikir dia adalah tipe lelaki pendiam. Tapi, setelah kudekati dirinya, ternyata dia adalah sosok lelaki yang cukup ramah dan sangat menyenangkan bagiku. Wajahnya yang tampan, meskipun tak melebihi ketampananku tentunya. Hal itu membuatku ingin menjadikannya sebagai temanku. Dan lihat saja, Valdo juga malah lebih dikenal di lingkungan sekolah, banyak pasang mata yang selalu memperhatikannya sama sepertiku. Aku tak mempermasalahkan akan hal itu. Karena berteman dengan Valdo sama sekali tidak merugikanku.

Tiba-tiba, sayup-sayup aku mendengar seseorang berbicara.

"Jam segini ayah Valdo belum tidur ya?" gumamku pelan. Valdo hanya tinggal dengan ayahnya. Ibunya sudah meninggal sejak melahirkan Valdo. Itulah yang membuatku iba kepadanya dan selalu menjadi sosok teman penyemangat di hidupnya.

Aku mencoba mengikuti kemana arah suara itu berada. Dan, aku melihat ayah Valdo sedang berkomat-kamit seperti membaca mantra. Aku membelalak ketika melihat fotoku yang terpampang jelas di sana. Aku meneguk ludahku susah payah.

Apa ini? Kenapa ada fotoku di sana? Apa aku akan disantet?

Aku bergegas kembali ke kamar Valdo. Aku menggoyangkan tubuhnya untuk membangunkannya.

"Do, Valdo." panggilku.

Valdo mengerjapkan matanya mendengar suaraku. "Ada apa sih ganggu orang tidur aja lo Niel." ucapnya dengan suara yang masih serak.

"Lo--liat deh apa yang ayah lo lakuin. Dia naruh foto gue di atas meja dan meja itu ada banyak ramuan gitu. Tolongin gue Do, kayanya gue mau disantet sama ayah lo."

"Lo ngigau ya? Udah sana tidur lo." ucap Valdo yang tak menghiraukan perkataanku.

"Gue beneran njir."

"Ck, berisik. Udah, dimana ayah gue?"

"Di ruang tengah." ucapku dengan antusias. Valdo segera berjalan mengendap--- menuju ruang tengah. Aku mengikutinya dari belakang.

CASANDRA [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang